Peralihan unsur-unsur krusial secara teologis di dalam cerita Bahtera Nuh dan bencana air bah ini mulai terlihat pada tradisi agama Samawi. Kitab Talmud yang merupakan rujukan utama umat Yahudi mengenai hukum dan keagamaan serta tuntunan hidup memberikan deskripsi mengenai bagaimana kisah air bah ini berlangsung.Â
Dikatakan di dalamnya bahwa Nuh diperintahkan oleh tuhannya, Yahweh (dapat disebut sebagai Elohim juga), untuk memperingatkan umatnya mengenai kedatangan bencana air bah yang disebabkan oleh memudarnya keimanan umat Nuh terhadap Yahweh.Â
Untuk menunjukkan keseriusannya dalam memperingatkan umatnya, Nuh telah menanamkan pohon aras 120 tahun sebelum datangnya air bah, namun upaya ini gagal untuk meyakinkan mayoritas umatnya agar mau kembali beriman kepada Yahweh.
Versi cerita Nuh dalam tradisi Yahudi ini adalah upaya awal tradisi agama Samawi dalam menyelaraskan kisah bencana air bah dengan ajaran monoteisme yang dibawakannya.Â
Jika sebelumnya air bah merupakan hukuman yang datang dari para dewa (entah secara kolektif maupun individual ketika terjadi ketidaksepahaman di antara mereka) untuk membinasakan seluruh manusia yang dinilai telah merusak bumi seiring dengan pertumbuhan populasinya, dalam tradisi agama Samawi pangkal penyebab air bah ini adalah ketidakberimanan manusia terhadap keesaan tuhan (dalam konteks ini yang bernama Yahweh atau Elohim).
Dalam tradisi Kristen (melanjutkan kisah yang telah termuat dalam tradisi Yahudi), dijelaskan dalam Kejadian 6:15 mengenai ukuran bahtera Nuh dengan panjang 300 hasta, lebar 50 hasta, dan tinggi 30 hasta dengan satu hasta memiliki penafsiran yang berbeda mengenai padanan ukurannya.Â
Dalam Kejadian 6:14 dijelaskan mengenai penggunaan kayu Gofir sebagai bahan untuk membangun bahtera tersebut, namun lagi-lagi muncul berbagai dugaan mengenai jenis kayu ini dan pohon asalnya. Masa pembuatan bahtera ditafsir berdasarkan Kejadian 6:3, yakni 120 tahun. Akan tetapi angka ini masih terus diperdebatkan.Â
Yang jelas selama periode pembangunan bahtera ini, Nuh terus berupaya untuk menyadarkan umatnya mengenai keingkaran mereka terhadap Allah dan boleh jadi bahtera ini adalah rencana darurat andai mereka tak kunjung bertaubat hingga hari datangnya air bah.
Penggunaan kisah Bahtera Nuh dalam tradisi Kristen lebih ditujukan sebagai penjelasan alegoris terhadap kekristenan itu sendiri. Dalam Petrus 3:20-21 dijelaskan mengenai bagaimana umat Kristen dapat memaknai hubungan simbolik antara bahtera yang menyelamatkan umat Nuh dari bencana air bah dengan pembaptisan yang menyelamatkan komitmen kekristenan melalui pertobatan yang taat dan terlepas dari keduniawian.
Di dalam ajaran Islam, kisah bahtera Nuh termuat dalam berbagai surah di Al-Qur'an. Misalnya saja surah Al-Ankabut ayat 14 -- 15 yang menceritakan bagaimana Nuh diutus oleh Allah untuk tinggal di antara kaumnya selama sekitar 950 tahun dalam rangka memberikan peringatan kepada mereka agar mau kembali ke jalan Allah sebelum akhirnya menyelamatkan dirinya dan orang-orang beriman dari azab air bah yang Allah kirimkan menggunakan bahtera.
Surah Hud ayat 26 -- 48 memberikan detail yang lebih mendalam mengenai bagaimana mayoritas kaum Nuh melakukan perlawanan terhadap dakwahnya dengan cara menantangnya agar segera mendatangkan azab yang diperingatkannya tersebut.Â