Mohon tunggu...
Satya Anggara
Satya Anggara Mohon Tunggu... Lainnya - Academic Researcher and Investor

Menyajikan tulisan seputar dunia investasi, bisnis, sosial, politik, humaniora, dan filsafat. Untuk korespondensi lebih lanjut, silahkan hubungi melalui kontak yang tertera di sini.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Bincang Bareng Emiten Pasar Saham: Mengenal Lebih Dekat PT Sillo Maritime Perdana Tbk (SHIP)

11 Februari 2021   12:36 Diperbarui: 11 Februari 2021   12:40 1238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi pelaku di pasar saham sejak awal tahun 2021 ini mirip seperti menaiki rollercoaster yang melaju 100 km/jam, bergerak naik hingga menyentuh ketinggian 100 meter dengan elevasi di atas 45 derajat, meluncur turun dengan kemiringan yang lebih curam, untuk kemudian membawa Anda berputar ke mana-mana, sebelum akhirnya tiba di titik awal keberangkatan.

Artinya, kendati Anda mungkin merasakan adrenalin Anda terpompa sedemikian rupa, pada akhirnya Anda tidak mengalami perpindahan lebih jauh dari orang yang sedari awal duduk manis di pinggir wahana rollercoaster tadi.

Yang mungkin membedakan orang tersebut dari Anda adalah bahwa selama Anda pegal mengantre menunggu giliran menaiki rollercoaster, ia mungkin sedang mempelajari laporan keuangan dan bisnis dari taman hiburan ini untuk melihat kemungkinan berinvestasi di sini.

Selama paling tidak dua bulan ini, berita silih berganti menampilkan berbagai macam prospek yang akan dialami oleh berbagai emiten di pasar saham. Tengok misalnya BRIS dan prospeknya sebagai bank syariah terbesar di Indonesia pasca merger.

Ada juga saham emiten farmasi seperti KAEF dan KLBF yang dipompa sedemikian kencangnya hanya karena prospek vaksinasi dan kebutuhan akan alat kesehatan serta layanan tes. Lagi-lagi, para partisipan yang berspekulasi pada saham semacam ini tidak mampu membekali dirinya dengan pengetahuan dan pemahaman yang memadai dan malah sibuk mencari pinjaman sana-sini.

Ujung-ujungnya, fenomena FOMO (fear of missing out) semacam ini menyebabkan tidak sedikit orang mengalami kerugian jutaan hingga miliaran. Beberapa kolega penulis yang awalnya sering membagikan screenshot portfolio mereka yang sempat cuan di penghujung tahun 2020 kini sebagian harus menelan pil pahit ketika saham-saham FOMO pilihan mereka mengalami Auto Reject Bawah (ARB) selama beberapa hari berturut-turut.

Bagi yang tidak tahu apa itu FOMO dan ARB, istilah pertama merujuk pada tekanan psikologis yang mendera pelaku pasar modal ketika melihat harga suatu instrumen (dalam hal ini saham) terus bergerak naik sementara ia belum sempat membeli instrumen tersebut sebelumnya. Hal ini kadang memicu mereka untuk membeli instrumen tersebut saat harganya sedang tinggi-tingginya alias mahal dengan harapan bahwa mereka masih dapat menikmati momentum apresiasi tersebut.

ARB adalah istilah untuk menggambarkan situasi ketika harga harian instrumen investasi, biasanya saham, berada pada titik koreksi terendah yang diperbolehkan regulator (saat ini sekitar minus 6 – 7 % per harinya). Pada situasi ini biasanya tidak ada pelaku lain yang berani membeli dengan harga di atas harga ARB sehingga otomatis instrumen yang bersangkutan menjadi tidak likuid.

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan informasi, kita turut menyaksikan pertumbuhan signifikan dari jumlah partisipan di pasar modal sebagai akibat dari liberalisasi dan demokratisasi pasar yang bersangkutan. Kini pemodal besar seperti institusi maupun pemodal kecil seperti mahasiswa sekalipun dapat berinvestasi dengan modal receh berkat lahirnya bermacam platform investasi.

Yang kemudian luput dari perhatian sebagian investor, khususnya mereka yang baru mulai, adalah pemahaman mendasar mengenai apa itu investasi. Tanpa disadari, investasi kerap dipandang lebih sebagai kegiatan jual-beli di mana tugas seorang investor adalah membeli suatu instrumen untuk kemudian mencari pembeli selanjutnya yang berani membayar dengan harga yang lebih mahal untuk instrumen tersebut.

