Pajak bukan sekadar kewajiban yang harus dipenuhi oleh masyarakat, melainkan juga salah satu pilar utama dalam menopang perekonomian suatu negara. Dari pembangunan infrastruktur hingga penyediaan layanan publik, pajak menjadi sumber pendanaan utama yang memungkinkan negara menjalankan fungsinya.
Namun, di balik peran strategisnya, isu perpajakan sering kali menjadi topik yang kompleks dan penuh tantangan. Kebijakan pajak yang dinamis, aturan yang terus berkembang, hingga kewajiban administrasi yang harus dipatuhi, semuanya menuntut pemahaman yang baik dari wajib pajak, baik individu maupun korporasi.
Pada tanggal 20 Mei 2024, pemerintah Indonesia mengundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2024, yang mengatur perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan dari penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) dalam instrumen moneter dan/atau keuangan tertentu di Indonesia. Peraturan ini bertujuan untuk mendukung kebijakan optimalisasi pemasukan dan penempatan DHE SDA ke dalam sistem keuangan nasional.Â
Latar Belakang Aturan
Menurut Nur Hidayanti Ilmi, konsultan tax compliance dari MUC Consulting, PP Nomor 22 Tahun 2024 diterbitkan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional dengan memastikan ketersediaan valuta asing (valas) di dalam negeri. Valas ini berperan penting dalam mendukung nilai tukar rupiah dan kestabilan moneter.
Aturan ini mendorong eksportir untuk menempatkan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) ke dalam sistem keuangan Indonesia. Sebagai insentif, pemerintah memberikan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final yang lebih rendah bagi eksportir yang mematuhi aturan.
Kebijakan ini melengkapi PP Nomor 36 Tahun 2023, yang sebelumnya mengatur kewajiban eksportir memasukkan DHE SDA ke rekening khusus di dalam negeri. PP 36 Tahun 2023 bertujuan untuk memastikan devisa hasil ekspor dimanfaatkan dalam sistem keuangan nasional demi menjaga likuiditas valas di dalam negeri.
DHE SDA yang diatur dalam PP ini mencakup hasil ekspor dari empat sektor utama yaitu : pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan
Dengan kebijakan terpadu ini, pemerintah berharap devisa dari sektor SDA dapat memberikan manfaat optimal bagi perekonomian nasional dan mendukung stabilitas ekonomi secara berkelanjutan.
Instrumen yang memenuhi syarat pada PP nomor 22 tahun 2024
*Kriteria Instrumen diatur dalam pasal 3Â
Agar dapat digunakan untuk menempatkan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA), instrumen keuangan harus memenuhi empat kriteria berikut:
1. Diterbitkan oleh Lembaga Resmi di Indonesia : Instrumen harus berasal dari perbankan di Indonesia, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), atau instrumen moneter yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.Â
2. Dana Berasal dari DHE SDA : Dana yang ditempatkan di instrumen ini harus murni berasal dari devisa hasil ekspor SDA.
3. Masa Penempatan Minimal Satu Bulan : Dana harus disimpan dalam instrumen tersebut untuk jangka waktu paling singkat satu bulan.
4. Tidak Diperjualbelikan di Pasar Sekunder : Instrumen ini tidak boleh dijual atau dialihkan kepada pihak lain.
Jenis Instrumen yang Dapat Digunakan
Berikut adalah jenis instrumen keuangan yang memenuhi syarat pada pasal 3 dari kebijakan ini untuk penempatan DHE SDA:
1. Deposito Bank : Deposito yang diterbitkan oleh bank di Indonesia. Sumber dana untuk deposito ini harus berasal dari Rekening Khusus DHE SDA yang ada di bank yang sama.
2. Term Deposit di Bank Indonesia : Instrumen berupa term deposit dalam valuta asing, yang ditempatkan di Bank Indonesia melalui peserta operasi pasar terbuka. Sumber dana juga berasal dari Rekening Khusus DHE SDA.
3. Surat Sanggup LPEI : Instrumen keuangan yang diterbitkan oleh LPEI.Sumber dananya juga berasal dari Rekening Khusus DHE SDA yang dimiliki eksportir di LPEI.
4. Instrumen Lain yang Ditentukan oleh Menteri Keuangan : Instrumen moneter atau keuangan lainnya yang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Gubernur Bank Indonesia.
* Kebijakan pajak penghasilan final (pasal 2 dan 4)
1. Objek PPh Final
Pajak ini berlaku untuk penghasilan bruto yang diterima eksportir dari penempatan DHE SDA pada instrumen moneter atau keuangan tertentu di Indonesia. Dengan kata lain, penghasilan dari bunga atau hasil penempatan DHE dikenai PPh Final.Â
2. Dasar Penghitungan PPh Final
PPh Final dihitung berdasarkan:Â Tarif pajak yang berlaku sesuai jangka waktu penempatan. Jumlah bruto penghasilan, yaitu total penghasilan yang diperoleh dari penempatan DHE SDA.
Contoh: Jika eksportir menempatkan DHE senilai Rp1 miliar di deposito dengan jangka waktu 3 bulan, maka bunga deposito ini akan dihitung menggunakan tarif pajak 7,5%.
3. Tarif PPh Final Berdasarkan Jangka Waktu Penempatan
Pemerintah memberikan insentif berupa tarif yang lebih rendah jika eksportir menempatkan DHE SDA dalam jangka waktu yang lebih lama.
a. Untuk Valuta Asing
*Lebih dari 6 bulan: 0% (bebas pajak).
*6 bulan: 2,5%.
*3-6 bulan: 7,5%.
*1-3 bulan: 10%.
b. Untuk Rupiah
*6 bulan atau lebih: 0% (bebas pajak).
*3-6 bulan: 2,5%.
*1-3 bulan: 5%.
4. Penempatan Ulang DHE SDA
Jika dana DHE ditempatkan kembali (rollover) setelah jatuh tempo, penghasilan dari penempatan ulang tersebut dikenai tarif PPh Final yang sama sesuai durasi baru penempatannya.
Contoh: PT A menempatkan DHE di deposito selama 3 bulan dan dikenai tarif 7,5%. Setelah jatuh tempo, dana tersebut diperpanjang untuk 6 bulan. Untuk penghasilan dari penempatan ulang ini, tarif PPh Final turun menjadi 2,5%.
Ketentuan pemotongan (pasal 5)
Pelunasan PPh Final Melalui Mekanisme Pemotongan Pajak yang dikenakan atas penghasilan dari penempatan DHE SDA akan langsung dipotong oleh pihak yang mengelola instrumen keuangan. Pemotongan ini dilakukan pada saat penghasilan dibayarkan kepada eksportir (misalnya, saat bunga deposito atau hasil investasi lainnya dibayarkan).
*Pihak yang Melakukan Pemotongan
Berikut adalah pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk memotong PPh Final:
1. Bank:Â Untuk penghasilan dari deposito yang diterbitkan oleh bank.
2. Peserta Operasi Pasar Terbuka :Â Untuk penghasilan dari term deposit operasi pasar terbuka dalam valuta asing yang ditempatkan di Bank Indonesia.
3. LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia) :Â Untuk penghasilan dari surat sanggup atau instrumen lain yang diterbitkan oleh LPEI.
4. Bank atau LPEI Sebagai Penerbit Instrumen :Â PPh dipotong jika penghasilan berasal dari instrumen keuangan lain atau instrumen moneter yang diterbitkan oleh Bank atau LPEI.
Kesimpulannya PP Nomor 22 Tahun 2024 menjadi langkah strategis dalam mendorong pengelolaan devisa hasil ekspor yang lebih terarah. Dengan insentif tarif PPh yang kompetitif, eksportir diharapkan dapat mendukung stabilitas ekono
mi nasional sembari memanfaatkan peluang fiskal yang tersedia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H