Muhesan hanya mengangguk-angguk. Ia membuka bungkusan pisang goreng yang dibawa. Masing-masing temannya mengambil satu bagian.
"Kita berusaha dan berdoa saja. Mudah-mudahan negara kita cepat pulih. Wabah segera berakhir," Muhesan akhirnya bersuara.
"Aamiin," kedua temannya kompak mengaminkan.
Mereka berkelakar hingga air mulai surut kembali. Mereka saling membantu. Pukat berhasil ditarik. Berat. Muhesan tersenyum ketika melihat aneka ikan berukuran hingga sebesar lima jari tersangkut di pukatnya. Muhesan segera memindahkan ikan-ikan itu dalam tas yang terbuat dari drum plastik.
Seusai mengumpulkan ikan hasil tangkapan pukatnya, Muhesan, Basir dan Dedi kembali mendayung perahu menuju tepi.
Mereka duduk di antara batas jejak riak yang saling menyusul. Beberapa rombongan perahu lain pun tiba, mereka saling bertukar keluh maupun rentetan kejadian menarik yang baru dialami.
Pandangan Muhesan tertuju pada seseorang yang membawa plastik hitam. Banyak teman-temannya mengelilingi lelaki itu dan kembali membawa beberapa telur-telur penyu yang diwadahi plastik bening.
Muhesan akhirnya ikut mendekati kerumunan karena penasaran.
"Berapa Bang? Telur penyu sisik 'kan?" tanyanya pada lelaki itu.
"Iya Bang. Seribu lima ratus kayak biasanya,"
"Beli lima belas ribu lah Bang," ujar Muhesan mengulum senyum.