“Ya tujuh tahun kemarin tidak ada pandemi, tapi kenapa tidak dibagi juga? Apa susahnya perusahaan membagi jatah dividen yang harusnya untuk tujuh tahun kemarin untuk tahun buku sekarang? Dividen adalah hak pemegang saham, lho.”
Sayangnya MC langsung memotong sesi tanya-jawab tersebut dan pemegang saham langsung dibawa ke sesi voting yang sayangnya juga menyetujui peniadaan dividen untuk tahun ini (lagi).
Penulis mengira si penanya ada benarnya ketika berkata dividen adalah hak pemegang saham (karena pemegang saham adalah pemilik perusahaan, maka bahkan seluruh aset perusahaan adalah milik pemegang saham, bukan hanya dividen). Yang menjadi pertanyaan yang harus dijawab kemudian adalah, berapa besar kepemilikan si pemegang saham pada perusahaan, dalam hal ini PNIN?
Jawabannya adalah, sangat kecil. Sebagian besar saham PNIN dikuasai langsung oleh entitas induknya, sehingga secara logis keputusan soal dividen mutlak bergantung pada induk. Mungkin jika si penanya tiba-tiba dapat menguasai lebih dari 50% perusahaan, kondisinya dapat diubah.
Tapi mari membahas isu lain yang lebih tak kasat mata. Apakah keuntungan PNIN nyatanya sebesar itu? Tidak kalah penting, kita juga harus bertanya, sebetulnya bagaimana pencatatan keuntungan umumnya dilakukan oleh emiten di Indonesia?
Menjawab pertanyaan pertama, sebagai orang yang cukup “kurang kerjaan”, penulis berkesempatan untuk membaca dan mendalam setiap item pada laporan laba-rugi PNIN sehingga dengan yakin dapat berkata bahwa angka sebenarnya jauh lebih kecil (angka sebenarnya di sini bermakna uang yang betul-betul masuk ke kas perusahaan dari aktivitas bisnisnya).
Artinya, kinerja bisnis PNIN tidak semenguntungkan seperti yang dibayangkan investor awam seperti misalnya penanya tadi (intermezzo: penulis sebetulnya hampir dapat menjelaskan kepada si penanya yang saat itu sedang berbincang dengan penulis mengenai fakta ini. Sayangnya beliau sudah terlalu dongkol dengan manajemen dan buru-buru meninggalkan rapat saat istirahat).
Lalu jika faktanya demikian, bahwa sebenarnya PNIN tidak meraup uang sebanyak yang dilaporkan, mengapa hal tersebut diperbolehkan oleh regulasi?
Jawaban singkatnya, karena definisi keuntungan bagi perusahaan tidak hanya berarti berapa jumlah uang yang diperoleh dari aktivitas bisnis. Ada banyak hal lain yang mempengaruhi seberapa besar keuntungan perusahaan. Oleh karena itu, penulis akan menyajikan sejumlah “trik akuntansi” yang kerap digunakan PNIN dan emiten lain dalam menuliskan laporan laba-ruginya (harap diingat, tidak semua “trik” ini ilegal, sehingga kita juga tidak dapat menuding emiten melakukan manipulasi).
Harapannya, kalangan investor awam seperti penanya tadi dapat lebih memahami sedikit prinsip dari keuntungan bersih perusahaan dan tidak termanipulasi oleh berita atau rekomendasi saham yang didasarkan pada angka ini semata.
(Daftar ini mungkin akan menjadi sangat panjang sehingga penulis berencana untuk memecahnya menjadi beberapa artikel. Apabila pembaca tertarik, silahkan request di kolom komentar.)
- Pendapatan (Revenue) belum tentu 100% dalam bentuk uang