Mohon tunggu...
Sandy Gunarso
Sandy Gunarso Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi Komunikasi

Berhenti memuaskan orang karena kepuasan tiada batasnya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Rahasia Cara Bernegosiasi Antara Orangtua dengan Anaknya

25 April 2022   23:03 Diperbarui: 26 April 2022   09:03 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi interaksi anak dan orangtua. Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Orang sering bilang kalau anak adalah karunia dan berkat dari Tuhan Yang Maha Esa. Orang juga sering mengkaitkan anak sebagai titipan Tuhan yang harus dilindungi dan dijaga dengan segenap hati. Saat orang dipercaya memiliki anak, mereka sangat bersyukur dan berbahagia. 

Bahkan sebagian dari orang akan berkata bahwa mereka bersedia memberikan segalanya untuk sang anak. Segalanya termasuk harta dan nyawa. Alhasil, orangtua meluluskan semua permintaan anak tanpa proses negosiasi. Sang anak cukup menyebutkan sesuatu, maka orangtua pasti memberikannya tanpa berpikir panjang.

Orangtua seperti ini berpikir bahwa mereka bekerja keras dengan sepenuh tenaga dan pikiran hanya untuk anak. Meski penghasilan rendah dan kehidupan serba pas, orangtua berusaha membelikan barang-barang mahal buat anaknya. Prinsipnya adalah mereka akan bahagia saat melihat anak bahagia. Benarkan hidup harus seperti itu?

Kehidupan sang anak harus dan wajib dibuat pro dan kontra sebagai pelatihan level pertama dalam kehidupan anak. Orangtua harus tega menolak permintaan anak. Sebab, anak harus terlatih untuk hidup di dunia yang penuh dengan penolakan. Anak harus berlatih menerima penolakan dari orangtuanya. Jangan biarkan mereka hidup dalam kebencian pada orang-orang yang menolak keinginannya.

Pada level kedua, orangtua barulah melatih anak untuk bernegosiasi. Caranya, ijinkan anak memilih benda, makanan, atau mainan yang mereka sukai. Lalu, orangtua dengan sengaja mengajukan penawaran lain kepada mereka. Ingat, jangan biarkan anak mendapatkan segala keinginannya dengan mudah. 

Orangtua harus sengaja melatih anak berpikir akan manfaat dan kegunaan barang itu. Latihan ini akan membuat anak lebih menghargai uang yang dimilikinya. Anak tidak akan berpikir sembarangan untuk menghamburkan uang orangtua hanya dengan membeli barang-barang yang sekali pakai lalu dibiarkan rusak.

Proses latihan ini juga membuat anak menyayangi semua barang yang dimilikinya. Anak tidak akan sembarangan merusak apapun yang dimilikinya karena dia harus berjuang untuk memperoleh apapun yang dimilikinya.

Saat anak sudah terbiasa dengan pola hidup positif seperti itu, barulah orangtua melakukan level ketiga atau terakhir dalam proses latihan bernegosiasi. Seperti apa level ketiga ini?

Pada level ketiga, orangtua tidak perlu lagi terlalu mengatur permintaan anak. Mengapa begitu? Karena anak sudah terlatih untuk berpikir prioritas dalam hidup mereka. Namun, orangtua juga jangan melepaskan anak untuk hidup boros dan menghamburkan uang untuk membeli benda apapun. Orangtua cukup bertanya alasan anak membeli barang dan seberapa penting barang itu bagi kehidupannya.

Kedua pertanyaan ini sebenarnya untuk membantu anak meyakinkan diri pada pilihannya. Orangtua wajib melatih anak untuk berpikir sungguh-sungguh sebelum menentukan pilihan. Dengan begitu, anak akan memiliki prinsip dan keteguhan hati saat menjalani kehidupannya sendiri. Anak tidak akan mudah terombang-ambing dengan perkataan teman-teman, sehingga dia akan pandai membawa diri dan menjadi pemimpin di dalam kehidupannya.

Ketiga level latihan negosiasi pada anak belumlah cukup untuk melatih mereka. Ketiga level ini barulah pondasi untuk melatih mental anak agar lebih tangguh saat berhadapan dengan penolakan dari orang lain. Melalui ketiga level ini, anak akan belajar hidup mandiri dan tidak menjadi pribadi manja.

Bernegosiasi dalam keluarga juga dapat dilatih dengan cara melibatkan anak untuk ikut mengambil keputusan dalam rencana keluarga. Dengan melibatkan mereka dalam urusan keluarga, maka anak akan belajar mengambil tanggung jawab sebagai anggota keluarga. Anak akan merasa memiliki keluarga dan menyayangi semua anggota keluarganya. Rasa sayang anak pada keluarga akan membuat mereka melindungi keluarga di segala macam kondisi.

Contoh paling mudahnya yaitu melibatkan anak untuk bersama-sama menentukan lokasi berlibur. Ada baiknya, orangtua menanyakan alasan dan pemikiran anak yang memilih tempat liburan. Latihan ini membuat anak untuk berani berbicara menyampaikan ide dan pemikirannya. Dengan begitu, mereka akan mudah beradaptasi dan membaur dengan orang lain secara mandiri tanpa malu-malu.

Negosiasi menjadi salah satu latihan untuk meningkatkan pertumbuhan otak anak. Ingatlah bahwa otak anak sama dengan otak orang dewasa. Otak anak akan berfungsi maksimal jika orangtua dengan rajin melatihnya. Tidak ada anak yang bodoh di dunia ini. Semua anak pada dasarnya pintar tergantung cara orangtua memperlakukan mereka dan melatihnya sejak kecil. 

Adakalanya anak harus dilatih berpikir sesuatu di luar usianya, tujuannya untuk memicu otaknya bekerja. Saat otak bekerja, maka otak baru dapat tumbuh. Saat otak anak tumbuh, maka segalanya akan lebih mudah diingatnya.

Berikut ini adalah cara bernegosiasi dengan anak dalam segala situasi. Ada tiga cara sederhana bagi orangtua untuk memenangkan negosiasi dengan anak, terutama saat anak menangis dengan penuh kemarahan.

1. Biarkan anak menyelesaikan tangisannya

Negosiasi adalah tarik ulur kesepakatan. Satu sisi anak memaksa meminta sesuatu, di sisi lainnya, orangtua menolak permintaannya itu. Penolakan dari orangtua dianggap anak sebagai perlawanan atas egonya. Karena anak tidak terbiasa mendapatkan penolakan, maka mereka melampiaskan kemarahannya dengan cara menangis.

Orangtua tidak perlu malu saat anaknya berteriak menangis di tempat umum. Umumnya, saat orangtua merasa malu, mereka langsung menyetujui permintaan sang anak. Ingat, begitu persetujuan diberikan karena anak menodong orangtua dengan senjata berupa tangisan, maka selamanya dia akan menggunakannya untuk meminta lainnya.

Orangtua cukup melihat sang anak tanpa bersuara. Pandang wajahnya dengan berdiri bukan jongkok atau duduk. Posisikan bahwa orangtua sebagai pemimpin, bukan pembantu atau temannya. Jadi, jangan biarkan anak bersikap kurang ajar pada orangtua. Jangan biarkan anak meremehkan orangtua dengan cara mereka mempermalukan orangtua di depan umum.

Jangan sekali-kali orangtua berpura-pura pergi meninggalkan anak yang menangis. Tindakan itu akan membuat proses negosiasi berantakan. Orangtua tetap tenang menatap anaknya dan tidak perlu melihat orang lain yang melintas di sekelilingnya. Orangtua terus menatap wajah anak sampai dia berhenti menangis.

Setelah anak berhenti menangis, orangtua jangan lantas memberikan permintaan anak. Justru, orangtua harus mengajaknya pulang, lalu memberikan hukuman tegas agar anak menyadari bahwa menangis di depan umum adalah kesalahan berat karena mereka sudah mempermalukan orangtua di depan umum.

Hukuman tegas itu jangan berupa kekasaran fisik, seperti mengurung anak di kamar mandi atau memukulinya sampai babak belur. Orangtua cukup memberikan hukuman berupa tindakan kedisiplinan dengan penyitaan handphone atau melarang anak menonton Youtube, dan lain sebagainya.

2. Memberikan sesuatu pada anak karena sebab positif

Rahasia kedua bagi orangtua agar dapat menang saat bernegosiasi dengan anak yakni membiasakan anak mendapatkan hadiah karena sebab positif, misalkan orangtua memberi hadiah mainan mahal saat anak berprestasi juara kelas, atau berhasil menjalankan ibadah puasa selama 30 hari penuh.

Silakan saja anak meminta segala macam keinginannya kepada orangtua. Namun, permintaan-permintaan anak tidak selalu harus diwujudkan. Sekalipun orangtua mampu mewujudkannya, tetap saja orangtua harus sesekali menolaknya agar anak belajar hidup susah dan tahu diri. Orangtua yang selalu mewujudkan keinginan anak, maka sama artinya orangtua menganggap anak mereka sekedar hewan peliharaan bukan sebagai seorang manusia.

Seorang manusia harus berlatih hidup penuh kesusahan agar mental juara terbentuk. Manusia yang selalu hidup dalam kenyamanan akan kehilangan kekuatan untuk menghadapi kesulitan dalam hidup. Paling mudahnya, saat anak dimanjakan hidup dalam kenyamanan ruangan ber-AC, maka saat listrik padam, anak itu akan menangis, merengek, bahkan marah-marah menyalahkan orang lain di sekitarnya. 

Anak akan menjadi sumber dari semua tindakan menyebalkan bagi semua orang. Setahun, dua tahun, 10 tahun mereka melakukannya, maka di tahun ke-11, mereka akan menjadi anak paling arogan dan keras kepala. Bahkan sebagian dari mereka akan berani memukul orangtuanya karena tidak sanggup mewujudkan keinginannya.

Istilahnya, orangtua menuruti anak membelikan mereka mobil-mobilan, sudah remaja, mereka akan menuntut meminta mobil mahal. Sudah dewasa, tidak mampu beli barang, akhirnya berbuat kejahatan, seperti korupsi, menipu, atau merampok bank. Kehidupan seperti itu sungguh sangat menyedihkan dibandingkan sejak kecil, mereka dilatih orangtuanya untuk hidup hemat dan menjalani kehidupan apa adanya.

Ingatlah, sesuatu yang dilakukan berulang-ulang dalam waktu yang lama akan dianggap sebagai kebenaran. Begitu pula dengan anak. Apa yang dilakukannya sedari kecil dan itu berulang seumur hidupnya, maka itulah karakter buruk sekalipun akan dianggapnya benar.

3. Tegur kesalahan anak di lokasi kejadian jangan terlalu lama

Pola pikir anak biasanya serba singkat. Mereka mudah melakukan sesuatu, mudah pula melupakannya. Saat mereka berbuat tidak sopan pada orang yang lebih tua, baik perkataan dan perbuatan, maka orangtua harus berani menegurnya di lokasi kejadian dengan menyebut nama sang anak. 

Misalkan, saat anak diajak bicara oleh seorang nenek, dia menjawabnya dengan berteriak. Orangtua harus menyebut nama anaknya dan menyuruh anak meminta maaf pada nenek itu. Kalau perlu, orangtuanya harus meminta maaf kepada nenek di depan anaknya saat itu juga.

Selesai itu, orangtua harus memberi tahu anak tentang tindakan yang benar. Penyampaiannya harus dengan santai agar anak menerima pesan secara langsung tanpa ketakutan. Jelaskan alasan berteriak pada nenek itu salah dan ajarkan cara berbicara yang baik dan sopan.

 Jangan biarkan tindakan anak yang salah itu dianggap biasa dan disikapi hanya dengan senyuman. Akibatnya, anak akan menganggapnya sebagai sikap biasa yang kemudian terus menerus dilakukan hingga berubah menjadi kebiasannya yang buruk.

Orangtua yang harus lebih rajin mengingatkan anak agar mereka selalu bertingkah laku yang baik dan sesuai kebenaran. Sebab, mereka akan tinggal sendiri tanpa orangtua di dunia ini. Jika anak tidak dibekali dengan sikap baik dan sesuai kebenaran, maka mereka hidup sebagai manusia berperilaku negatif yang menyedihkan.

Ketiga cara bernegosiasi dengan anak di atas, sebenarnya untuk melatih anak agar mereka memiliki sikap yang beretika dan mampu menjalani kehidupan sesuai dengan aturan dan kebenaran. Ingatkan selalu pada anak bahwa hidup di dunia itu tidak selamanya sesuai keinginannya. 

Terkadang, hidup di dunia harus mengalah dan mengikuti kemauan umum. Maka dari itu, anak harus terlatih untuk pandai bernegosiasi agar mereka mahir beradaptasi dengan lingkungan tempatnya hidup dan bergaul. FIN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun