Mohon tunggu...
Sastyo Aji Darmawan
Sastyo Aji Darmawan Mohon Tunggu... Lainnya - ASN; Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; Penyuluh Antikorupsi; Negarawaran

Menulis supaya gak lupa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Defisit APBN Akibat Makan Bergizi Gratis Berdampak Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

22 Januari 2025   00:37 Diperbarui: 22 Januari 2025   10:22 981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Untuk kontrak yang membutuhkan durasi pelaksanaan di atas 10 bulan, penundaan kontrak akan berbuah menjadi potensi risiko keterlambatan serah terima hasil pekerjaan. Belum lagi, masalah yang mungkin tidak dapat dihindari selama pelaksanaan kontrak. Bisa jadi, pengelola kontrak akan dihadapkan pada proyek ‘roro jonggrang’, namun tanpa dukungan bala tentara manusia super.

Jalan Terjal Kabinet Merah Putih

Ihwal defisit APBN akibat program makan bergizi gratis ini sudah diprediksi jauh hari oleh sebagian kalangan. Salah satunya oleh Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira pada November 2024. 

Bhima telah memperkirakan bahwa defisit APBN akan mencapai 3,34% dari Produk Domestik Bruto (PDB) jika program tersebut terus berjalan hingga mencapai target 100% di 2029. Angka ini melebihi ambang batas aman defisit APBN yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yakni maksimal 3% dari PDB Indonesia dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5%.

Sayangnya, prediksi ekonom tidak bisa direspon cepat oleh jajaran kabinet merah putih. Program yang telah digaungkan sejak masa kampanye pemilihan presiden ini pun tidak cukup menjadi dasar penyusunan APBN Tahun Anggaran 2025, meski Prabowo-Gibran telah diumumkan sebagai pemenang pemilihan presiden sejak 21 Maret 2024. Birokrasi perencanaan anggaran tidak sepenuhnya memuluskan visi dan misi presiden dan wakil presiden terpilih.

Di sisi lain, masalah pengelolaan anggaran negara—yang menjadi fokus perhatian Presiden Prabowo Subianto dalam arahannya—sebenarnya telah cukup lama mengemuka. Kebocoran dalam anggaran negara sudah terjadi sejak 10 tahun sejak Indonesia merdeka. Prof. Soemitro Djojohadikusumo yang menjabat sebagai Menteri Keuangan di masa itu kerap menghadapi kebocoran 30-40 persen akibat banyak penyimpangan dalam pengelolaan anggaran.

Sejak era kemerdekaan hingga saat ini, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi kebocoran anggaran tersebut. Pada sektor pengadaan barang/jasa, pemerintah telah berupaya mengubah struktur organisasi pengadaan, melaksanakan sistem pengadaan berbasis elektronik, meningkatkan keamanan pembayaran APBN dengan sistem digital, dan lain sebagainya. Sayangnya, berbagai upaya tersebut masih terus mendapat tantangan yang besar. 

Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas—Rachmat Pambudy—kebocoran keuangan negara diperkirakan mencapai 30 persen dari APBN. Rachmat menilai, kebocoran anggaran tersebut disebabkan oleh lemahnya tata kelola, belum optimalnya penerimaan negara, dan tidak efisiennya penggunaan anggaran.

Dari kondisi tersebut di atas, semua pihak yang terlibat perlu mengambil pelajaran penting. Bahwa sebesar apapun manfaat yang akan dirasakan oleh masyarakat dari program pemerintah, tidak akan dapat dijalankan tanpa tata kelola anggaran yang baik. Presiden Prabowo Subianto pun seharusnya sudah siap dengan tantangan ini. Terlebih, Prof. Soemitro Djojohadikusumo adalah mendiang ayahnya sendiri. Bisa jadi, ada pesan-pesan yang dititipkan kepadanya untuk meneruskan perjuangan mengatasi permasalahan kebocoran anggaran tersebut. 

Terlepas dari dugaan itu, Pelaku Pengadaan di instansi pemerintah memang perlu terus berbenah. Mereka perlu memastikan anggaran pengadaan barang/jasa pemerintah telah disusun secara efisien dan benar-benar dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat prioritas serta berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat. 

Cukup wajar jika pemerintah membidik alokasi anggaran pengadaan barang/jasa dari APBN 2025. Sebab—berdasarkan data rencana umum pengadaan tahun anggaran 2025—alokasi anggaran pengadaan barang/jasa dari APBN 2025 menempati angka Rp633 triliun. Angka ini meningkat tajam jika dibandingkan alokasi anggaran pengadaan barang/jasa pada 2024 yang hanya sebesar Rp596 triliun. Sepertinya, pemerintah menaruh harapan yang cukup besar agar APBN 2025 mampu mendukung program unggulannya. 

Defisit anggaran perlu dicarikan solusinya agar jalan terjal yang harus dilalui oleh kabinet merah putih di periode awal penugasannya dapat segera ditaklukan. Besarnya harapan pemerintah terhadap APBN 2025 pun jangan sampai terlalu lama digantung tanpa kepastian. Sebab bukan hanya makan bergizi gratis yang akan terkendala, namun program-program pemerintah lainnya akan mengalami nasib serupa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun