Mohon tunggu...
Sandy Gunarso
Sandy Gunarso Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi Komunikasi

Berhenti memuaskan orang karena kepuasan tiada batasnya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Saat Anak Tidak Mencapai Nilai Maksimal, Apa yang Harus Orangtua Lakukan?

28 Juni 2022   11:04 Diperbarui: 29 Juni 2022   01:00 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagian orangtua, menilai kemampuan anak berdasarkan nilai dari hasil ulangan di sekolahnya.

Saat anak tidak mencapai nilai maksimal, maka orangtua langsung menilai bahwa anak tidak pandai dan kurang cakap dalam menyerap ilmu pengetahuan. Padahal belum tentu kepandaian anak hanya diukur dari nilai hasil belajarnya di sekolah.

Nilai hanyalah salah satu faktor untuk mengukur kemampuan anak untuk menangkap dan menyerap informasi dari para guru di sekolah, sedangkan masih banyak faktor lain yang ikut mempengaruhi kemampuan anak selama menjalani proses belajar di sekolah. 

Untuk itu, orangtua perlu mengerti kondisi anak saat belajar di sekolah, termasuk kondisi lingkungan sekolah, guru-guru, hingga teman sekelas dan teman satu sekolahnya.

Ironisnya, sebagian orangtua langsung menilai bahwa sang anak tidak mampu menangkap pelajaran hanya karena nilai ujian mereka rendah. Bahkan, sebagian orangtua langsung memberikan label bodoh pada anak saat mereka melihat nilai kecil dari laporan hasil belajar di akhir tahun ajaran.

Nilai laporan hasil belajar bukanlah semata menjadi acuan mutlak dari prestasi anak di dunia. Masih banyak indikator lain yang harus dilihat dan diamati orangtua sebelum mengukur kemampuan anak. Nilai akademis bukan pula sebagai nilai mutlak yang menjamin keberhasilan anak di masa depan.

Orangtua perlu menjelaskan bahwa sekolah itu sebenarnya tempat latihan agar setiap orang terbiasa berpikir dan bersosialisasi. Sebab, jika orang sudah terbiasa berpikir, maka mereka akan lebih mudah menjalani hidup, karena mereka memiliki kemampuan untuk melihat suatu masalah secara lebih jelas dan menyelesaikannya dengan cara terbaik tanpa menimbulkan masalah baru.

Selain itu, Orangtua juga perlu menjelaskan bahwa sekolah itu tempat mengumpulkan informasi tentang segala sesuatu di dalam kehidupan, karenanya dengan banyak informasi yang didapat dari sekolah, maka akan membuat anak tidak mudah cemas dan lebih cepat beradaptasi di dalam lingkungan baru.

Informasi dasar seperti di atas, hendaknya disampaikan orangtua secara berkala pada anak. Jangan biarkan anak menjalani rutinitas sekolah tanpa mengetahui secara jelas tujuan dan alasannya untuk bersekolah.

Ingat! Kegiatan yang dilakukan secara terus menerus tanpa tujuan jelas akan membuat orang kelelahan dan putus asa. Mereka seperti berjalan di lorong gelap dalam kondisi lapar tanpa harapan.

Begitu pula dengan anak, tanpa mengetahui tujuan jelas dari pentingnya bersekolah akan membuat mereka bersekolah dengan asal-asalan. 

Mereka akan berpikir bahwa sekolah itu asal mama senang, asal papa senang, asal dapat uang jajan, asal bisa bertemu si A atau si B, dan sebagainya. 

Mereka akan mengabaikan pelajaran dan pada akhirnya bersekolah hanya untuk bersenang-senang tanpa peduli nilai dan manfaat lainnya.

Parahnya, ketika anak sudah menganggap sekolah hanya tempat bermain dan bersenang-senang, maka saat mereka berhadapan dengan pelajaran, maka mereka akan menjadi bosan karena merasa kelelahan. 

Untuk mengurangi kebosanannya selama pelajaran berlangsung, maka anak akan berulah macam-macam untuk mengalihkan perhatian serta mempertahankan semangatnya selama di sekolah.

Ulah sang anak yang bermacam-macam inilah dimaknai orang dewasa (orangtua dan guru) sebagai kenakalan. Orang dewasa sering lupa bahwa anak juga manusia yang punya perasaan bosan pada situasi yang tidak menyenangkan baginya.

Umumnya, orang dewasa tidak mau mencari alasan di balik perilaku negatif dari sang anak. Mereka akan langsung berteriak saat anak berulah yang bertentangan dengan pikirannya. 

Teriakan orang dewasa justru dimaknai sebagai keberhasilan bagi sang anak. Mereka berhasil untuk menarik perhatian orang dewasa dan dianggapnya sebagai bagian dari suasana berbeda dari segala rutinitas membosankan di sekolah.

Lantas, apa yang harus dilakukan orangtua jika segala cara yang sudah dilakukannya tetap saja tidak mampu membuat nilai anak maksimal di sekolah? 

Apakah karena memang IQ anak yang lemah atau apakah anak tidak tertarik dengan pelajaran? Saat situasi itu terjadi, sebaiknya orangtua perlu melakukan 3 hal seperti di bawah ini:

1. Berikan Semangat Pada Anak

Pepatah klasik berbunyi, "Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti suatu saat dia akan terjatuh juga." Artinya, sepandai-pandainya seorang anak di sekolah, pastilah sesekali mereka akan mendapatkan nilai yang tidak maksimal. 

Umumnya, anak-anak yang terbiasa mendapatkan nilai maksimal di sekolah akan mengalami kekecewaan lebih mendalam dibandingkan anak lain yang terbiasa mendapatkan nilai pas-pasan.

Anak dengan nilai maksimal merasa bahwa mereka gagal memberikan sesuatu yang terbaik seperti harapan orangtuanya. 

Perasaan itu alamiah terjadi pada semua anak. Mereka akan berusaha untuk membahagiakan orangtua, termasuk memenuhi segala harapannya.

Untuk itulah, orangtua harusnya meredam dulu emosi saat mereka melihat nilai anak tidak maksimal. 

Janganlah orangtua melepaskan emosinya yang membabi-buta di hadapan anak dan seluruh orang saat mengambil hasil belajarnya. Luapan emosi ini akan membuat anak semakin tertekan dan berada di posisi tersudut.

Anak akan semakin kesulitan untuk belajar karena mereka merasakan serba salah. Di satu sisi memang mereka mengalami kesulitan belajar di sekolah. Sementara di sisi lain, orangtuanya selalu emosi menuntut nilai maksimal tanpa bersedia menemaninya belajar. 

Penyebab nilai anak tidak maksimal inilah yang harus ditemukan orangtua sebelum mereka meluapkan emosinya kepada anak.

Orangtua cukup berkata pada anak bahwa masih ada kesempatan untuk memaksimalkan nilai. Selanjutnya, orangtua yang mengatur strategi belajar bagi anak serta komitmen menjalankannya. 

Orangtua yang cenderung melepaskan anak belajar sendiri tanpa arahan pasti akan membuat akan kehilangan kompas saat menjalani kehidupannya.

2. Mengevaluasi Cara Belajar Sang Anak

Orangtua hendaknya melihat nilai di rapor dan membandingkan dengan nilai di semester sebelumnya untuk mengetahui letak kekurangan dari sang anak. Hentikan dulu teriakan emosi supaya tidak membebani mental anak.

Cobalah mengingat kekurangan yang dilakukan sang anak selama belajar di sekolah. Amati perkembangan nilai sang anak dari mulai latihan di sekolah sampai nilai ujiannya. 

Saat orangtua mengetahui letak kekurangan dari nilai mata pelajarannya, maka selanjutnya orangtua harus berpikir cara untuk mengetahui penyebab dan cara memperbaikinya.

Memang butuh waktu untuk mengamatinya, tetapi efektivitas dari kegiatan evaluasi ini sungguh bermanfaat untuk membantu sang anak memperbaiki kelemahan dan kekurangannya. 

Gunakan waktu evaluasi ini untuk berdekatan dengan anak. Jangan sampai orangtua hanya hebat berteriak dan berteori tanpa hebat menolong anak secara langsung.

Kemudian, sebaiknya saat mengevaluasi cara belajar anak, sebaiknya orangtua tidak membandingkannya dengan teman lain. 

Perbandingan dengan anak lain akan melukai perasaan sang anak lalu justru membuatnya merasa terbebani secara mental.

Lagi pula, setiap anak punya kemampuannya masing-masing tanpa dapat dibandingkan satu sama lain. 

Fokus saja pada perbaikan pada anak dibandingkan orangtua menyibukkan diri membandingkan anak dengan orang lain.

3. Menyusun Latihan Belajar

Usai menemukan penyebab ketidak maksimalan nilai anak, orangtua mulai menyusun strategi belajar bagi sang anak.

Orangtua yang harus memikirkan cara terbaik supaya anak mampu memperbaiki kekurangan dan kelemahannya di sekolah. 

Misalkan, anak mengalami masalah ketelitian saat menjawab soal ujiannya, maka cara memperbaikinya dengan melakukan latihan mewarnai objek yang kecil, bermain manik-manik berukuran kecil, atau dengan berlatih menulis menggunakan bahasa asing.

Tugas dari orangtua selanjutnya adalah menyiapkan media dan fasilitas lain sebagai media anak untuk menjalani latihan. 

Sediakan mereka buku bergambar hingga alat-alat gambarnya. Latihan-latihan ini dapat membuat anak lebih konsentrasi dan semakin teliti saat menghadapi suatu permasalahan.

Ketiga cara sederhana di atas setidaknya mampu untuk membantu anak memperbaiki kelemahan selama belajar di sekolah. 

Memang butuh waktu dan kesabaran untuk menemani anak selama menjalani proses latihan dasar ini. Maka itu, orangtua haruslah berkorban untuk melayani dan membantu anak secara penuh.

Jika orangtua hanya mampu berteriak tanpa mampu berpikir untuk memperbaiki kekurangan sang anak, maka akibatnya anak akan merasa tertekan dan lama kelamaan anak akan melakukan perlawanan sebagai bentuk kekecewaan dan kekesalan mereka kepada orangtuanya.

Untuk itu, sebaiknya orangtua memberikan semangat berupa kesediaannya menemani anak dan memegang tangan anak saat mereka mengalami kesulitan agar sanggup berdiri dan berjalan kembali untuk menghadapi setiap masalah dalam kehidupannya.

Terkadang, nilai anak yang tidak maksimal disebabkan salah satunya karena mereka terlalu tertekan selama hidup bersama orangtuanya. 

Segudang tuntutan dari orangtua tanpa mendapatkan bantuan dan arahan dari orangtua justru menyebabkan keputusasaan dalam kehidupan sang anak.

Memang benar nilai anak merupakan kebanggaan orangtua, tetapi sekali lagi bahwa nilai bukanlah segalanya untuk mengukur kemampuan anak. 

Orangtua haruslah mengajarkan dasar-dasar moralitasnya, seperti kejujuran, toleransi, rajin bekerja keras, ketelitian, semangat, dan pantang menyerah.

Anak yang dibekali dengan moralitas tinggi akan berbuat kebaikan saat mereka mendapatkan pengetahuan dan pengalaman lebih di atas orang lain. Begitu pula sebaliknya. 

Untuk itulah, orangtua sebaiknya menyayangi anak secara langsung dengan banyak aksi dan sedikit suara. FIN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun