Mohon tunggu...
Sastyo Aji Darmawan
Sastyo Aji Darmawan Mohon Tunggu... Lainnya - ASN; Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; Penyuluh Antikorupsi; Negarawaran

Menulis supaya gak lupa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Defisit APBN Akibat Makan Bergizi Gratis Berdampak Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

22 Januari 2025   00:37 Diperbarui: 22 Januari 2025   10:22 1354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Mencari Cara Atasi Defisit

Pemerintah tengah mencari cara untuk mengatasi defisit APBN 2025 yang membengkak. Alokasi APBN Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp3.621,3 triliun tidak mampu diakomodir oleh pendapatan negara yang hanya sebesar Rp3.005,1 triliun. Dengan kata lain negara mengalami defisit anggaran sebesar Rp616,2 triliun. 

Salah satu penyebab terjadinya pembengkakan anggaran itu adalah beban anggaran program prioritas pemerintah, yakni makan bergizi gratis. Menurut Kepala Badan Gizi Nasional—Dadan Hindayana—anggaran program makan bergizi gratis yang sudah ditetapkan pemerintah dinilai tak akan cukup hingga akhir 2025. Oleh karena itu, dirinya merekomendasi tambahan anggaran sebesar Rp 100 triliun untuk bisa memenuhi target penerima manfaat yang telah dipatok pemerintah. 

Senada dengan hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Pangan—Zulkifli Hasan—mengatakan bahwa anggaran yang tersisa untuk program makan bergizi gratis adalah sebesar Rp 71 triliun atau hanya cukup membiayai program hingga Juni 2025. Zulhas juga mengatakan untuk menjalankan program makan bergizi gratis satu tahun penuh diperlukan anggaran mencapai Rp 420 triliun.

Imbas dari defisit anggaran untuk program unggulan pemerintah ini dirasakan pada kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah. Melalui Surat Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan  Nomor: S-27/PB/2025 tanggal 20 Januari 2025, seluruh kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah—terutama untuk belanja barang dan belanja modal—diminta untuk ditunda pelaksanaannya. Semua pimpinan Kementerian/ Lembaga diminta untuk menunggu arah kebijakan dan langkah strategis pemerintah.

Selain itu, setiap instansi pemerintah pusat juga diminta untuk melakukan identifikasi ulang terhadap kegiatan dan alokasi anggaran prioritas/non prioritas. Patut diduga, setiap instansi pemerintah akan diminta untuk mengalihkan alokasi anggaran pengadaan barang/jasa yang non prioritas untuk mendukung program unggulan pemerintah jika alternatif pembiayaan makan bergizi gratis tidak kunjung ditemukan.

Sebenarnya, dua permintaan tersebut telah termaktub dalam arahan Presiden Prabowo Subianto saat menyerahkan secara digital Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran dan Buku Daftar Alokasi Transfer Ke Daerah Tahun Anggaran 2025 kepada Menteri Negara/Pimpinan Lembaga dan Gubernur yang dilaksanakan pada tanggal 10 Desember 2024. Selain beberapa arahan terkait pengelolaan APBN lainnya—pada kesempatan itu—beliau menyampaikan bahwa instansi pemerintah harus mengurangi pengeluaran non-prioritas yang bersifat seremonial, kajian dan seminar serta fokus untuk mengatasi permasalahan secara langsung dan meningkatkan sinergi dan harmonisasi kebijakan pemerintah daerah dengan kebijakan pemerintah pusat, serta menekankan agar mengoptimalkan anggaran dan mendukung program prioritas pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Secara tidak langsung, perintah identifikasi ulang terhadap rencana pelaksanaan kegiatan dan alokasi anggaran pengadaan barang/jasa pemerintah ini menganulir proses identifikasi, reviu dan penelaahan APBN Tahun Anggaran 2025 yang telah berjalan sejak 2024. Idealnya, setiap kegiatan pengadaan barang/jasa yang telah dialokasikan anggarannya sudah melalui tahapan tersebut. Dapat diasumsikan bahwa prosedur perencanaan anggaran yang selama ini diyakini sudah cukup mapan, ternyata masih memiliki celah inefisiensi atau—dalam asumsi lainnya—kemampuan aparat terkait untuk menyusun perencanaan program prioritas pemerintah tidak memenuhi ekspektasi.

Dampak Penundaan Kontrak Pengadaan

Penundaan kontrak pengadaan barang/jasa dapat memicu keterlambatan penyelesaian program pemerintah lainnya. Tentu, makan bergizi gratis bukan satu-satunya program prioritas pemerintah. Meskipun—patut diduga—terdapat anggaran yang dialokasikan untuk program non prioritas atau berpotensi menimbulkan inefisiensi, masih banyak program pemerintah yang telah direncanakan dengan baik dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Kemungkinan terburuk dari perintah identifikasi ulang pada alokasi APBN 2025 adalah kontrak akan dibatalkan/urung dilaksanakan karena anggaran sepenuhnya dialihkan untuk program unggulan pemerintah. Sementara itu, program pemerintah lainnya yang dibatalkan akan gagal dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Lain halnya jika kontrak tersebut hanya ditunda pelaksanaannya, namun masih berada di tahun anggaran 2025. Manfaat dari program tersebut mungkin masih dapat dirasakan oleh masyarakat pada akhirnya. Akan tetapi, kondisi ini akan menantang para pengelola kontrak pengadaan barang/jasa karena durasi kontrak telah dikurangi masa menunggu arahan lebih lanjut dari Bapak Presiden.

Untuk kontrak yang membutuhkan durasi pelaksanaan di atas 10 bulan, penundaan kontrak akan berbuah menjadi potensi risiko keterlambatan serah terima hasil pekerjaan. Belum lagi, masalah yang mungkin tidak dapat dihindari selama pelaksanaan kontrak. Bisa jadi, pengelola kontrak akan dihadapkan pada proyek ‘roro jonggrang’, namun tanpa dukungan bala tentara manusia super.

Jalan Terjal Kabinet Merah Putih

Ihwal defisit APBN akibat program makan bergizi gratis ini sudah diprediksi jauh hari oleh sebagian kalangan. Salah satunya oleh Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira pada November 2024. 

Bhima telah memperkirakan bahwa defisit APBN akan mencapai 3,34% dari Produk Domestik Bruto (PDB) jika program tersebut terus berjalan hingga mencapai target 100% di 2029. Angka ini melebihi ambang batas aman defisit APBN yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yakni maksimal 3% dari PDB Indonesia dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5%.

Sayangnya, prediksi ekonom tidak bisa direspon cepat oleh jajaran kabinet merah putih. Program yang telah digaungkan sejak masa kampanye pemilihan presiden ini pun tidak cukup menjadi dasar penyusunan APBN Tahun Anggaran 2025, meski Prabowo-Gibran telah diumumkan sebagai pemenang pemilihan presiden sejak 21 Maret 2024. Birokrasi perencanaan anggaran tidak sepenuhnya memuluskan visi dan misi presiden dan wakil presiden terpilih.

Di sisi lain, masalah pengelolaan anggaran negara—yang menjadi fokus perhatian Presiden Prabowo Subianto dalam arahannya—sebenarnya telah cukup lama mengemuka. Kebocoran dalam anggaran negara sudah terjadi sejak 10 tahun sejak Indonesia merdeka. Prof. Soemitro Djojohadikusumo yang menjabat sebagai Menteri Keuangan di masa itu kerap menghadapi kebocoran 30-40 persen akibat banyak penyimpangan dalam pengelolaan anggaran.

Sejak era kemerdekaan hingga saat ini, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi kebocoran anggaran tersebut. Pada sektor pengadaan barang/jasa, pemerintah telah berupaya mengubah struktur organisasi pengadaan, melaksanakan sistem pengadaan berbasis elektronik, meningkatkan keamanan pembayaran APBN dengan sistem digital, dan lain sebagainya. Sayangnya, berbagai upaya tersebut masih terus mendapat tantangan yang besar. 

Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas—Rachmat Pambudy—kebocoran keuangan negara diperkirakan mencapai 30 persen dari APBN. Rachmat menilai, kebocoran anggaran tersebut disebabkan oleh lemahnya tata kelola, belum optimalnya penerimaan negara, dan tidak efisiennya penggunaan anggaran.

Dari kondisi tersebut di atas, semua pihak yang terlibat perlu mengambil pelajaran penting. Bahwa sebesar apapun manfaat yang akan dirasakan oleh masyarakat dari program pemerintah, tidak akan dapat dijalankan tanpa tata kelola anggaran yang baik. Presiden Prabowo Subianto pun seharusnya sudah siap dengan tantangan ini. Terlebih, Prof. Soemitro Djojohadikusumo adalah mendiang ayahnya sendiri. Bisa jadi, ada pesan-pesan yang dititipkan kepadanya untuk meneruskan perjuangan mengatasi permasalahan kebocoran anggaran tersebut. 

Terlepas dari dugaan itu, Pelaku Pengadaan di instansi pemerintah memang perlu terus berbenah. Mereka perlu memastikan anggaran pengadaan barang/jasa pemerintah telah disusun secara efisien dan benar-benar dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat prioritas serta berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat. 

Cukup wajar jika pemerintah membidik alokasi anggaran pengadaan barang/jasa dari APBN 2025. Sebab—berdasarkan data rencana umum pengadaan tahun anggaran 2025—alokasi anggaran pengadaan barang/jasa dari APBN 2025 menempati angka Rp633 triliun. Angka ini meningkat tajam jika dibandingkan alokasi anggaran pengadaan barang/jasa pada 2024 yang hanya sebesar Rp596 triliun. Sepertinya, pemerintah menaruh harapan yang cukup besar agar APBN 2025 mampu mendukung program unggulannya. 

Defisit anggaran perlu dicarikan solusinya agar jalan terjal yang harus dilalui oleh kabinet merah putih di periode awal penugasannya dapat segera ditaklukan. Besarnya harapan pemerintah terhadap APBN 2025 pun jangan sampai terlalu lama digantung tanpa kepastian. Sebab bukan hanya makan bergizi gratis yang akan terkendala, namun program-program pemerintah lainnya akan mengalami nasib serupa. 

Semoga, solusi defisit anggaran tidak mengorbankan kualitas hasil pekerjaan pada program prioritas lainnya yang telah direncanakan dengan baik dan memenuhi prinsip-prinsip pengelolaan anggaran yang berintegritas. 

Referensi: 

  1. Wibowo, Richo Andi. (2015). Mencegah Korupsi Pengadaan Barang Jasa (Apa yang Sudah dan yang Masih Harus Dilakukan?). Jurnal Integritas Volume 1 Nomor 1 November 2015

  2. Surat Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan  Nomor: S-27/PB/2025 tanggal 20 Januari 2025.

  3. https://sirup.lkpp.go.id/sirup/home/rekapitulasiindexanggaran 

  4. https://www.tempo.co/ekonomi/defisit-apbn-2025-bertambah-1195834

  5. https://www.tempo.co/ekonomi/istana-sedang-bahas-tambahan-anggaran-makan-bergizi-gratis-dengan-dpr-1197011/ 

  6. https://nasional.kontan.co.id/news/waspadai-pelebaran-defisit-di-2025-akibat-program-makan-bergizi-gratis 

  7. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-975259/kpk-anggaran-negara-bocor-hingga-40-sejak-zaman-soemitro 

  8. https://www.hukumonline.com/berita/a/kepala-bappenas-bongkar-biang-keladi-kebocoran-anggaran-negara-lt675c14efbcc2c/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun