Bashir menahan Hanna yang hendak berlari ke reruntuhan. “Ummi!!!” jerit Hanna lagi.
Tanpa menjerit, air mata sudah mengalir di pipi Bashir. Tangannya tanpa terasa mencengkeram bahu Hanna dengan kencang agar adiknya itu tidak lari. Sebagai kakak dan sebagai laki-laki, Bashir tahu ibu dan adik bayinya tidak akan selamat. Betapa sulitnya menerima kenyataan itu tanpa air mata. Hatinya seperti ditusuk seribu duri. Tubuh Bashir bergetar dalam tangis yang tak terbendung lagi.
Sementara Hanna, gadis kecil itu masih tidak percaya. Dalam harapnya yang tak masuk akal, Hanna ingin ibunya masih hidup di dalam puing-puing batu itu, begitu juga adik bayi mereka.
Puluhan orang kini sudah membantu menggali dan mengangkat sebagian puing-puing untuk mencari korban. Melihat hal itu Hanna semakin meronta. Jemari mungilnya tiba-tiba sanggup mencongkel cengkeraman Bashir dari bahunya, lalu berlari ke atas reruntuhan.
“Hanna!” Bashir pun segera mengejar Hanna ke atas reruntuhan. “Jangan kesini. Bahaya,” ujar Bashir sambil berusaha menarik adik kecilnya lagi ke jalanan. Tapi itu tidak berguna. Hanna seperti punya kekuatan besar yang mampu mengalahkan tenaga Bashir.
Di atas reruntuhan, Hanna berkeliling mencari segala sesuatu yang bisa menjadi petunjuk keberadaan ibunya. Mungkin saja ada selimut, lemari, atau suatu barang yang mencuat di antara puing-puing yang bisa dijadikan patokan lokasi ibunya berada. Hingga setelah lama mencari, Hanna pun menemukannya. Benda itu adalah tempat tidurnya.
Tempat tidur besi itu tampak mencuat sedikit dengan besi-besi yang penyok. Setelah mendekat, Hanna bisa melihat ujung selimut yang tertutup debu dan reruntuhan.
“Ini dia Bashir! Ini kamar kita!!” teriak Hanna dengan telunjuk mungilnya terarah ke bawah. Bashir segera berlari menuju Hanna.
Bashir segera meraih selimut itu dan berusaha menariknya, tapi ia tak mampu. Sebagian besar selimut benar-benar tertimbun bebatuan.
“Tolong! Ibuku disini. Toloong!!” teriak Bashir kepada warga sekitar yang sedang menggali puing-puing. Dengan cepat para warga pun segera menggali puing-puing di sekitar tempat tidur besi itu. Hanna dan Bashir pun menyingkir dan menyaksikan proses penggalian yang juga mengaduk-aduk hati mereka.
Bashir dan Hana tidak tahu apakah yang mereka nantikan ini sesungguhnya mereka harapkan. Mereka tentu ingin bertemu dengan ibu dan adik bayi mereka lagi, tapi apakah mereka siap melihat kenyataannya?