"Kalau mau berhenti bilang-bilang dong!" kataku, kesal.
"Maaf, maaf! Sandalku putus nih!" Sansan menunjukkan sandal jepit ternyaman berlambang burung walet yang talinya terlepas.
Aku bergegas membuka sandal, "kita nyeker aja!" kataku.
"Oke!" sahut Jeje kemudian mengikutiku, melepas sandal miliknya.
Idoy hanya mengedikkan bahu dan meneruskan langkah, menggantikan Sansan untuk memimpin jalan. "Aku nggak mau! Takut nginjek tai ayam."
"Dasar Idoy!" Aku mengepalkan tangan di belakangnya, membuat Sansan dan Jeje tertawa.
"Nggak 'pa-pa, Han. Yuk, cepetan kita harus sampai masjid biar nggak ketinggalan sholat tarawih pertama." Sansan menarik lenganku untuk berjalan di sampingnya.
Sepulang tarawih di masjid kami berjanji untuk berkumpul di rumah Idoy dan pergi ke masjid untuk salat subuh berjamaah esok hari. Aku memasang bunyi di jam weker tepat pukul tiga.
"Bu, nanti bangunin aku kalau jamnya bunyi ya," pesanku pada Ibu sebelum terlelap.
"Iya, besok belajar puasa magrib ya, 'kan sudah kelas tiga."
"InsyaAllah Bu," kataku lalu menarik selimut dan mulai memejamkan mata.