Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Mendadak Harry Potter, Manfaat Fiksi Bildungsroman bagi Perkembangan Anak

24 Juli 2024   09:27 Diperbarui: 24 Juli 2024   11:48 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada liburan sekolah lalu, putri saya tiba-tiba mendadak demam Harry Potter. Entah mengapa pada awal liburan ia memohon untuk dipinjamkan beberapa buku seri Harry Potter.

Tak tanggung-tanggung, mulai dari seri pertama, "Harry Potter dan Batu Bertuah", hingga seri kelima, "Harry Potter dan Orde Phoenix", berhasil dilahapnya selama liburan, plus menonton semua seri filmnya.

Saya melihat seri buku-bukunya saja sudah mblenger, karena saking tebal bukunya, bisa saja dijadikan bantal. Saya sendiri seumur-umur membaca seri Buku Harry Potter itu hanya yang seri pertama, selebihnya hanya menonton semua filmnya saja.

Karakter Harry Potter sendiri bagi anak generasi alpha seperti anak saya mungkin banyak yang tidak mengetahuinya, karena serial fiksi ini muncul di era 2000an awal, yang ditulis penulis kenamaan, J.K. Rowling, maka sudah pasti anak generasi alpha belum lahir ketika salah satu novel fiksi terlaris sepanjang masa ini terbit.

Harry Potter memang booming di era itu, mulai dari bukunya diterjemahkan ke berbagai bahasa, filmnya selalu box office, dibuat games, mainan dan masih banyak lainnya yang dijadikan obyek komersil.

Artikel ini tidak akan membahas Harry Potter secara mendalam, tetapi lebih kepada mengulas genre dari karakter novel fiksi ini, yaitu berkategori "Bildungsroman", dan manfaatnya sebagai salah satu alternatif literasi yang bisa mempengaruhi perkembangan anak.

Bildungsroman merupakan novel yang menampilkan perjalanan protagonis muda dari masa kanak-kanak hingga dewasa (atau ketidakdewasaan menuju kedewasaan), dengan fokus pada cobaan dan kemalangan yang mempengaruhi pertumbuhan karakter.

Dilansir dari Encyclopedia Brittanica, kata Bildungsroman adalah gabungan dari kata Jerman bildung yang berarti 'pembentukan' dan roman yang berarti 'novel'.

Kata Bildungsroman biasanya menggunakan huruf kapital karena berasal dari bahasa Jerman, karena dalam bahasa Jerman, semua kata benda menggunakan huruf kapital.

Bildungsroman biasanya dimulai dengan tokoh protagonis yang merasa terasing dan sendirian, namun kemudian berakhir dengan kedamaian, ketika karakter tersebut menemukan rasa memiliki atau aktualisasi tentang dirinya.

Berdasarkan sejarahnya genre Bildungsroman berasal dari Jerman pada awal abad ke-19.

Pada bentuk awalnya, Bildungsroman dianggap sebagai novel yang memiliki nilai pendidikan dan filosofis bagi generasi muda, karena menggambarkan tokoh-tokoh yang tidak hanya berusaha memperbaiki diri, tetapi juga mampu mengatasi atau meninggalkan perilaku kekanak-kanakan dengan penuh lika-likunya serta keseruan petualangan.

Contoh paling awal tentang genre Bildungsroman adalah novel "Wilhelm Meisters Lehrjahre" karya Johann Goethe, di mana tokoh utama yaitu Wilhelm, berusaha melepaskan diri dari pendidikan kelas menengahnya yang biasa-biasa saja hingga akhirnya menjalani kehidupan seorang seniman.

Buku ini berisi banyak elemen plot yang kemudian menjadi ciri khas genre ini seperti Wilhelm mengalami patah hati, cita-cita artistiknya hancur, diusir dari rumah oleh orang tuanya untuk mempelajari satu atau dua hal, menyia-nyiakan kekayaannya dengan tidak bijaksana, dan menangani kehancuran finansial .

Akan tetapi, pada akhir novel, Wilhelm menunjukkan tanda-tanda kedewasaannya sebagai hasil dari pengalamannya. Ia tidak hanya mulai menemukan kesuksesan untuk dirinya sendiri sebagai seorang aktor, tetapi buku ini berakhir dengan bagaimana dia mengambil sikap moral yang kuat dalam menjalani hidup.

Secara garis besar novel ini menjadi 'babon' untuk genre Bildungsroman, sama halnya dengan Harry Potter, novel Wilhelm juga terdiri dari berbagai seri hingga 8 sekuel novel.

Fokus pada pertumbuhan pribadi , realisasi, dan aktualisasi diri, kemudian tema belajar dari kesalahan menjadi ciri utama Bildungsroman. Genre ini tumbuh dalam popularitas secara dramatis selama abad ke-20 dan menyebar ke berbagai budaya di seluruh dunia.

Kisah-kisah populer seperti karakter Louis Clark pada Superman atau Luke Skywalker pada Star Wars bisa dikatakan menganut pakem Bildungsroman, dimana saat kecilnya penuh kesusahan, namun saat dewasa mereka menemukan jati dirinya.

Pada era 2000an, sempat booming film-film fiksi epos imajinatif yang berakar dari novel-novel yang berbau genre Bildungsroman, selain Harry Potter yaitu seperti Lord of the Ring, The Chronicles of Narnia, dan lainnya.

Secara struktur, Bildungsroman memilki tiga bagian yaitu:

  • Latar belakang cerita , yang memperkenalkan tokoh utama, paling sering pada masa kanak-kanaknya.
  • Pengalaman yang membentuk karakter protagonis , sering kali berpuncak pada semacam krisis spiritual atau hilangnya keyakinan.
  • Tokoh protagonis mencapai kedewasaan , yang biasanya melibatkan mereka menemukan rasa damai dengan diri mereka sendiri, atau rasa memiliki di dunia.

Meskipun ada banyak buku di dunia yang membahas tentang proses pendewasaan karakter, tidak semuanya dianggap sebagai Bildungsroman, walau demikian alur cerita seperti ini bisa dikatakan memerlukan riset dan tingkat kesulitan yang tinggi dalam menulisnya.

Lalu apa saja manfaat bagi anak-anak atau remaja yang gemar membaca fiksi yang bergenre Bildungsroman? Memang banyak buku cerita anak seperti fabel atau dongeng yang digemari anak-anak, namun kebanyakan ceritanya parsial pada suatu fase. 

Sementara Bildungsroman menampilkan kedalaman karakter yang lebih kuat serta jalan cerita yang fokus, berikut beberapa hal yang kiranya hal-hal yang bermanfaat jika anak atau remaja senang membaca fiksi bergenre Bildungsroman.

Belajar Mengenal Diri Sendiri

Permulaan cerita Bildungsroman selalu berkisar kepada sang tokoh utama mempertanyakan siapakah dirinya sesungguhnya. Ceritanya selalu diawali masa kecil atau masa muda sang tokoh utama.

Pembaca diajak hanyut pada betapa sang tokoh dipenuhi banyak kesulitan dalam mengenal dirinya sendiri pada masa mudanya.

Pada Harry Potter, sang tokoh utama sedari awal sudah mengalami kesusahan, karena menjadi yatim piatu semenjak bayi, kemudian diasuh keluarga yang menyebalkan, dan ia tidak menyadari bahwa dirinya memiliki kekuatan sihir yang di atas rata-rata.

Proses mengenali diri dalam kondisi sulit adalah hal yang menarik pada cerita Bildungsroman, tentunya hal ini memberikan pelajaran bagi anak-anak atau remaja dalam kesehariannya, untuk lebih belajar mengenali potensi dirinya.

Anak akan aware tentang apa saja yang menjadi kelebihannya, dan memaksimalkan potensinya itu walau kadang ada keterbatasan atau halangan yang merintanginya.

Belajar Mencari Jawaban

Kisah Bildungsroman selalu dipenuhi kisah-kisah seru petualangan, sang tokoh utama akan menemui beberapa teman-temannya dalam mengarungi petualangan demi mencari suatu misteri atau pertanyaan yang harus dijawab.

Pada Harry Potter, sang tokoh utama bersama rekan-rekannya selalu berpetualang di sekitar sekolah asrama Hogwarts, demi menjawab teka-teki tentang misteri dari Harry sendiri.

Proses semangat mencari jawaban atau rasa keingintahuan yang tinggi menjadi ciri utama kisah Bildungsroman, tentunya hal ini sangat berdampak baik anak atau remaja yang membacanya. Mereka akan terpacu untuk selalu berani bereksperimen mencari tahu sesuatu sampai dapat.

Kisah Bildungsroman selalu dipenuhi pertanyaan yang harus dijawab, dan untuk memperolehnya harus dilalui dengan pengalaman atau mencari ilmu.

Mengerti Arti Proses

Alur Bildungsroman selalu tidak bisa diprediksi, penuh dengan lika-liku dan tak jarang sang tokoh sering jatuh dalam titik terendah dalam hidupnya.

Dalam satu plot bisa saja sang tokoh dalam kondisi kebahagiaan, namun tiba-tiba saja alurnya berubah dimana ia jatuh dalam kesengsaraan atau kondisi yang sulit untuk bangkit. Namun, sang tokoh utama selalu tak menyerah dan berusaha untuk bangkit lagi

Alur cerita yang naik turun ini tentunya akan memberikan pembelajaran yang sangat baik bagi anak atau remaja dalam memaknai proses kehidupan yang penuh lika-liku dan hal-hal yang tidak bisa diprediksi.

Mereka akan memahami bahwa dalam hidup tak selamanya akan selalu di atas, terkadang bisa saja di bawah, dan kita harus selalu berusaha bangkit lagi dari keterpurukan.

Belajar Proses Pendewasaan

Inti cerita dari Bildungsroman adalah bagaimana sang tokoh utama menjadi sangat dewasa atau bijaksana dalam menyikapi hidup.

Dia akan belajar dari tokoh-tokoh sekitarnya, belajar akan kesalahan-kesalahannya, belajar dari pahit getirnya hidup, sehingga dia akan menjadi begawan atau seseorang yang dihormati oleh sekelilingnya.

Sosok Harry Potter yang mulanya diremehkan, kemudian berkembang dan belajar dari petualangan-petualangan serunya, akhirnya dia menjadi sosok penting dalam saga dunia sihir rekaan J.K. Rowling.

Para anak dan remaja yang membaca genre ini, akan mengerti bahwa untuk menjadi seseorang yang bijaksana memang harus melalui berbagai cobaan hidup, terpaan yang memang harus dihadapi.

Kisah Bildungsroman yang mengajarkan proses kehidupan dari awal hingga menjadi seseorang yang bijaksana, tentunya sangat baik bagi perkembangan mental anak dan remaja, mari kita perkaya literasi anak-anak kita dengan bacaan-bacaan bermutu. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun