Anak pertama, seorang bayi perempuan bernama Ayu, lahir dengan kulit seputih kapas dan wajah seindah malaikat. Namun, anak kedua, Kirana, lahir dengan mata merah darah dan kulit yang keabu-abuan. Suara tangisannya terdengar seperti jeritan mahluk lain---tidak manusiawi.
Nyi Ranti yang hadir saat persalinan menatap Kirana dengan tatapan kosong. "Dia bukan untuk dunia ini," katanya singkat. "Hanya satu anak yang akan hidup."
Malam itu, tanpa Darma dan Laras mampu mencegahnya, Kirana lenyap. Bayi yang terlahir dari perjanjian gelap itu hilang di tengah malam, dibawa oleh bayangan yang hanya bisa dilihat oleh Nyi Ranti. Namun, perasaan lega tidak pernah datang. Laras tidak bisa mengusir bayangan Kirana dari pikirannya. Malam-malam berikutnya, ia sering terbangun oleh suara tangisan yang berasal dari sudut gelap rumah mereka, meski Kirana sudah lama tiada.
Ayu dan Kematian Misterius
Ayu, anak pertama yang tersisa, tumbuh dengan kecantikan yang memukau. Namun, keindahan itu segera terhenti oleh sesuatu yang mengerikan. Saat Ayu menginjak usia delapan tahun, hal-hal aneh mulai terjadi. Setiap kali Ayu bermain di luar rumah, anak-anak lain yang berada di dekatnya akan jatuh sakit, dan beberapa bahkan meninggal dengan cara yang misterius.
Penduduk desa mulai takut, dan bisikan-bisikan tentang kutukan mengelilingi keluarga Darma dan Laras. Setiap malam, Ayu sering berbicara sendirian, tatapannya kosong, tetapi suara-suara yang keluar dari mulutnya bukan miliknya. Suaranya sering berubah, menjadi lebih dalam, lebih menyeramkan, seolah-olah ada yang berbicara melalui dirinya.
"Dia masih di sini," kata Ayu suatu malam, suaranya berbisik ketika Laras menemukannya berdiri di jendela, menatap bulan dengan mata yang kosong.
"Siapa yang masih di sini, Nak?" Laras bertanya, tubuhnya bergetar.
"Kirana. Dia selalu bersama kita," jawab Ayu, sambil tersenyum kecil.
Kebenaran yang Mengerikan
Laras tidak bisa lagi menahan ketakutannya. Ia bergegas menemui Nyi Ranti, berharap bisa mendapatkan jawaban. Nyi Ranti yang sudah menanti dengan tenang menatap Laras dengan tatapan dingin.