Implementasi dalam Kehidupan Sosial:
- Pembentukan Ketidakharmonisan: Sikap sombong dapat menciptakan ketidakharmonisan dalam masyarakat karena individu yang sombong cenderung tidak dapat bekerja sama dengan baik dan merusak hubungan interpersonal.
- Diskriminasi dan Ketidakadilan: Kesombongan dapat memicu perilaku diskriminatif dan ketidakadilan dalam masyarakat, karena individu yang sombong mungkin cenderung meremehkan atau mengabaikan hak-hak orang lain.
Implementasi akhlakul karimah dan upaya untuk menghindari akhlak mazmumah penting untuk menciptakan masyarakat yang berdasarkan nilai-nilai keadilan, kerjasama, dan saling menghormati.
HASIL REVIEW BUKU MODERENISASI, TRADISI DAN IFENTITAS KOMPLIKASI HUKUM ISLAM DAN PRAKTEK HUKUM DI PERADILAN AGAMA INDONESIAÂ
Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia di mana angka penduduk beragama Islam mencapai 95 persen (Republika: 2016). Selain itu Indonesia juga mengalami modernisasi hukum keluarga. Sebagai implikasi dari politik pemerintah Orde Baru, upaya pembaruan hukum keluarga Islam di Indonesia terlihat begitu massif. Mulai dari perumusan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang secara substantif memperbarui norma norma hukum yang ada. Di mana sebelumnya juga diberlakukan UU hukum keluarga terjadi ketika UU Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pendaftaran Nikah, Talak, dan Cerai disahkan dan diberlakukan di seluruh Jawa.
Setelah diakuinya Peradilan Agama sebagai bagian dari sistem kehakiman Indonesia pada 1989, ini menjadi awal dari modernisasi hukum keluarga Islam. Meskipun Pengadilan Agama saat itu tidak memiliki kekuatan eksekutorial dan putusannya harus dikuatkan oleh Pengadilan Negeri. UU ini tidak hanya memperkuat kedudukan Peradilan Agama di Indonesia tetapi juga menyatukan yurisdiksinya. Dengan perluasan hak hukum ini, para hakim Pengadilan Agama memerlukan hukum substantif sebagai alat rujukan ketika membuat putusan (h. 21). Atas dasar itu, dirumuskan lah Kompilasi Hukum Islam (KHI) melalui Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 yang merupakan pegangan bagi para hakim agama dalam memutus perkara di Pengadilan Agama.
Buku yang bertajuk Modernization Indonesian Religious Courts ini memotret secara komprehensif hukum keluarga Islam di Indonesia, terutama di Peradilan Agama. Mulai dari proses modernisasi, tradisi yang ada di masyarakat, dan identitas keislaman para penegak hukum. Kemampuan penulis untuk mengelaborasi bahan-bahan yang tersebar di lapangan melalui studi empiris di Pengadilan Agama dan dokumen-dokumen kepustakaan yang selama ini ada menjadikan buku ini berbeda dari buku-buku lain.
Hakim Pengadilan Agama kesulitan menginternalisasikan norma-norma KHI dikarenakan masih adanya dualism cara pandang masyarakat muslim Indonesia. Mereka masih melakukan dikotomi antara hukum Islam dengan hukum positif. Akibatnya munculnya ketidakpastian yang muncul dalam berbagai kasus yang ditangani di pengadilan. Mereka memandang bahwa hukum Islam sebagai satu satunya norma yang menentukan keabsahan Tindakan hukum mereka. Sedangkan hukum positif dinilai hanya sebagai hukum yang mengatur aturan administratif saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H