"Ayah ini 'gimana?, kan Cidut masih kecil! Harusnya Niki itu mau mengalah dan ngerti setiap tingkah-polah Cidut!" jawab Bunda Niki berupaya meluruskan.
Perkara intinya, Nikita memang kurang begitu suka dengan anak kecil. Sekalipun Cidut masih saudara sepupu. Apalagi yang namanya Cidut memang anak yang hiper bandelnya konsisten. Cidut sendiri merasa dia memiliki kebebasan sebagai individu divergent kecil yang harus bergembira-ria sesuka hati. Juga harus selalu dilayani dan diperlakukan sebagai anak kecil yang sesungguhnya. Dalam benak Cidut tidak lebih dari itu.
Namun bagi Nikita justru hal itu yang menjadi pemicu rasa cemburu dan merasa diperlakukan tidak adil oleh sang Bunda. Pernah suatu ketika, di kala Nikita pulang dari Boarding Transformation School, atau BTS tempat sekolahnya. Ia mendapati kamarnya seperti bekas tawuran, super acak-acakan. Pulpen dan spidol warna-warni terserak di segala penjuru. Buku-buku pelajaran bermigrasi dari habitatnya, bahkan buku tulis hariannya penuh garis-garis lengkung tak beraturan, sebagian kecil mirip pola obat nyamuk bakar dengan warna-warna ceria karya anak belia. Namun warna ceria tak beraturan di buku hariannya tak mampu membuat Nikita tersenyum, malah sebaliknya mengundang kekesalan hati tanpa henti. Apalagi demi meihat prakarya berupa sulaman terindah yang pernah dibuatnya telah bermetamorfosis menjadi kain perca. Korban pesawat sederhana berupa gunting yang diguna-guna oleh Cidut.
Hancurlah hati Nikita, terlebih ketika dia melihat boneka 'Minion' kesayangannya juga menjadi korban mutilasi sang sepupu yang tidak lucu. "Mmmh, Ciduut...!" gumam Nikita sambil mengacak-ngacak rambut yang memang sudah berantakan. "Belum tau rasa, Dia!" gerutu Nikita sambil meremas-remas kepalan tangan kanannya.
Seperti hari-hari sebelumnya, manakala Nikita sudah naik darah-turun air mata menahan emosi. Dia langsung 'hunting' Cidut di mana pun adanya. Lalu sebagai pelampiasan emosinya, Nikita akan tega mengikat Cidut di pohon jambu yang rindang di samping rumahnya. Bisa sehari penuh Cidut menangis di sana. Full day cry Nikita menyebutnya. Hal ini terjadi karena mulut Cidut dibungkam dengan lakban layaknya penculikan dalam film gala-aksi di televise digital yang paling Nikita sukai.
Bunda Niki tak pernah tau di kala Cidut tengah tersiksa sekian lama. Beruntunglah Cidut terselamatkan oleh sampah yang dibuang Bunda Niki setiap sore. Ini pun kebetulan lokasi pengendalian sampah terpadu lima warna di rumah Nikita berada dekat dengan pohon jambu tempat Nikita mengikat Cidut tadi.
Tentu saja Bunda Niki sangat shock menyaksikan kesadisan Nikita terhadap adik sepupunya. Hingga dia lupa bagaimana harus memilah sampah lima warna, hingga akhirnya sampahpun terhampar begitu rupa di bawah pohon jambu karena tergesa menolong Evan-cidut keponakannya.
Bunda Niki memang tidak pernah tahan melihat kesadisan semacam apa pun. Jangan kan melihat Cidut diikat di pohon jambu, sekali waktu saat melihat Ayah memotong bebek atau angsa saja, bunda suka berurai air mata. "Ayah masak aja sendiri, bebek itu kan ga salah apa-apa. Kenapa harus dipotong, disiangi, terus direbus lagi? Tega amat sih, Ayah?" ujar Bunda Niki selepas Ayah memotong bebek ketika itu. "Apa harus Ayah potong angsa juga? Biar sekalian Ayah masak di kuali!" gumam Ayah jadi meracau tak tentu arah karena bunda tak mau memasak bebek kesukaannya.
Bila telah terjadi pertikaian seperti 'tragedi kamar mandi' itu, Nikita, Bunda dan Cidut pasti tidak saling menegur sehari penuh. Full Day Silent istilahnya. Padahal kedua-duanya sama saja, Cidut dan Nikita terlahir sebagai si raja tega. Karena pernah pula Cidut secara diam-diam mengolesi obat merah di belakang rok Nikita. Tanpa tau apa-apa, Nikita pun bergegas berangkat ke sekolah, BTS tujuannya, all mission with pak Amir Baqir. Dia selalu tergesa mengayuh sepeda feminimnya.
Ketika tiba di gerbang sekolah sambil mendorong sepedanya untuk diistirahatkan di tempat parkir, Nikita merasa ada sesuatu yang tidak biasa dengan dirinya, karena banyak teman-temannya yang memandang aneh ke arahnya sambil menahan senyum dan tawanya. "Shit, Damn You Cidut, Selamat menantikan pembalasanku!" rutuk Nikita sambil menutupi warna merah di belakang roknya dengan tas yang dibawanya. Â
Pernah pula perkara terjadi ketika Nikita pulang sekolah dari BTS. Dia melihat Cidut sedang bermain mobil-mobilan dengan menggunakan aneka benda milik Nikita. Figura-figura photo disusun menjadi jalan raya, sepatu-sepatu koleksi Nikita dijadikan batas jalan raya. Bahkan box file Nikita pun tak luput dimodifikasi menjadi sebuah garasi.