"Kamu ada rencana buat lanjut ke mana, Ka?" tanya Cinta, memecah keheningan sesaat.
Raka merenung sejenak, lalu berkata, "Aku kepikiran buat jadi dokter, Cin. Serius. Aku liat banyak banget orang yang butuh bantuan medis, tapi fasilitas di sekitar kita tuh masih kurang. Gak tau, mungkin bisa bantu dengan cara itu."
Cinta terdiam, kagum dengan cita-cita Raka yang begitu tulus. Ia sendiri belum yakin ingin menjadi apa, tapi yang pasti ia ingin melakukan sesuatu yang berdampak. Mungkin tak jauh dari dunia kesehatan juga, mengingat PMR sudah memberi kesan yang begitu kuat dalam hidupnya. Namun, jalan menuju sana jelas tidak mudah, dan ia harus mempersiapkan diri lebih baik.
Keesokan harinya, rutinitas Cinta berjalan seperti biasa. Hanya saja, kali ini ada seorang siswi baru di kelasnya, namanya Laras. Dengan senyum ramah, Laras memperkenalkan diri di depan kelas. Semua mata tertuju padanya, terutama karena penampilannya yang anggun dan cara bicaranya yang sopan. Cinta yang duduk di belakang merasa ada sesuatu yang berbeda dari gadis itu, seolah ada cerita yang tersembunyi di balik senyum manisnya.
Saat istirahat, Raka, langsung mengajak Laras bergabung dalam kelompok mereka. Tak butuh waktu lama bagi Laras untuk akrab dengan Cinta dan teman-teman lainnya. Percakapan mereka berjalan lancar, dan Cinta menyadari bahwa mereka memiliki banyak kesamaan, terutama dalam hal minat di bidang kesehatan.
Dalam beberapa minggu, Laras menjadi salah satu sahabat dekat Cinta. Mereka sering menghabiskan waktu bersama di luar sekolah, berbagi cerita dan saling mendukung. Di sisi lain, kegiatan PMR juga semakin intens dengan persiapan menuju lomba antar-sekolah yang akan datang. Setiap sore, Cinta, Laras, Raka, dan anggota PMR lainnya berkumpul untuk berlatih teknik pertolongan pertama dan materi-materi medis lainnya.
Suatu hari, saat latihan sedang berlangsung, Cinta menyadari bahwa Laras tampak sedikit murung. Di sela latihan, ia mendekati Laras dan bertanya, "Kamu baik-baik aja, Ras?"
Laras menghela napas, lalu tersenyum tipis. "Iya, kok. Mungkin cuma capek aja," jawabnya singkat.
Namun, Cinta merasa ada yang lebih dari sekadar kelelahan. Sejak itu, ia mulai lebih memperhatikan Laras dan akhirnya mengetahui bahwa keluarga Laras mengalami masalah keuangan. Meski baru mengenal, Cinta berusaha memberikan dukungan emosional. Bagi Cinta, membantu teman yang sedang kesulitan adalah salah satu nilai yang diajarkan di PMR, nilai yang kini benar-benar ia pahami dan coba praktikkan.
Di tengah persiapan lomba PMR, mereka juga semakin sering berkumpul di luar jam latihan. Bahkan, Laras sering menemani Cinta saat harus mengikuti les malam. Suatu malam, Laras mengungkapkan bahwa ia merasa bingung tentang masa depannya karena keterbatasan finansial keluarganya. Cinta mendengarkan dengan penuh empati, berusaha memberikan semangat kepada sahabat barunya itu.
Hari-hari berjalan dengan cepat, dan tak terasa lomba PMR antar-sekolah sudah semakin dekat. Latihan mereka semakin intensif, dengan Cinta yang mulai terlihat sebagai pemimpin kelompok. Ia berusaha memotivasi teman-temannya, termasuk Laras yang akhirnya mulai lebih terbuka dengan masalah pribadinya. Di sisi lain, Cinta juga menyadari bahwa dukungan Raka menjadi hal yang sangat berarti baginya. Tanpa sadar, perasaan Cinta terhadap Raka perlahan berubah, lebih dari sekadar teman.