"Udah, batalin aja puasanya nanti pas zuhur," Sansan masih menggodaku.
Aku mencebik. "Udah ah, aku ke rumah dulu mau ambil mukena. Kalian duluan aja kalau mau duluan. Assalamu'alaikum." Tanpa menunggu mereka menjawab salam, aku segera melangkah ke luar rumah Idoy menuju rumahku.
Sepanjang perjalanan menuju masjid, Sansan dan Jeje masih menggodaku. Sedangkan Idoy seperti biasa, tak bereaksi dan hanya menatap lurus.
"Udah, dong. Kan aku nggak sengaja tidur," kataku mulai kesal dengan Jeje dan Sansan.
"Coba nanti tanya Pak Ustadz," kata Jeje.
Aku tak menanggapi, terus melangkah di belakang mereka. Ketika kaki kami sampai di masjid, ketiga temanku segera masuk ke pintu khusus jamaah laki-laki sedangkan aku ke area perempuan. Aku meletakkan mukena, melewati bedug sebelum berbelok ke tempat wudhu.
Dua menit lagi azan zuhur akan segera berkumandang. Usai berwudhu aku mendekati ceret alumunium yang melambai-lambai sedari tadi. Melihat Sansan dan Jeje berlari ke teras masjid, aku ikut mendekati keduanya. Berdiri di belakang mereka, dekat anak tangga sebelum batas suci.
"Pak Ustadz, Hana tidur bareng Idoy di rumahnya tadi. Puasanya batal 'kan?" Sansan segera menghampiri Pak Ustadz yang baru saja melepaskan sandal jepit di halaman luar masjid.
"Kalau cuma tidur karena kecapekan ya enggak apa-apa, yang penting enggak makan sama minum 'kan?" Pak Ustadz menatapku.
Aku mendelik ke arah Sansan dan Jeje tetapi tak bisa menahan air yang kutenggak dari ceret alumunium tadi melaju ke tenggorokan. Argh!
#MY, 110423/21 Ramadhan 1444H