Gue akhirnya memutuskan mengambil jalan ke kanan.
Desa Sinden mencekam dan angker.
***********
Jalan arah kanan yang gue ambil tadi pas bersama Toro, ternyata mengarahkan gue ke sebuah jalan setapak. Kalau bukan untuk menyelematkan diri dari vila dan area pemakaman yang sudah menghilangkan keberadaan Ara, Ray, Arda dan Anto, rasanya gue nggak berani untuk melewati jalan setapak ini.
Asli, jalan itu benar-benar seperti membuat gue berada di negeri antah barantah yang belum pernah gue lihat sekalipun di buku-buku ataupun di dalam film.
Sepanjang jalan setapak itu gue mencium bau aneka rupa bunga, tapi yang paling dominan baunya bunga melati.
Sekujur bulu kuduk gue merinding dan badan gue terasa berat untuk dibawa bergerak. Gue lihat waktu memang sudah mau adzan subuh. Gue lihat juga baterai HP tingal 10 persen.
"Jang...ujang..." terdengar suara yang sebelumnya pernah gue dengar.
"Nyik Koem..." gue membathin ketakutan.
"Kesini jang nari sama Nyik!"
Pelan terdengar suara irama tradisional Sunda mengiringi sesosok bayangan hitam yang menyebut dirinya Nyik Koem mulai menari.