Mohon tunggu...
Alamsyah
Alamsyah Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis & Content Writer

Lisan Terbang, Tulisan Menetap

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Akhir Perjalanan Angker di Desa Sinden

2 April 2021   02:06 Diperbarui: 2 April 2021   02:11 3216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelumnya:

Dalam keadaan sadar kita berempat coba keluar vila. Namun betapa sangat terkejutnya kita saat sudah di luar vila.

**********

Suasana di luar vila yang tadi tidak ada apa-apa mendadak berubah menjadi sangat angker sekali. Dari pintu vila aku melihat pekarangan vila yang tadi sekilas hanya semak, ternyata itu adalah area pemakaman.

Bukan cuma gue, Toro, Ray dan Anto juga menyaksikan ada area pemakaman mengelilingi vila.

"Astaga! Kok vila ini jadi di kelilingin kuburan???" ujar Ray bergidik.

"Kita harus keluar dari sini!!" ajak gue sama takutnya.

"Nggak bisa Dam. Liat tuh nggak ada jalan keluar." balas Toro.

"Kalo gitu kita ke dalam vila lagi!" Anto bergerak ke dalam. Gue, Ray dan Toro ngikut.

Tak berbeda dengan suasana di luar, di dalam vila yang tadi tampak memang seperti vila pada umumnya, sekarang justru sudah berubah menjadi tempat yang sangat angker sekali.

Kamar-kamar tidak ada lagi dilihat. Di dalam vila itu yang ada sekarang adalah sebuah makam besar yang ditutup dengan kain semacam kelambu putih dan ada kembang-kembang yang menebarkan bau menakutkan.

"Apa-apain ini! Kok jadi serem gini ya!" teriak Anto.

Kita akhirnya cuma bisa diam di mulut pintu sambil sekuat tenaga membaca ayat-ayat suci Al Qur'an.

"Pokoknya kita keluar dari sini kalau nggak kita akan senasib sama Ara dan Arda." ajak Toro.

"Ya udah lo buka jalan Ro!" gue bilang begitu sambil ngedorong badan Toro. Ray dan Anto ikut jalan membelakangi gue dan Toro.

"Kalian mau kemana? Dua teman kalian menunggu di atas." terdengar suara sangat pelan dan berat mencoba menghentikan langkah kita.

"Jangan ada yang nengok ke belakang. Jalan terus!" perintah Toro.

Toro membuka jalan menghiraukan suara gaib tadi dengan melompati satu per satu makam.

Gelapnya suasana membuat Anto yang paling belakang, tiba-tiba menghilang.

Namun dari tempat gue, Ray dan Toro berdiri masih bisa mendengar suara Anto meminta tolong.

Samar-samar kita melihat badan Anto seperti sedang ditarik oleh kekuatan besar ke dalam tanah.

"Adam, Ray, lari......!" Teriak Toro sambil berlari.

Gue dan Ray dengan sekuat tenaga berlari sejauh mungkin meninggalkan vila dan pemakaman.

Tetapi entah kenapa kita seperti tidak menemukan jalan raya atau jalan desa yang tadi kita pakai untuk memarkir motor.

Kita berhenti sebentar sambil terengah-engah.

Detik itu gue melihat giliran Ray yang ditarik sama kekuatan gaib yang muncul tiba-tiba dari balik semak-semak.

Tahu Ray ditarik, gue dan Toro berusaha menarik tangan Ray. Tetapi kekuatan kita kalah kuat dan akhirnya Ray hilang ditelan kegelapan.

"Adam, lebih baik kita berpencar. Mungkin itu satu-satu jalan supaya mahluk gaib itu terpecah." saran Toro ke gue.

Tanpa banyak ngomong gue langsung mengiyakan.

"Pokoknya siapa diantara kita yang selamat, cari Pak Hans!" kata gue sangat ketakutan ke Toro.

"Oke Dam selamat tinggal" ujar Toro sambil berlari ke arah kiri gue.

Tinggal gue seorang diri di tempat seangker itu.

Gue akhirnya memutuskan mengambil jalan ke kanan.

Desa Sinden mencekam dan angker.

***********

Jalan arah kanan yang gue ambil tadi pas bersama Toro, ternyata mengarahkan gue ke sebuah jalan setapak. Kalau bukan untuk menyelematkan diri dari vila dan area pemakaman yang sudah menghilangkan keberadaan Ara, Ray, Arda dan Anto, rasanya gue nggak berani untuk melewati jalan setapak ini.

Asli, jalan itu benar-benar seperti membuat gue berada di negeri antah barantah yang belum pernah gue lihat sekalipun di buku-buku ataupun di dalam film.

Sepanjang jalan setapak itu gue mencium bau aneka rupa bunga, tapi yang paling dominan baunya bunga melati.

Sekujur bulu kuduk gue merinding dan badan gue terasa berat untuk dibawa bergerak. Gue lihat waktu memang sudah mau adzan subuh. Gue lihat juga baterai HP tingal 10 persen.

"Jang...ujang..." terdengar suara yang sebelumnya pernah gue dengar.

"Nyik Koem..." gue membathin ketakutan.

"Kesini jang nari sama Nyik!"

Pelan terdengar suara irama tradisional Sunda mengiringi sesosok bayangan hitam yang menyebut dirinya Nyik Koem mulai menari.

Saat itu juga gue takut bukan main. Gue coba menjauh dari bayangan hitam itu. Langkah kaki gue semakin berat karena jalan mulai menanjak.

Tiba-tiba kaki gue tersandung. Gue tersungkur. Pas gue mau bangkit, benda yang membuat gue terjatuh, gue perhatiin seperti tubuh manusia.

Gue pertegas ternyata itu badan Toro.

"Astaghfirullah. Toro, elo...." gue langsung mau pingsan mengetahui badan Toro sudah terkoyak-koyak bersimbah darah.

Nggak berpikir panjang lagi, gue langsung menghambur meninggalkan jasad Toro.

Pelarian gue akhirnya berhenti setelah jalan setapak yang sejak tadi gue telusuri terhalang oleh semacam bukit.

Gue nggak bisa kemana-mana lagi, kecuali balik arah ke jalan semula.

Saat itu juga gue hilang akal mau kemana lagi. Dari tempat gue berdiri, bayangan hitam bukan cuma satu saja, tetapi ada tiga menuju ke arah gue.

Yang di depan gue yakinin kalau bayangan hitam itu adalah Nyik Koem. Sedangkan yang dua di belakangnya gue nggak tahu siapa.

Dengan ketakutan yang sudah sudah sulit terbendung. Gue akhirnya memberanikan diri menantang sosok bayangan hitam yang sebentar lagi mendekat itu.

"Siapapun itu. Menjauh dari gue!! gue nggak ganggu kalian!! Jangan ganggu gue!!" gue berkata dengan sangat bergetar.

"Ujang tidak mengganggu, tetapi kehadiran ujang dan teman-teman Ujang membangkitkan lagi amarah kita. Kalian tidak layak kesini."

Ketiga bayangan hitam itu secara bersamaaan masuk ke dalam gue.

Gue spontan langsung ambruk dan tak sadarkan diri.

**********

Beberapa hari kemudian pasca peristiwa hilangnya enam karyawan swasta sebuah perusahaan besar di Jakarta hilang di Desa Sinden, Pak Hans mengangkat enam karyawan baru yang dia ajak sendiri untuk bergabung.

Keenam karyawan baru bawahan Pak Hans itu adalah orang-orang terbaik Pak Hans yang dia bawa dari kantor sebelumnya.

Posisi Pak Hans semakin kokoh setelah enam karyawan baru itu masuk ke perusahaan tersebut.

Sebulan kemudian Pak Hans mendapatkan jabatan strategis dengan berbagai fasilitas VVIP.

Ciledug, April 2021  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun