Mohon tunggu...
satria winarah
satria winarah Mohon Tunggu... Programmer - yang mengenal dirinya yang mengenal Tuhannya

Seorang programmer yang membagi hatinya dengan sastra, sejarah, dan militer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kembang Api Tahun Ini

17 Mei 2021   22:38 Diperbarui: 17 Mei 2021   23:02 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bashir menahan Hanna yang hendak berlari ke reruntuhan. “Ummi!!!” jerit Hanna lagi.

Tanpa menjerit, air mata sudah mengalir di pipi Bashir. Tangannya tanpa terasa mencengkeram bahu Hanna dengan kencang agar adiknya itu tidak lari. Sebagai kakak dan sebagai laki-laki, Bashir tahu ibu dan adik bayinya tidak akan selamat. Betapa sulitnya menerima kenyataan itu tanpa air mata. Hatinya seperti ditusuk seribu duri. Tubuh Bashir bergetar dalam tangis yang tak terbendung lagi.

Sementara Hanna, gadis kecil itu masih tidak percaya. Dalam harapnya yang tak masuk akal, Hanna ingin ibunya masih hidup di dalam puing-puing batu itu, begitu juga adik bayi mereka.

Puluhan orang kini sudah membantu menggali dan mengangkat sebagian puing-puing untuk mencari korban. Melihat hal itu Hanna semakin meronta. Jemari mungilnya tiba-tiba sanggup mencongkel cengkeraman Bashir dari bahunya, lalu berlari ke atas reruntuhan.

“Hanna!” Bashir pun segera mengejar Hanna ke atas reruntuhan. “Jangan kesini. Bahaya,” ujar Bashir sambil berusaha menarik adik kecilnya lagi ke jalanan. Tapi itu tidak berguna. Hanna seperti punya kekuatan besar yang mampu mengalahkan tenaga Bashir.

Di atas reruntuhan, Hanna berkeliling mencari segala sesuatu yang bisa menjadi petunjuk keberadaan ibunya. Mungkin saja ada selimut, lemari, atau suatu barang yang mencuat di antara puing-puing yang bisa dijadikan patokan lokasi ibunya berada. Hingga setelah lama mencari, Hanna pun menemukannya. Benda itu adalah tempat tidurnya.

Tempat tidur besi itu tampak mencuat sedikit dengan besi-besi yang penyok. Setelah mendekat, Hanna bisa melihat ujung selimut yang tertutup debu dan reruntuhan.

“Ini dia Bashir! Ini kamar kita!!” teriak Hanna dengan telunjuk mungilnya terarah ke bawah. Bashir segera berlari menuju Hanna.

Bashir segera meraih selimut itu dan berusaha menariknya, tapi ia tak mampu. Sebagian besar selimut benar-benar tertimbun bebatuan.

“Tolong! Ibuku disini. Toloong!!” teriak Bashir kepada warga sekitar yang sedang menggali puing-puing. Dengan cepat para warga pun segera menggali puing-puing di sekitar tempat tidur besi itu. Hanna dan Bashir pun menyingkir dan menyaksikan proses penggalian yang juga mengaduk-aduk hati mereka.

Bashir dan Hana tidak tahu apakah yang mereka nantikan ini sesungguhnya mereka harapkan. Mereka tentu ingin bertemu dengan ibu dan adik bayi mereka lagi, tapi apakah mereka siap melihat kenyataannya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun