Selanjutnya tentang kerinduan, kerinduan yang dirasakan Tukul. Kerinduan kepada istri dan anak-anaknya. Kerinduan untuk kembali ke Jawa, ke Solo. Ketika Sipon menyusulnya ke Pontianak, Sipon bertanya,
"Kau jadi pulang ke Solo?"
"Jadi."
"Jika jadi, jangan lewat depan, lewatlah belakang. Pak Lurah sedang nanggap dangdutan. Pasti banyak aparat di sana." Jelas Sipon.
"Orang-orang tidak pernah menanyakan tentang kamu, karena mereka takut dengan aparat." Lanjutnya.
Percakapan tersebut menggambarkan ketegangan-ketegangan yang terjadi saat itu. Lingkungan masyarakat yang ingin sekali mengetahui keberadaan Tukul, karena ia seorang pemain teater dan memiliki sanggar yang dinamakan Daerah Banjir. Tapi keingintahuan itu harus dipendam dalam-dalam lantaran takut dengan aparat.
Aku diburu pemerintahku sendiri, layaknya aku ini penderita penyakit berbahaya.
Penguasa yang lalim. Ketika mati tak ditangisi rakyatnya. Sungguh memilukan, kematian yang disyukuri dengan tepuk tangan.
Ending dari film ini adalah, ketika Sipon dituduh oleh orang bahwa ia seorang pelacur. Lalu Sipon marah, mengamuk, dan menangis. Dari kaca jendela Tukul hanya mampu menatap istrinya. Tidak mampu berbuat apa-apa, karena ia buronan, yang jika kelihatan maka akan ditangkap. Sesampainya di kamar, Tukul memberi air minum untuk Sipon. Sipon mengatakan,
Aku tidak ingin kamu pergi, aku juga tidak ingin kamu kembali, aku hanya ingin kamu ada.
***
Catatan: Beberapa percakapan yang saya tulis adalah intisari dari percakapan dalam film tersebut, karena ada beberapa percakapan yang menggunakan bahasa jawa. tapi pada intinya itulah maksud percakapan itu.