Mohon tunggu...
Sastyo Aji Darmawan
Sastyo Aji Darmawan Mohon Tunggu... Lainnya - Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; Penyuluh Antikorupsi

Menulis supaya gak lupa

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lazimnya Gratifikasi dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

11 September 2024   10:47 Diperbarui: 12 September 2024   17:10 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagaimana dijelaskan oleh Dastidar dan Jain (2023) dalam Laporan SPI 2023 bahwa korupsi pada pengadaan barang dan jasa berhubungan erat dengan favoritisme dan nepotisme, sehingga penyelewengan dalam prosesnya dapat terjadi untuk memenangkan penyedia tertentu. Bentuk penyelewengan ini menyebabkan inefisiensi dalam proses pengadaan. Selain itu, adanya benturan kepentingan dalam pemilihan penyedia, membuat harga dari penyedia tersebut bisa lebih tinggi dengan kualitas lebih rendah dibandingkan penyedia lainnya. 

Dengan meninjau teori Fraud Triangle yang diperkenalkan oleh Donald R. Cressey pada tahun 1950, Penulis mencoba mengurai tiga penyebab maraknya Gratifikasi di dalam PBJ khususnya yang menggunakan metode pengadaan langsung dan/atau e-purchasing. Ketiga penyebab terjadinya Gratifikasi itu terdiri dari tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi (pembenaran).

Faktor Tekanan: Bekerja Tanpa Tunjangan Jabatan Berisiko Tinggi

Pada tahun 2013, Dellaportas dalam makalahnya yang berjudul Conversations with inmate accountants: Motivation, opportunity and the fraud triangle, membagi tekanan dalam empat kategori, antara lain:

  • Tekanan finansial, seperti keserakahan, hutang, kebutuhan tak terduga, dan gaya hidup konsumtif, bisa mendorong seseorang untuk terjerumus dalam korupsi.

  • Tekanan pekerjaan, seperti ambisi karir juga bisa mendorong seseorang untuk menyuap demi promosi atau posisi tertentu.

  • Tekanan akan peluang karir juga menjadi pendorong korupsi, seperti dalam kasus mutasi dan promosi jabatan.

  • Tekanan lain, seperti judi, narkoba, ambisi kekuasaan, juga dapat membuat seseorang terjerumus dalam korupsi.

Dari keempat latar belakang tekanan yang diuraikan di atas, Penulis mencoba fokus  hanya pada satu bentuk tekanan, yaitu tekanan finansial.

Faktanya, besaran penghasilan yang diterima Pengelola PBJ di Indonesia belum sepenuhnya  sesuai dengan besaran penghasilan bagi ASN yang bekerja di bidang pekerjaan berisiko tinggi. Hal ini tidak sejalan dengan RPJMN 2020-2024 yang dicanangkan oleh Pemerintah, di mana untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa berdasarkan hukum serta birokrasi profesional dan netral perlu dilakukan penguatan implementasi manajemen ASN dan peningkatan sistem merit ASN. Penguatan implementasi manajemen ASN dan peningkatan sistem merit ASN diupayakan melalui indikasi target pada tahun 2022 berupa kebijakan insentif kesejahteraan untuk ASN di daerah 3T, ASN high performance, dan ASN Risiko Tinggi.

Jabatan ASN Risiko Tinggi dimaksud mencakup:

  1. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    6. 6
    7. 7
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Hukum Selengkapnya
    Lihat Hukum Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun