Jalan karir seseorang senantiasa tidak selalu mulus. Selalu saja ada rintangan serta kendala untuk mencapainya. Sejauh apa orang itu berhasil melampaui rintangan dan kendala itu, semua bergantung dari cara orang itu mengatasinya.
Jika kita berkunjung ke negara Uni Emirat Arab dan singgah di kota terbesar Dubai, disana akan nampak sebuah rumah makan khas Indonesia bernama House of Indonesia.
Satu dari beberapa chef atau koki dari restoran tersebut adalah warga negara indonesia bernama Indra Ali. Pria berdarah Minangkabau itu, kini telah menjadi chef tetap di House of Indonesia di Dubai, UAE.
Tentu, untuk dapat menjadi chef di House of Indonesia Dubai, pria yang biasa disapa Chef Ali itu, tak begitu saja diterima bekerja disana. Semua berawal dari prinsip hidupnya yang kuat, bahwa ia ingin menjadi orang baik bagi sekelilingnya.
"Awal jadi chef, ini hanyalah cara bertahan untuk hidup nggak pernah sedikit pun terlintas jadi tukang masak. Lebih kepada how to survive bukanlah pilihan karena pilihannya jadi orang yang baik atau orang yang buruk itu aja." ujar Chef Ali membuka percakapan langsung dari Dubai.
Begitu kuatnya keinginan menjadi orang baik, Chef Ali lalu memutuskan bekerja. Pekerjaan pertama justru bukan berlatar belakang sebagai koki.
"Untuk karir sebagai chef awalnya di Mandarin Oriental Jakarta tahun 1996. Sebelumnya pernah kerja di pabrik kayu lapis di Sorong, Papua. Sampai akhirnya jadi daily worker di Hotel Grand Hyatt Jakarta di bagian laundry." cerita Chef Ali mengenang.
"Dan ada kakak nawarin training di dapur di MOJKT singkatan Mandarin." lanjutnya.
Berkat keseriusan dan kesungguhannya, berikutnya Chef Ali diterima bekerja di sebuah restoran ternama di kawasan Jakarta Selatan.
"Alhamdulillah karena kerja keliatannya bagus, Chef saya waktu itu di Zigolini Restauran namanya Stephen Geoleonardo mengajak saya ke Park Lane Hotel di Casablanca dan kerja di salah satu restaurant hotel itu namanya RIVA. Dari situlah asalnya jadi chef." ungkap Chef Ali.
Sebagai Chef profesional, Indra Ali memang memiliki basic dalam membuat olahan masakan. Dia mengaku piawai dalam membuat olahan makanan ala Eropa.
"Saya basicnya Italia dan RIVA itu French fine dining  restaurant jadi secara basic lebih ke Eropa. Italia karena Zigolini restaurant itu adalah Italian Restaurant dan itu salah satu restaurant terbaik tahun tahun itu." kata Chef Ali melanjutkan.
Setelah malang melintang menjadi chef di Tanah Air, Chef Ali mencoba peruntungan bekerja di luar negeri. Dia pun mulai bekerja di kapal pesiar.
"Sampai akhirnya kerja keluar negeri, saya ikut kapal pesiar namanya Renaissance IV Cruise Ship. Saya terbang ke Nantes di Prancis ngambil kapal baru di daerah St. Nazare Nantes. Dari situ ke Miami Florida ujian sertifikat kapal." sambungnya.
Bisa bekerja di luar negeri bagi Chef Ali bukanlah sesuatu yang pernah dibayangkan. Namun setelah benar-benar bisa kerja di luar negeri, perbedaan perlakuan itu dia rasakan sekali.
"Pertama nggak pernah kebayang bisa ke luar negeri karena buat sekolah lalu hidup gue lo tau keluarga gue seperti apa jadi mimpi yang jadi kenyataan terus ngalamin kerja di luar negeri ya secara Environment aja udah beda tapi secara personal pertama lebih dihargai lebih diakui terlebih ini menyangkut kerjaan yang sifatnya skill. Semakin hebat skill kita semakin di hargai nggak ada istilah jalur koneksi atau relasi itu yang lebih saya rasain."
"Habitnya beda aja di Indonesia sama di luar. Skill adalah yang jadi patokan dan jelas kemampuan kita beradaptasi dan komunikasi juga penting harganya jelas materi dan kebanggaan." beber Chef Ali.
Selama bekerja di luar negeri, chef Ali mengaku lebih banyak mendapatkan pengalaman positifnya.
"Pengalaman yang mengenakan itu dihargai udah pasti, diperlakukan fair, kawan dari berbagai kebangsaan, gaji lebih bagus pastinya, bisa lihat banyak negara dan saya tahu yang orang lain banyak nggak tahu. Dan, jalan jalan di bayar." katanya seraya tersenyum.
Dibalik pengalaman positif, bekerja di luar negeri menurut chef Ali banyak juga pengalaman tidak mengenakannya. Salah satunya dia pernah terapung di Samudera Atlantik.
"Saya pernah mengapung satu harian di Samudra Atlantik kondisi engine kapal mati dan dinding kapal saking dinginnya tangan ditempelin lengket karena saking dinginnya pernah juga karena kapal tankernya dwtnya 9000-an berarti kapal kecil, saya pernah muntah ijo karena mabuk laut. Karena kapal kena ombak ekstrim."
"Pernah masuk ke Pelabuhan Avero ini di Portugal surganya Wine. Avero itu julukannya Venesianya Portugal. Tapi lebih banyak hal yang menyenangkan dari susahnya." kata Chef Ali mengenang.
Kembali ke pekerjaan sebagai chef di Indonesia, Indra Ali mengatakan kalau dirinya juga pernah memiliki pengalaman yang tak terlupakan sebagai chef, yakni terlibat dalam perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua.
"Saya pernah terlibat di event Nasional terakhir perhelatan PON Papua sebagai Chef yangg meng-handle wilayah Jayapura dan sekitarnya."
Bagi Chef Ali, bekerja di dalam dan di luar negeri terasa sekali perbedaannya.
"Bedanya kerja di dalam dan di luar negeri yang mencolok itu memang etos kerjanya, yang lebih jelas lagi gajinya peraturan dan perundang-undangan yang mengatur hubungan pekerja dan pemberi kerja, environment, behavior dan suasana kerja jelas beda." ungkapnya.
Selain itu, Chef Ali juga pernah mengajar di beberapa kampus serta melakukan kegiatan lain yang berhubungan dengan dunia kerjanya sebagai chef.
"Beberapa tahun belakang an ini gue juga aktif sebagai pengajar di beberapa kampus juga sebagai certified Assesor BNSP menguji banyak Hotelier dan restaurant workers." sambungnya lagi.
Terakhir, Chef Ali berharap akan ada chef-chef muda yang mendunia. Dia juga berharap besar pemerintah benar-benar hadir untuk mengembangkan SDM di bidang perhotelan dan sejenisnya.
"Harapan dan keinginan yang jelas generasi chef Indonesia lebih mendunia, secara kita kalah jauh dengan chef dari negara lain terutama Philipina. Mental chef Indonesia cengeng tapi begitu keluar banyak yang sukses dan saya kenal beberapa di antara mereka. Jelas secara skill dan bahasa kita sangat minim gue berharap semua pihak saling bahu membahu untuk bikin semua chef Indonesia punya skill dan daya saing yang baik kesananya. Pasar kerja di luar negeri terbuka sangat luas buat kita. Asal diberi kemudahan oleh pemerintah dan perlindungan tentunya buat semua pekerjaan yang bisa menambah daya saing manusia Indonesia di luar negeri." tutup chef Ali.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H