Itu sebabnya, berinvestasi saham di Indonesia sulit dilepaskan dari diskusi tunggal mengenai apakah harga suatu saham sedang murah atau mahal. Riset yang sangat dangkal dan hanya berkutat mengenai harga tentunya konyol, sebab jika orang-orang yang sama ini hendak membeli gadget atau kendaraan, mereka rela melakukan riset yang lebih serius dan mendalam.

Lantas, mengapa dengan instrumen investasi keuletan yang sama tidak dapat diterapkan? Mengapa beberapa investor hanya bergantung sepenuhnya pada rekomendasi harian para analis? Jawaban sederhananya mungkin dapat direduksi menjadi dua hal, yakni perasaan inferior dan kemalasan.

Seorang investor mungkin merasa kurang pandai sehingga menyerahkan sepenuhnya analisis dan rekomendasi kepada pihak lain. Ia bisa juga merasa malas karena harus berurusan dengan angka dan data kualitatif, sesuatu yang mungkin ia benci sejak zaman sekolah.

Mempelajari instrumen investasi seperti saham tidak sebatas hanya melihat pergerakan harganya. Anda juga dituntut untuk memahami bisnis yang digeluti emiten yang bersangkutan, industrinya, dan kondisi ekonomi kontemporer. Apabila aspek pergerakan harga lebih banyak Anda pelajari melalui analisis teknikal seperti dengan melihat candle stick atau moving average, aspek-aspek lainnya perlu Anda gali melalui analisis fundamental.

Berinvestasi saham mengasumsikan lembaran saham yang Anda miliki tidak sebatas tiket lotre, melainkan bagian kepemilikan atas suatu perusahaan. Anda tidak sebatas mengharapkan apresiasi harga saham, melainkan juga pertumbuhan bisnis perusahaan tersebut.

Anda terlebih dahulu wajib mengetahui perusahaannya, bagaimana ia berbisnis, dan apa saja plus-minus yang menjadi pertimbangan utama Anda dalam membuat keputusan untuk berinvestasi pada perusahaan ini. Indikator seperti Price to Earning Ratio (PER), Return on Asset (ROA), dan sebagainya hanya akan berarti ketika Anda telah memiliki pemahaman kualitatif atas emiten yang bersangkutan.

Tanpa pemahaman ini, indikator fundamental sekalipun hanya akan menjelma menjadi indikator teknikal yang membuat keputusan investasi Anda semata-mata hanya bergantung pada ke arah harga saham bergerak esok hari, sesuatu yang hampir mustahil untuk dilakukan secara benar dan konsisten.

Ada berbagai cara untuk melakukan analisis fundamental. Anda dapat mulai dengan membaca laporan keuangan perusahaan terkait, melihat data ekonomi, melakukan riset pasar, dan sebagainya. Salah satu yang sebenarnya cukup ampuh dalam membangun pemahaman komprehensif dan mendalam namun kurang populer saat ini adalah metode scuttlebutt yang diprakarsai oleh Philip Fisher.

Metode ini mengharuskan seorang investor untuk tidak hanya membaca laporan keuangan dan menyimak berita, namun juga aktif mendatangi dan bertanya langsung kepada perusahaan yang diminatinya dan berbagai pihak lain seperti misalnya konsumen. Hal ini didasari fakta bahwa tidak semua hal penting telah diungkap dalam laporan keuangan sekalipun. Pihak perusahaan mungkin memiliki data lain yang dapat melengkapi pemahaman sang investor dan oleh karenanya ia perlu bertanya langsung ke sana.

Sebagai pelaku pasar yang tergolong baru dalam hal menerapkan metode scuttlebutt, penulis tertarik untuk membagikan setiap hasil penelusuran menggunakan metode ini melalui kanal-kanal seperti Kompasiana atau YouTube dengan tajuk “Bincang Bareng Emiten”, di mana penulis membagikan hasil wawancara penulis dengan berbagai emiten berikut informasi lainnya yang dirasa penting dari sumber tertulis seperti misalnya laporan keuangan.

Pembaca mungkin bertanya-tanya, mengapa hasil analisis semacam ini penulis bagikan secara gratis alih-alih dijual kepada institusi atau investor besar yang mungkin tertarik dan berani membayar mahal. Jawaban sederhananya, apa yang penulis coba lakukan melalui tajuk “Bincang Bareng Emiten” ini hanyalah sebuah community service untuk membantu menyeimbangkan arus informasi dan pemahaman di tengah masyarakat, khususnya komunitas investor saham.

Tulisan semacam ini diharapkan dapat mendorong aktivitas berpikir yang komprehensif dan mendalam bagi setiap investor yang pada giliran selanjutnya diharapkan dapat menciptakan iklim investasi yang lebih sehat.

Sebelum memulai dengan emiten kali ini, PT Sillo Maritime Perdana Tbk (SHIP), beberapa penjelasan perlu diberikan. Tajuk “Bincang Bareng Emiten” disusun dengan menggabungkan informasi pada annual report emiten dengan hasil wawancara. Riset ini sifatnya independen, nirlaba, dan biayanya sepenuhnya dikeluarkan oleh penulis. Tanpa berlama-lama lagi, mari mulai dari data yang ada di annual report.

SHIP merupakan emiten yang bergerak di bidang jasa pelayaran, dalam hal ini penyewaan armada kapal dan jasa keagenan dengan pemilik kapal lain untuk menunjang industri minyak dan gas bumi. Artinya, selain menyewakan armada secara langsung untuk industri migas, SHIP juga membantu perusahaan sejenis yang baru merintis untuk terhubung dengan pihak penyewa.

SHIP mengandalkan kontrak sewa jangka pendek dan jangka panjang dengan sistem tender sebagai sumber pemasukan utama. Kliennya termasuk juga salah satunya PT Pertamina Hulu Energi OSES.

Perusahaan saat ini memiliki 16 kapal berbagai jenis untuk keperluan lifting migas seperti tug boat, floating storage offloading, dan liquefield gas carrier. Saat penyewaan kapal, biasanya perusahaan juga menyediakan tenaga kerja.

Karena skema sewanya adalah time charter, sudah ditentukan sejak awal mengenai periode sewa kapal dan tarifnya. Apabila terdapat pengeluaran ekstra, biaya tersebut akan ditagih belakangan.

Saat ini, di tengah pengembangan bisnis sewa kapal dan keagenan, SHIP juga tengah gencar melakukan diversifikasi usaha melalui pendirian PT Niaga Maritim Indonesia yang bergerak di bidang suku cadang dan perlengkapan kapal. Selain anak usaha ini, anak usaha lain seperti PT Suasa benua Sukses didirikan dan turut memiliki kapalnya sendiri.

Beberapa hal yang perlu dicermati investor pada saat membaca laporan keuangan tahun 2019 adalah sebagai berikut:

  • Terdapat kenaikan signifikan cadangan kas dari USD 5 juta menjadi USD 18 juta.
  • Di sisi lain, terdapat juga peningkatan piutang usaha lancar dari USD 5 juta menjadi USD 9 juta, sesuatu yang mengindikasikan adanya penurunan kualitas penjualan perusahaan.
  • Utang usaha perusahaan sendiri naik dari USD 2 juta menjadi USD 4 juta, sedangkan porsi utang bank jangka panjang masih sebesar USD 75 juta yang sebagian besar digunakan untuk belanja kapal dan refinancing utang lama.
  • Utang bank jangka panjang ini berdampak pada besarnya beban bunga pada laporan laba-rugi yang masih sekitar 20% dari laba usaha atau sebesar USD 6 juta per tahunnya.

Setelah membekali diri penulis dengan data-data penting dari annual report, penulis kemudian menghubungi perusahaan melalui e-mail untuk meminta kesediaan perusahaan dalam menjawab beberapa pertanyaan lanjutan dari penulis. Perusahaan menyambut baik permintaan ini dan telah mengirimkan jawabannya bulan Januari lalu. Berikut adalah penjelasannya:

Terkait dengan lini bisnis keagenan, perusahaan menyatakan bahwa kelebihan lini bisnis ini ada pada pengalaman perusahaan serta kemampuan perusahaan dalam membantu perusahaan perintis di bidang pelayaran untuk mencari konsumen. Hal ini menurut penulis memiliki dampak positif lain karena perusahaan tidak perlu melakukan belanja modal sebesar lini bisnis penyewaan.

Kekurangan dari lini bisnis keagenan menurut perusahaan ada pada sifat kontraknya, yaitu back to back, di mana perusahaan dibebankan tanggung jawab yang sama seperti penyedia kapal dan klausul perjanjian juga harus mengikuti arahan penyewa.

Terkait dengan kontrak sewa, rata-rata durasinya adalah tiga tahun. Ini untuk memastikan kelancaran pemasukan perusahaan setiap tahunnya dan untuk melindungi perusahaan dari fluktuasi ekonomi jangka pendek.

Uniknya dari uraian SHIP, siklus bisnis migas tidak memiliki dampak signifikan terhadap pendapatan dari setiap armada. Ini karena berapa pun harga migas, kapal tetap disewa guna memenuhi target lifting yang ditentukan pemerintah kepada perusahaan migas.

Metode scuttlebutt tidak akan lengkap tanpa data mengenai kompetitor dan itulah yang penulis tanyakan kepada perusahaan. SHIP menyatakan bahwa pesaing saat ini dari kalangan perusahaan terbuka mencakup PT Buana Lintas Lautan Tbk (BULL), PT Soechi Lines Tbk (SOCI), PT Wintemar Offshore Marine Tbk (WINS), dan PT Logindo Samudramakmur Tbk (LEAD).

Pengetahuan mengenai kompetitor perlu diberi penekanan lebih di sini. Pengetahuan ini bukan hanya berguna untuk menilai kemampuan kompetitif perusahaan yang sedang Anda pelajari (dalam kasus ini, SHIP), melainkan juga membantu Anda dalam menemukan perusahaan sejenis yang boleh jadi lebih menarik dan layak untuk menjadi kendaraan investasi Anda. Itu mengapa, selalu tanyakan hal ini.

Beralih ke data selanjutnya. Lonjakan pendapatan bersih dari lini bisnis keagenan pada tahun 2019 dari sebelumnya USD 1 juta menjadi USD 10 juta disebabkan oleh perolehan kontrak baru anak usaha SHIP, PT Suasa Benua Sukses, dengan ENI East Sepinggan. Hal ini berkontribusi pada kenaikan pendapatan bersih 2019 dari USD 67 juta menjadi USD 90 juta.

Akan tetapi, memasuki tahun 2020, kontrak keagenan dengan ENI Muara Bakau BV telah berakhir. Kendati demikian, lini bisnis jasa penyewaan yang memberikan margin laba lebih besar berhasil memperoleh kontrak dengan pelanggan baru seperti Saka Energi Muriah Ltd sehingga laba bersih masih terjaga.

Terkait dengan tata cara pengakuan pendapatan perusahaan, SHIP menyatakan bahwa pendapatan diakui sejak kapal on-hire dengan tagihan diperoleh setiap bulan selama kontrak.

Sejalan dengan pandemi COVID-19, terdapat beberapa tagihan yang ditunda penagihannya yang memicu pembengkakan lanjutan dari piutang usaha menjadi sebesar USD 11 juta pada Kuartal 3 2020. Akan tetapi pada saat wawancara, perusahaan menyatakan bahwa tagihan terkait sudah dilunasi sehingga dampaknya diprediksi akan terlihat pada laporan keuangan tahun 2020.

Pada pertanyaan menyangkut kekhawatiran atas besarnya utang bank dan beban bunga, perusahaan belum memberikan jawaban yang memadai dan jelas. Perusahaan hanya menyampaikan bahwa pengambilan utang telah dipertimbangkan dengan baik sebelumnya.

Perusahaan juga belum merinci kelemahan dari kontrak sewa kapal jangka panjang, terlepas dari keunggulannya dalam hal memastikan pemasukan setiap tahunnya bagi perusahaan.

Dalam rangka diversifikasi, selain pembentukan PT Niaga Maritim Indonesia yang bergerak di bidang suku cadang kapal, SHIP juga berencana untuk memasuki industri penyediaan menara pengeboran lepas pantai, geophysical survey, dan sejenisnya. Akan tetapi rencana ini belum dapat dipastikan kapan akan dijalankan mengingat perusahaan saat ini masih fokus dengan bisnis utamanya.

Perusahaan menutup jawabannya dengan menyatakan bahwa terkait dengan kondisi pandemi saat ini, perusahaan akan lebih selektif dalam melakukan belanja modal. Kendati tidak terdapat kekhawatiran mengenai penurunan permintaan sewa kapal karena adanya kontrak jangka panjang, perusahaan tidak dapat serta-merta melakukan belanja modal sebesar tahun-tahun sebelumnya.

Melihat dari data-data ini, SHIP dapat dikatakan sebagai perusahaan yang agak hati-hati dalam melakukan ekspansi bisnis. Kendati terdapat optimisme mengenai nihilnya gangguan pandemi terhadap bisnis perusahaan, SHIP tidak serta-merta mengambil kebijakan agresif seperti perusahaan lain yang bahkan beberapa berani melakukan right issue saham baru guna memperbesar belanja modalnya.

Secara historis, SHIP memang terbukti mampu menyeimbangkan porsi utang sehingga kendati pertumbuhan pendapatannya lambat pada beberapa tahun, posisi ekuitas dan aset mampu secara konsisten merangkak naik.

Pada tahun 2016 misalnya, SHIP memiliki aset sebesar Rp. 1.3 triliun dengan Rp. 620 miliar di antaranya berbentuk ekuitas. Pada tahun 2020, asetnya telah tumbuh nyaris tiga kali lipat menjadi Rp. 3.6 triliun dengan ekuitas tumbuh tiga kali lipat pula menjadi Rp. 1.9 triliun.

Melihat betapa mudanya SHIP di industri perkapalan ini (baru memiliki kapal pertama di tahun 2008), masih terdapat kemungkinan pertumbuhan di masa depan seiring dengan tumbuhnya target lifting migas. Hal ini tentu berdampak baik bagi pendapatan dan laba bersih perusahaan yang telah meningkat dari sebelumnya di tahun 2016 masing-masing sebesar Rp. 152 miliar dan Rp. 54 miliar menjadi masing-masing sebesar Rp. 585 miliar dan Rp. 120 miliar pada Kuartal 3 2020.

Hal ini juga akan menjadi kabar baik bagi para pencari saham berdividen sebab SHIP selama dua tahun terakhir mulai rutin membagikan dividen. Yang harus dimaklumi dalam waktu dekat mungkin adalah yield-nya yang hanya sebesar 2% karena sebagian besar pemasukan dialokasikan perusahaan untuk reinvestasi.

Selama SHIP mampu menjaga Net Profit Margin sebesar 20%, besar kemungkinan SHIP akan mampu melalui krisis akibat pandemi COVID-19 secara mulus dengan potensi pertumbuhan yang masih terbuka lebar. Terlebih, kendati SHIP mengurangi belanja sepanjang 2020, perusahaan ini masih mampu membeli kapal dari perusahaan lain.

Hal ini tentunya akan memperkuat bisnis SHIP sembari di saat bersamaan mengurangi kemampuan perusahaan penjual kapal untuk bersaing dengan SHIP begitu situasi ekonomi membaik.

Kendati demikian, catatan penting perlu ditekankan terkait dengan porsi utang SHIP yang besar, utamanya menyangkut pinjaman bank jangka panjang. Apabila tidak dimitigasi dengan baik, bukan tidak mungkin utang ini akan menjadi blunder bagi perusahaan ke depannya.

Ini bukan hanya dikarenakan besarnya beban bunga yang penulis singgung di awal, melainkan juga karena sebagian utang ini dijaminkan menggunakan aset seperti kapal dan piutang usaha. Artinya, jika timbul gagal bayar, efeknya bukan hanya terasa pada balance sheet, melainkan juga income statement. Potensi efek domino ini perlu selalu dipantau oleh investor yang meminati saham SHIP.

Akhir kata, penulis tidak akan meninggalkan rekomendasi apapun sebagai penutup tulisan ini. Penulis tidak ingin terjebak menjadi analis lain yang suka meninggalkan rekomendasi buy, sell, atau hold dengan target price sekian-sekian. Selain karena faktor pemahaman dan selera setiap orang yang berbeda-beda, penulis merasa apa yang disampaikan di sini belum cukup konklusif untuk dikerucutkan menjadi suatu rekomendasi.

Ini karena bagian lain dari scuttlebutt ada pada company visit dan wawancara dengan konsumen, sesuatu yang mustahil dilakukan saat ini di tengah pandemi. Tanpanya, paparan manajemen tidak berarti banyak dari sisi pembuktian.

Untuk itu, penulis berharap agar siapapun yang meminati saham ini untuk dapat meluangkan lebih banyak waktu untuk kembali melengkapi data yang sudah ada di sini. Ke depannya juga penulis mungkin akan kembali mengulas SHIP jika ada data baru yang penting dan berpotensi mengubah gambaran besar mengenai SHIP.

Alternatif lainnya, penulis juga dapat menyajikan ulasan mengenai emiten lain apabila ke depannya ada perusahaan lain yang bersedia untuk penulis wawancarai. Untuk sekarang, semoga tulisan yang agak panjang ini bermanfaat bagi para pembaca. Apabila ada yang hendak ditanyakan, jangan sungkan untuk disampaikan melalui kolom komentar atau korespondensi langsung kepada penulis. Sekian…

Referensi

Annual Report 2019 PT Sillo Maritime Perdana Tbk.

Hasil Wawancara dengan PT Sillo Maritime Perdana Tbk.

Fisher, P. (1996). Common Stocks and Uncommon Profits and Other Writings. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun