Jangankan untuk mengubah nasib, banyak proletar dan kelas masyarakat lainnya belum mampu memahami nasibnya dengan benar akibat jauh dari Tuhan. Apalagi, menerima sebuah agama adalah pilihan dan Tuhan memilih siapa manusia yang Ia kehendaki untuk menerima hidayah. Hidayah-lah jalan untuk menerima agama yang merupakan hak prerogratif Tuhan.
Oleh karena itu, menggunakan alasan 'mengubah nasib' adalah pendekatan yang tepat untuk memperkenalkan agama dan menjemput hidayah Tuhan. Kepiawaian agamawan dalam berdakwah sangat dibutuhkan dalam misi ini. Kepiawaian itulah yang akan membawa proletar keluar dari risiko sesat pikirnya.
Bahwa kita mungkin ditakdirkan lahir dan mati sebagai proletar atau bukan. Tapi berpikir seperti proletar bisa menjangkiti siapa saja, jika kita jauh dari agama. Maka, beragama adalah satu-satunya pilihan yang rasional untuk membekali diri dari sesat pikir itu.Â
Dengan beragama kita akan punya alasan untuk mengubah nasib, yakni menjalankan kewajiban sebagai mahluk yang diberi kesempurnaan untuk menimba ilmu, memperjuangkan kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran. Dialektika nasib bukanlah tujuan, melainkan pemberian Tuhan. Kita hanya diminta berpikir, bicara dan bertindak dengan benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H