Sering kita mendengar, melihat atau membaca dari media sosial atau bahkan perbincangan bahkan ceramah dimushola/masjid kita ada yang berpandangan bahwa bisnis asuransi itu tergolong dalam hal yang dikatakan haram.
Selain dari perbankan ataupun leasing yang saat ini tumbuh berkembang dinegara kita ini, jadi benarkah pendapat atau pandangan demikian bahwa asuransi itu haram?
Tulisan ini bukan sebagai wujud bantahan tapi sekedar menyampaikan alternatif pandangan terhadap yang namanya asuransi tersebut.
Dalam kajian fiqih islam sendiri ada 3 pendapat terkait hukum asuransi ini, berikut saya paparkan pendapat masing-masing ulama kelas dunia terhadap asuransi :
I. Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa
Baca juga : Seperti Apa Penggunaan Asuransi Itu?
Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth‘i (mufti Mesir”). Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah:
- Asuransi sama dengan judi
- Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.
- Asuransi mengandung unsur riba/renten.
- Asurnsi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau di kurangi.
- Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
- Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
- Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah.
II. Asuransi konvensional diperbolehkan
Pendapat kedau ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas Syari‘ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa Ahkamuha).
Baca juga : Mengenal dan Memahami Apa Itu Asuransi
Mereka beralasan:
- Tidak ada nash (al-Qur‘an dan Sunnah) yang melarang asuransi.
- Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
- Saling menguntungkan kedua belah pihak.
- Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.
- Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil)
- Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta‘awuniyah).
- Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen.
III. Asuransi yang bersifat sosial di perbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan
Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo).
Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh).
Alasan golongan yang mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yang tegas haram atau tidak haramnya asuransi itu.
Kemudian dalam praktenya asuransi sendiri didalam kehidupan sehari-hari terdapat 2 macam pilihan ada yang konvensional dan ada yang syariah, dimana dari kedua macam ini intinya terdapat pada perbedaan dari istilah, akad pada saat masuk, adanya DPS - Dewan Pengawas Syariah.
Baca juga : Strategi Meningkatkan Eksistensi Asuransi Syariah di Indonesia
Serta investasi dan pegelolaan dana juga cenderung pada tempat-tempat yang murni syariah, serta produk-produk asuransi yang diperjual belikan pun tidak semua dipasarkan harus berdasarkan dan merujuk pada DPS terlebih dahulu, tapi pointnya menurut pandangan saya tetap sama adalah fungsi utama dari asuransi adalah untuk menolong atau meringankan secara ekonomis kondisi pihak yang mengalami musibah / bencana.
coba kita lihat sekitas tentang definisi asuransi sendiri, asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan asuransi (muammin) untuk memberikan kepada nasabah/klien-nya (muamman) sejumlah harta sebagai konsekuensi dari pada akad itu, baik itu berbentuk imbalan.
Gaji atau ganti rugi barang dalam bentuk apapun ketika terjadibencana maupun kecelakaan atau terbuktinya sebuah bahaya sebagaimana tertera dalam akad (transaksi), sebagai imbalan uang (premi) yang dibayarkan secara rutin dan berkala atau secara kontan dari klien/nasabah tersebut (muamman) kepada perusahaan asuransi (muammin) di saat hidupnya.
sehingga dalam asuransi itu jelas bila kewajiban kita sebagai nasabah sudah membayarkan premi maka akan mendapatkan juga hak kita bila mengalami musibah namun dengan catatan pada kondisi yang memang memenuhi persyaratan sesaat sebelum menyetujui penerbitan polis, ini biasanya bisa dilihat dan dibaca dalam form aplikasi saat nasabah masuk asuransi diawal.
Kembali pada perdebatan diatas, benarkah tuduhan bahwa asuransi itu adalah judi, gharar, riba, tidak jelas dll ?, berikut perbedaan jelas bahwa asuransi itu berbeda dengan hal-hal yang dituduhkan tadi ;
1. tujuan dari asuransi adalah untuk mengurangi resiko yang akan muncul dikemudian hari, dimana mau ikut atau tidak dalam asuransipun resiko tersebut tetap akan ada, namun dalam perjudian resiko kerugian baru ada bila kita ikut dalam kegiatan perjudian tersebut, bagaimana kita harus menanggung kerugian judi kali kita tidak membeli togel, bukan begitu.
2. asuransi memberikan manfaat secara sosial pada masyarakat umum, misal dengan adanya asuransi yang menjamin orang akan lebih nyaman dalam meninggalkan kendaraannya diletakkan dipekarangan rumah bila ada kecurian, atau ruko seseorang tercover asuransi bila terjadi kebakaran sehingga pemilik tidak grusa-grusu bila terjadi kebakaran atau kecurian.
Contoh lebih luas lagi perbankan akan lebih nyaman bila mengucurkan pinjaman untuk membeli agunan, kendaraan, atau modal kerja dengan adanya cover asuransi bila agunan tersebut ternyata terbakar, kena musibah , atau nasabah bank tersebut meninggal dunia.
Sehingga multiflyer effect dari adanya jaminan asuransi ini terhadap geliat ekonomi disuatu wilayah yang ingin tumbuh, berkembang dan maju masyarakatnya, tapi klo judi malah sebaliknya, tidak memberikan manfaat sosial malah dapat merusak tatanan rumah tanggal terjadinya pertengkaran, bahkan perceraian dan kriminalitas lainnya dari akibat kalah judi atau kecanduan perjudian ini.
3. Resiko yang muncul oleh pihak asuransi bisa diukur melihat dari survey terhadap objek asuransi atau moral hazard dari pemilik atau karyawan pemilik objek tersebut, semakin besar tingkat aktifitas yang cenderung memunculkan kerugian makan asuransi akan mensyaratkan hingga menerapkan rate yang lebih mahal terhadap objek tersebut.
Misal SPBU dimana karyawannya memiliki kebiasaan merokok, maka pihak asuransi akan menolak atau membuat syarat tertentu bila masih tetap ingin diakomodir, didalam perjudian tidak jelas tolak ukur resiko, apakah 100 kali ikut judi pasti menangnya 80% atau 100% atau bahkan 0% itu tidak bisa diprediksi atau diukur.
4. ada kontrak yang jelas secara legal didalam asuransi sehingga mengikat kedua belah pihak secara hukum bila melanggar kontrak tersebut berinflikasi logis terhadap pidana atau perdata, dalam perjudian hal ini sangat tidak mungkin, mana mungkin ada legalitas dalam perjudian, maka kontrak perjajian berdasarkan kepercayaan belaka sehingga kembali pada masing-masing pihak saja akan menjalankan komitmen dalam perjudian tersebut.
5. resiko musibah yang terjadi akan datang sangat tidak diingikan oleh kedua belah pihak (baik perusahaan asuransi ataupun nasabah bersangkutan), sebaliknya dalam perjudian terjadinya kerugian / ketidak beruntungan memang dicari oleh kedua belah pihak, siapa yg kalah (rugi) dan yang menang (untung).
6. Besarnya jumlah pengantian dalam asuransi tidak bisa diukur saat sebelum terjadi musibah / resiko, sebaliknya dalam perjudian besarnya jumlah kerugian atau keuntungan sudah bisa diketahui dengan besarnya jumlah yang dipertaruhkan.
7. Asuransi sangat menuntut bahwa barang yang diasuransikan itu memiliki insurable interest - hubungan kepemilikan dari orang yang mengajukan pengcoveran asuransnya, sedangkan dalam perjudian unsur tersebut tidak perlu dilihat lagi yang penting seberapa nilai yang dipertaruhkan dalam perjudian saat itu.
maka, dalam kesimpulan saya atas tuduhan, isu atau bahkan provokasi bahwa asuransi itu disamakan dengan judi saya kembali berpengang pada 3 fatwa diatas.
dimana ada beberapa produk asuransi yang bisa kita manfaatkan untuk melindungi aset kita dari bencana atau musibah yang mungkin saja terjadi sewaktu-waktu yang besar atau nilainya tidak bisa diprediksi tadi.
Misal produk asuransi mobil, motor, kebakaran, dlsb, begitu juga sebaliknya ada juga produk asuransi yang cenderung berbau judi bahkan sama dengan judi tadi, misal hole in one dalam golf, bila ada seorang pemain yang bisa memukul satu kali lalu pukulan tersebut masuk kedalam hold yg dimana hold tersebut menjanjikan hadiah (rumah, mobil, uang dll) ini jelas dilarang atau haram.
Pertama, saya kembali berprinsip pada bahwa tujuan dan fungsi utama dari asuransi baik konven atau syariah adalah bertujuan untuk saling tolong menolong, saya teringgat pada cerita seorang nasabah yang membangun usahanya dari nol, dari pinggir jalan lalu menyewa lapak, mulai toko lalu memiliki toko hingga banyak mempekerjakan karyawan dalam toko tersebut yang bergantung rezeki padanya.
Bila sewaktu-waktu toko tersebut terbakar dalam semalam, disaat mereka sedang tidur lelap dan tidak dicover oleh asuransi bagaimanakan nasib diri, keluarga dan para karyawannya nanti, namun dengan adanya pengalihan resiko dari dirinya sendiri ke pada perusahaan asuransi maka resiko besar tersebut menjadi bisa dimanagemen oleh pemilik toko tersebut.
Jangan menunggu terjadi baru berpikir maka ada pepatah dalam asuransi, sedia payung sebelum hujan, sedia polis asuransi sebelum terjadi musibah.
kedua, dalam islam ada sebuah hadist yang bisa dijadikan dasar bahwa manusia juga diwajibkan berusaha dahulu dengan akal/usahanya baru bertawakal kepada Allah S.W.T, bukan artian dalam berasuransi kita merendahkan Tuhan atau bagi yang ekstrem lagi lebih mempercayai asuransi dari pada Tuhan, mungkin rekan-rekan pernah membaca atau mendengar cerita berikut ;
Seseorang berkata kepada Nabi ShollAllahu ‘alaihi wa sallam, “Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku bertawakkal ?” Nabi bersabda, “Ikatlah kemudian bertawakkallah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi dan dihasankan Al Albani dalam Shohih Jami’ush Shoghir).
Dalam riwayat Imam Al-Qudha’i disebutkan bahwa Amr bin Umayah RadhiyAllahu ‘anhu berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rosululloh!! Apakah aku ikat dahulu unta tungganganku lalu aku berTawakkal kepada Allah, ataukah aku lepaskan begitu saja lalu aku bertawakkal?’, Beliau menjawab, ‘Ikatlah untamu lalu bertawakkallah kepada Allah.” (Musnad Asy-Syihab, Qayyidha wa Tawakkal, no. 633, 1/368)
maka, dari paparan yang saya sampaikan semua saya serahkan kembali kepada khalayak pembaca kompasiana sendirilah mengambil kesimpulan dalam kasus apakah asuransi ini halal, haram atau makruh.
Karena saya tidak berhak memutuskan soal mana yang menurut rekan-rekan lebih nyaman dalam keyakinan, cuma itulah sedikit pendapat dan dasar pandangan saya yang saya pahami dan ketahui saat ini, tetap membuka wacana untuk media diskusi dan berpendapat dalam tanyajawab.
Terima kasih kompasiana
Pangkalpinang, 6 Maret 2019
Wong Sadli
Ref :
https://muslim.or.id/30-tawakkal.html
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI