Mohon tunggu...
Frengki Nur Fariya Pratama
Frengki Nur Fariya Pratama Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pecinta naskah Jawa di Sradhha Institute, berdikusi sastra di Komunitas Langit Malam.

Menjadi Insan yang mampu berkontribusi terhadap negara dan masyarakat adalah ideologis manusia yang menghamba kepada Sang Khaliq

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tragedi Cemara Kandang

9 Oktober 2020   21:11 Diperbarui: 9 Oktober 2020   21:13 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tergopoh-gopoh, muka pucat, badan dekil, tubuh tinggal tulang. Rambutnya pun gimbal tak terawat. Sobur terheran-heran. Sobur pun terdiam seribu bahasa.

Sampailah di pucak Hargo Dumilah. Di sana, Jayengraga bersedekap memandang hamparan lukisan alam Tuhan dengan penuh kesedihan. Sobur terlihat menyusul dari tanjakan terakhir. Dengan napas yang tersengal-sengal, Sobur berusaha mendekati Jayengraga yang terlihat santai berdiri tanpa rasa letih sedikit pun.

            "Hai! mana janjimu tadi, sekarang coba ceritakan!" Terteriak Sobur.

Tanpa menoleh sedikit pun, Jayengraga menjawab penuh kewibawaan.

            "Kamu belum sadar? kamu tahu apa itu ketulusan?"

"Apa maksudmu? Mereka melakukannya dengan sungguh-sungguh!" Sobur menggugat Jayengraga.

            "Ingatlah sangkan paran. Hati yang perlu ditata. Gusti itu Maha Pemberi, keinginan mereka pasti dikabulkan. Tetaplah waspada akan......"

Sobur terbangun, kaget bukan kepalang. Ternyata lamunan Sobur menghantarkannya tidur berbantal meja warung. Untung saja barang bakaannya tak berpindah tangan.

Dipegangnya gelas, wedang jahe, hangatnya masih terasa. Sobur bersyukur tak terlalu lama terlelap.

Jahe hangat dihabiskan. Lalu, Sobur beranjak dari tempat duduknya bersiap melanjutkan perjalanan. Minuman dan makanan segera dia bayar. Di bawah hujan deras yang telah berganti gerimis. Sobur segera memakai Jas Hujan, bergegas meninggalkan warung kopi beserta sisa pengalaman bodoh yang baru saja dialaminya.

 Walaupun, pikirannya masih menyimpan sejuta tanya, perjalanan tetap harus dilanjutkan. Motor pun digeber pergi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun