Tidak ketinggalan pula, selalu bandingkan laporan laba-rugi dengan laporan arus kas. Walaupun perusahaan melaporkan kinerja positif, belum tentu hal tersebut dapat diterjemahkan pula pada arus kasnya.
Beberapa perusahaan, misalnya, dapat menutupi piutang usaha yang terlalu besar akibat transaksi penjualan secara kredit dengan cara mengambil pinjaman bank untuk menggemukkan cadangan kasnya. Tanpa pembacaan secara teliti, pembaca mungkin akan salah mengira mana perusahaan yang bagus dan mana yang jelek.
Daftar ini tentu jauh dari kata “lengkap” dan ke depannya mungkin penulis akan membuat artikel lain untuk meneruskan daftar ini. Namun untuk sementara, ini adalah sejumlah trik yang cukup umum dipraktikkan oleh perusahaan yang menurut penulis perlu disadari oleh setiap investor
Selain berharap pembaca dari kalangan investor awam dapat lebih memahami persoalan ini, penulis juga berharap dalam RUPS berikutnya yang penulis hadiri akan muncul diskusi-diskusi yang lebih berkualitas antara pemegang saham dengan petinggi perusahaan.
Tidak ketinggalan, penulis berharap budaya investasi di Indonesia dapat secara perlahan bergeser ke arah yang lebih positif dalam arti bahwa investor dapat menjadi lebih independen dalam berinvestasi, tidak hanya mendasari pilihannya pada rekomendasi analis atau bandar, namun juga pada hasil riset pribadi yang mereka lakukan.
Dalam banyak kasus, penulis menemui beberapa orang teman yang memutuskan sesuatu terkait portfolionya semata-mata karena analis atau bandar berkata demikian. Hal ini, menurut hemat penulis, merupakan salah satu alasan utama mengapa kasus-kasus seperti yang terjadi dengan Jouska dan kliennya selalu terulang.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Sekian…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H