Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Istirahatlah Kata-kata", Ketakutan dan Kerinduan

28 November 2019   13:48 Diperbarui: 28 November 2019   14:06 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: rappler.com

Sinopsis Film Istirahatlah Kata-Kata dan Kehidupan Widji Thukul

Widji Thukul adalah seorang penulis puisi, ia menyuarakan hak asasi manusia melalui puisi-puisinya pada zaman orde baru. Ia bersama istrinya, Sipon dan dua anaknya Fitri Ngathi Wani dan Fajar Merah tinggal di kampung Kalangan, Solo. Sejak kecil Thukul (begitu ia disapa), hidup sangat sederhana, dilingkungan perkotaan ditengah kemiskinan. Ayahnya seorang tukang becak dan ibunya menjual ayam bumbu. Ia terpaksa tidak melanjutkan sekolah, demi dua adiknya bersekolah. Tetapi meski ia tidak bersekolah, ia hobbi membeli buku dan belajar sendiri.

Kehidupan yang tak punya apa-apa, rezim yang otoriter, lingkungan kumuh dan miskin, dan buronan aparat, dari situlah inspirasi karya-karyanya lahir. Demi menyelamatkan diri dari aparat, ia pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, meninggalkan anak-istrinya. Ia numpang di tempat Thomas, di Pontianak.

Dalam perjalanannya ia berpuisi di dalam hatinya,

Kuterima kabar dari kampung. Rumahku kalian geledah. Buku-bukuku kalian jarah. Tapi aku ucapkan banyak terimakasih, karena kalian telah memperkenalkan sendiri pada anak-anakku. Kalian telah mengajar anak-anakku. Membentuk kata penindasan. Sejak dini, ini tak diajarkan di sekolahan. Tapi rezim sekarang ini memperkenalkan pada kita semua. Setiap hari dimana-mana sambil nenteng senapan. Kekejaman kalian adalah bukti pelajaran yang tidak pernah ditulis.

Selama di Pontianak, Tukul mengganti identitasnya menjadi Paul. Tukul hidup dalam ketakutan. Hal ini diperlihatkan melalui adegan ketika lampu mati, seorang ibu menggendong anaknya yang menangis.

"Anaknya takut gelap ya bu?" tanya Paul alias Tukul.

"Iya, pak."

"Bapaknya kemana?"

"Tidak tahu tadi pergi kemana".

Sebuah penggambaran yang apik disajikan, ketakutan Tukul digambarkan melalui percakapan singkat itu. Kegelapan, itulah yang ia rasakan saat itu. Ia tak tahu harus berbuat apa. Teman-teman sesama penyair telah ditangkap. Ia bersembunyi dari para aparat yang setiap hari mengawasi dan menggeledah rumahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun