Mohon tunggu...
Alamsyah
Alamsyah Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis & Content Writer

Lisan Terbang, Tulisan Menetap

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jadah (Yang Tak Diharap)

10 Februari 2021   18:30 Diperbarui: 10 Februari 2021   18:36 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.walpaperlist.com


Namaku Jadah. Aku perempuan 22 tahun. Aku tak tahu siapa yang melahirkan ku. Aku juga tidak tahu mengapa namaku Jadah.

Katanya aku dilahirkan oleh ibuku yang berselingkuh dengan om ku. Ada juga yang bilang ku dilahirkan dari rahim seorang PSK. Bahkan ada yang menyebut kelahiran ku karena hubungan sedarah. Yang lebih menakutkan lagi katanya aku lahir setelah ibuku diperkosa oleh banyak pria.

Aku takut jika semua omongan orang itu benar adanya. Lalu aku harus bagaimana jika benar aku dilahirkan karena salah satunya dari hubungan yang tak benar itu?

Kafe Greyhound, Grand Indonesia, Desember 2019
Mataku menebar pandangan ke arah pintu masuk. Hari ini aku janjian bertemu dengan Lilian, seorang netizen yang merespon curhatanku di Instagram beberapa hari lalu.

Katanya dia tertarik dengan masa laluku sehingga mau menemui ku.

"Kisah mu mengusik bathinku Jadah. Aku mau bertemu mu." ku baca kembali pesan WhatsApp Lilian.

Tak lama sosok Lilian yang belakangan intens komunikasi denganku muncul.

Aku langsung melambaikan tangan dari meja yang ku tempati. Lilian melihat dan langsung mendekat ke arahku.

"Lilian."

"Jadah"

Kami berangkulan sesaat. Saling memandang satu sama lain kemudian.

"Mengapa Lilian tertarik dengan curhatanku?" Aku membuka percakapan.

"Karena apa ya...Oiya karena aku tertarik aja. Aku kan suka sama hal-hal yang pelik dan rumit. Bahkan bisa dibilang yang gak masuk akal sama sekali." jelas Lilian.

Aku mencoba memahami perkataan Lilian sambil memandang wajahnya yang tenang.

"Berarti bukan aku aja dong yang coba kamu minati. Karena banyak kan kisah masa lalu orang lain yang mungkin lebih rumit dariku." aku coba menelisik lebih dalam apa sebenarnya yang diinginkan Lilian dariku.

"Gak. Cuma cerita kamu yang menurut ku paling penuh misteri."

"Jadi apa yang mau Lilian lakukan dari masa laluku? tanyaku.

"Aku mau bantu kamu mencarikan siapa orangtuamu." jawab Lilian.

"Semudah itukah?" tanyaku lagi.

Lilian diam. Dia memandangku sedemikian rupa.

Seketika aku baru sadar pengunjung kafe mengarahkan pandangan ke arahku. Aku pun heran seakan ada yang salah dariku atau Lilian.

"Maaf, mba nya bicara dengan siapa ya?" Seorang pengunjung sebelah mejaku berkata begitu.

Aku bingung bukan main. Mengapa orang itu bicara begitu. Padahal jelas aku sedang ngobrol dengan Lilian yang duduk di depanku.

"Astaga." Aku baru tersadar ternyata orang sebelah ku dan juga pengunjung lain tak melihat ada orang di depanku.

Buru-buru ku tinggalkan kafe. Tiba di kosan kubuka lagi Instagram Lilian. Selama ini ku memang belum sempat melihat semua postingan Lillian. Setelah kejadian tadi, aku baru menemukan satu postingan Lilian yang sungguh membuat ku benar-benar bergidik.

Enam bulan yang lalu di Instagram milik Lilian, aku mendapati satu postingan mengenai insiden yang menewaskan Lilian. Insiden itu entah siapa yang menuliskannya di akun Instagram Lilian.

Dalam postingan itu juga disertakan foto Lilian yang sedang terbaring di ranjang rumah sakit, penuh dengan slang infus.
Aku coba scroll ratusan komentar di postingan itu dengan harapan bisa menemukan petunjuk akan kematian Lilian.

Mataku tertumbuk ke salah satu akun. Akun @perenggutatma. Di situ ditulis Lilian tewas dibunuh oleh sahabatnya yang dia sebut Mawar Hitam.

"Perenggutatma? Mawar Hitam? Siapa mereka?" bathinku.

Aku lalu teringat dengan seorang teman yang bisa menelusuri keberadaan pemilik akun media sosial.

"Bramasta. Dimana dia sekarang?" aku coba mengingat kali terakhir bertemu temanku itu.

Dalam hati aku bertanya, apa mungkin Bramasta mau membantuku, sementara aku dengannya pernah mengalami sebuah peristiwa yang tak mengenakan saat kami berdua merajut cinta.

Beberapa tahun silam aku habis-habisan menghardik Bramasta karena kupergoki melakukan hubungan intim dengan sahabatku, Asmarani.

Atas kejadian itu hubunganku dengan Bramasta berakhir. Tapi kini aku malah membutuhkan bantuannya.

Rupanya, setelah aku berhasil menemui Bramasta, dia sudah menikah dengan Asmarani. Aku sangat terkejut dibuatnya. Langsung saja aku urungkan niatku untuk meminta bantuan, mencari jejak digital pemilik akun @perenggutatma serta Mawar Hitam itu kepada Bramasta.

"Jadah!" Teriak Asmarani di sebelah Bramasta, ketika dia melihatku langsung menghambur pergi.

"Maafkan ku Jadah" teriak Asmarani yang kudengar suaranya makin mengecil.

Aku tak menggubris panggilan sahabatku. Aku langung pergi meninggalkan kedua orang yang pernah sangat dekat denganku tersebut.

Aku berhenti sebentar mengatur nafas di tengah pikiran yang masih berkecamuk.

Sebentar melintas wajah-wajah yang membuatku jadi begini. Lalu muncul pula wajah dua orangtuaku, tetapi aku tak tahu siapa mereka. Apakah mereka orangtuaku?

"Awas mba!!!" suara teriakan itu masih kuingat terakhir kali sebelum aku disini. Di ranjang sebuah rumah sakit.

Ruang Rawat Inap RSCM
Setelah mendapat pertolongan pasca insiden kecelakaan yang kualami, aku mulai siuman. Dalam pandangan yang masih kabur, ku lihat sejumlah perawat wanita mengitari ranjangku. Persis di depanku sosok berbaju putih yang kuyakini dia seorang dokter.

"Ada kerabat pasien ini?" tanya dokter ke para perawat yang kudengar sangat pelan.

"Tidak ada dok. Orang yang mengantar ke sini sudah tak ada." jawab seorang perawat.

Dari suara yang kudengar, dokter tersebut sepertinya sudah cukup tua.

"Adakah identitas.pasien ini?" tanya dokter kembali ke perawat.

"Namanya Jadah. 22 tahun. Singel." respon seorang perawat.

"Jadah? Nama yang menarik. Bawa semua berkas identitas pasien ini ke ruangan saya." tutup sang dokter seraya meninggalkan ku.

Saat itu ku belum bisa berbicara apa-apa. Rasa sakit akibat hantaman mobil membuatku hanya bisa terbaring.

Dokter Frans Suseno terduduk di ruang kerjanya. Jari-jarinya nampak diketuk-ketuk ke meja.

"Tanda hitam di perut kanan pasien itu? Dia masih hidup? Tidak.mungkin." sang dokter membatin penuh rasa heran.

"Sudah 22 tahun berlalu. Sudah sangat lama. Apa mungkin? Penghianat kamu Ambar!" wajah sang dokter nampak mengeluarkan amarah yang ditahannya.

Dokter Frans kemudian keluar ruangan. Dia bermaksud menemui dokter bedah Ambarita di ruangannya. Namun dokter bedah Ambarita sudah pulang.

Dokter Frans lalu memutuskan menemui dokter bedah Ambarita di rumahnya. Tiba di rumah Ambarita, Frans marah besar. Dia menyalahkan Ambarita setelah mengetahui pasien yang ditanganinya adalah anak yang dulu ingin dia bunuh melalui tangan Ambarita.

"Kamu bilang sudah menghabisi nyawa bayi itu tapi nyatanya bayi yang ada tanda hitam di perut kanannya itu sekarang masih hidup. Sekarang dia ada di ruang rawat inap." ujar Frans marah besar.

Ambarita tertegun sejenak. Rasa tidak percaya nampak menggayuti wajahnya.

"Kamu yakin itu dia Frans? Kamu sudah memastikan? Ini sudah 22 tahun Frans mana mungkin aku berbohong padamu. Aku sudah membunuhnya saat itu." kata Ambarita.

Frans bersitegang jika Jadah adalah benar bayi yang ia maksudkan. Namun Ambarita tetap belum yakin jika orang yang dimaksud Frans itu adalah bayi yang 22 tahun lalu itu sebenarnya mau ia habisi nyawa tak berdosanya itu.

"Saya tidak yakin kamu sudah membunuhnya. Ingat! Jika kamu bohong padaku, anak itu akan membongkar semua hubungan kita." ancam Frans.

Ambarita terkesima. Sesaat kemudian ia teringat peristiwa 22 tahun silam. Detik itu juga Ambarita diam untuk selamanya. Sementara Frans masih berdiri di depannya dengan nafas terengah dan pandangan kosong.

(Ciledug, Februari 2021)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun