Mohon tunggu...
Savitri Handayani
Savitri Handayani Mohon Tunggu... Mahasiswa - seorang mahasiswa jurusan Sistem Informasi

tertarik pada hal yang berbau karya seni, senang melakukan pekerjaan yang melibatkan estetika.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengertian Islam dan Contoh Faktor yang Mempengaruhi Keimanan

20 Desember 2023   14:08 Diperbarui: 20 Desember 2023   14:11 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pengertian Islam Menurut Muhammad Asad:

Muhammad Asad, seorang ahli tafsir, menggambarkan Islam sebagai suatu sistem hidup yang mencakup aspek spiritual dan sosial. Analisisnya menekankan keharmonisan antara kehidupan rohaniah dan kehidupan sehari-hari.

Pengertian Islam Menurut Fazlur Rahman:

Fazlur Rahman, seorang pemikir Islam kontemporer, memberikan pengertian Islam sebagai agama yang mengedepankan rasionalitas dan keadilan sosial. Analisisnya menyoroti relevansi nilai-nilai Islam dalam konteks modern.

Pengertian Islam Menurut Sayyid Qutb:

Sayyid Qutb, seorang pemikir Islam fundamentalis, mendefinisikan Islam sebagai suatu sistem komprehensif yang mencakup politik dan masyarakat. Analisisnya mencerminkan pandangan keras terhadap implementasi syariah.

Pengertian Islam Menurut Karen Armstrong:

Karen Armstrong, sejarawan agama, memandang Islam sebagai agama kasih sayang dan kedamaian, menekankan esensi toleransi dan pemahaman. Analisisnya menyoroti sisi humanistik Islam.

Pengertian Islam Menurut Abdurrahman Wahid (Gus Dur):

Abdurrahman Wahid, seorang ulama Indonesia, mengartikan Islam sebagai agama rahmatan lil-alamin, yang mengajarkan kedamaian dan toleransi. Analisisnya menunjukkan pendekatan inklusif terhadap pluralitas dalam masyarakat.

Analisis keseluruhan menunjukkan keragaman pandangan dalam mendefinisikan Islam, mencerminkan kompleksitas dan konteks historis serta interpretatif yang melibatkan para ahli tersebut.

Islam adalah agama samawi yang mengajarkan keesaan Tuhan (Allah), risalah-Nya melalui Nabi Muhammad, kitab-Nya (Al-Qur'an), dan norma-norma etika yang mengatur aspek spiritual, sosial, dan moral kehidupan umatnya, dengan fokus pada ketaatan, keadilan, dan kasih sayang.

Contoh Kasus:

Seorang individu yang awalnya sangat taat beribadah dan memiliki tingkat keimanan yang tinggi kemudian mengalami penurunan keimanan secara drastis.

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi:

1. Lingkungan Sosial:

   - *Pengaruh Teman dan Keluarga:* Perubahan lingkungan sosial yang kurang mendukung praktik keagamaan dapat mempengaruhi keimanan seseorang. Pengaruh teman yang kurang religius atau dukungan keluarga yang lemah bisa menjadi faktor negatif.

2. Krisis Identitas atau Krisis Kepercayaan:

   - *Krisis Pribadi:* Pengalaman krisis identitas, kehilangan orang terdekat, atau peristiwa traumatis dapat merangsang pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang mempengaruhi keyakinan keagamaan.

3. Pengetahuan dan Pemahaman Agama:

   - *Kurangnya Pemahaman Agama:* Keterbatasan pengetahuan atau pemahaman yang dangkal terhadap ajaran agama bisa membuat seseorang mudah terpengaruh oleh pandangan negatif atau keraguan.

4. Tantangan Hidup:

   - *Tantangan Ekonomi atau Kesehatan:* Kesulitan dalam aspek kehidupan seperti masalah ekonomi atau kesehatan dapat menguji keimanan seseorang, terutama jika mereka merasa bahwa keadaan sulit adalah bentuk ketidakadilan dari Tuhan.

5. Pengalaman Spiritual:

   - *Kekeringan Spiritual:* Kekeringan spiritual atau kurangnya pengalaman positif dalam ibadah dapat membuat seseorang kehilangan motivasi untuk beribadah dan merasa jauh dari Tuhan.

Melalui analisis ini, kita dapat memahami bahwa keimanan seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor kompleks, baik dari segi lingkungan sosial, pengalaman pribadi, pemahaman agama, dan tantangan hidup yang dihadapi. Pendekatan holistik diperlukan untuk membantu memahami dan mendukung individu dalam mempertahankan atau meningkatkan keimanan mereka.

Akhlakul Karimah (Terpuji):

Contoh akhlakul karimah melibatkan perilaku dan sifat-sifat yang dianggap terpuji dalam Islam. Salah satu contohnya adalah **sikap tawadhu' (kesederhanaan)**. Seseorang yang memiliki akhlak tawadhu' tidak sombong dan tidak merendahkan orang lain. Mereka menerima keberhasilan dengan rendah hati dan menghormati semua orang tanpa memandang status sosial.

Implementasi dalam Kehidupan Sosial:

- Kerjasama yang Baik: Sikap tawadhu' dapat memperkuat kerjasama dalam kelompok masyarakat, karena orang-orang yang tawadhu' cenderung lebih mudah bekerja sama dan saling mendukung.

- Penghargaan Terhadap Keragaman: Tawadhu' membantu seseorang untuk menghargai perbedaan dan menghormati pandangan serta kontribusi setiap individu dalam masyarakat.

Akhlak Mazmumah (Tercela):

Contoh akhlak mazmumah melibatkan perilaku dan sifat-sifat yang dianggap tercela dalam Islam. Salah satu contohnya adalah **kesombongan (kibr)**. Individu yang sombong cenderung merendahkan orang lain, merasa lebih tinggi nilainya, dan sulit menerima kritik.

Implementasi dalam Kehidupan Sosial:

- Pembentukan Ketidakharmonisan: Sikap sombong dapat menciptakan ketidakharmonisan dalam masyarakat karena individu yang sombong cenderung tidak dapat bekerja sama dengan baik dan merusak hubungan interpersonal.

- Diskriminasi dan Ketidakadilan: Kesombongan dapat memicu perilaku diskriminatif dan ketidakadilan dalam masyarakat, karena individu yang sombong mungkin cenderung meremehkan atau mengabaikan hak-hak orang lain.

Implementasi akhlakul karimah dan upaya untuk menghindari akhlak mazmumah penting untuk menciptakan masyarakat yang berdasarkan nilai-nilai keadilan, kerjasama, dan saling menghormati.

HASIL REVIEW BUKU MODERENISASI, TRADISI DAN IFENTITAS KOMPLIKASI HUKUM ISLAM DAN PRAKTEK HUKUM DI PERADILAN AGAMA INDONESIA 

Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia di mana angka penduduk beragama Islam mencapai 95 persen (Republika: 2016). Selain itu Indonesia juga mengalami modernisasi hukum keluarga. Sebagai implikasi dari politik pemerintah Orde Baru, upaya pembaruan hukum keluarga Islam di Indonesia terlihat begitu massif. Mulai dari perumusan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang secara substantif memperbarui norma norma hukum yang ada. Di mana sebelumnya juga diberlakukan UU hukum keluarga terjadi ketika UU Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pendaftaran Nikah, Talak, dan Cerai disahkan dan diberlakukan di seluruh Jawa.

Setelah diakuinya Peradilan Agama sebagai bagian dari sistem kehakiman Indonesia pada 1989, ini menjadi awal dari modernisasi hukum keluarga Islam. Meskipun Pengadilan Agama saat itu tidak memiliki kekuatan eksekutorial dan putusannya harus dikuatkan oleh Pengadilan Negeri. UU ini tidak hanya memperkuat kedudukan Peradilan Agama di Indonesia tetapi juga menyatukan yurisdiksinya. Dengan perluasan hak hukum ini, para hakim Pengadilan Agama memerlukan hukum substantif sebagai alat rujukan ketika membuat putusan (h. 21). Atas dasar itu, dirumuskan lah Kompilasi Hukum Islam (KHI) melalui Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 yang merupakan pegangan bagi para hakim agama dalam memutus perkara di Pengadilan Agama.

Buku yang bertajuk Modernization Indonesian Religious Courts ini memotret secara komprehensif hukum keluarga Islam di Indonesia, terutama di Peradilan Agama. Mulai dari proses modernisasi, tradisi yang ada di masyarakat, dan identitas keislaman para penegak hukum. Kemampuan penulis untuk mengelaborasi bahan-bahan yang tersebar di lapangan melalui studi empiris di Pengadilan Agama dan dokumen-dokumen kepustakaan yang selama ini ada menjadikan buku ini berbeda dari buku-buku lain.

Hakim Pengadilan Agama kesulitan menginternalisasikan norma-norma KHI dikarenakan masih adanya dualism cara pandang masyarakat muslim Indonesia. Mereka masih melakukan dikotomi antara hukum Islam dengan hukum positif. Akibatnya munculnya ketidakpastian yang muncul dalam berbagai kasus yang ditangani di pengadilan. Mereka memandang bahwa hukum Islam sebagai satu satunya norma yang menentukan keabsahan Tindakan hukum mereka. Sedangkan hukum positif dinilai hanya sebagai hukum yang mengatur aturan administratif saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun