"Hah, aneh sekali. Kau yakin kau tidak sedang bermimpi, Amira?" Tanya Jade. Namun Amira menggeleng kepalanya. Pengalaman tersebut terasa terlalu nyata untuk sebuah mimpi.
"Eh, tapi aku juga pernah dengar rumor akhir-akhir ini." Kedua gadis itu menoleh pada si gadis berambut merah. "Orang-orang berkata bahwa jika seseorang berkeliaran dalam taman itu pada tengah malam, mereka akan bertemu dengan sosok seseorang yang sudah meninggal. Hii! Mengerikan!" Diana bergidik sambil mengusap tangannya.
Kebingungan, Amira bertanya, "Tapi, bukankah aneh bahwa sosok yang aku temui adalah seorang kakek-kakek tua?" Jade mengetuk kukunya pada bangku taman. Lalu, dia menjawab, "Sepertinya Diana benar. Sebelumnya kita sering melihat seorang kakek-kakek datang kesini. Akhir-akhir ini beliau tidak pernah muncul. Mungkin karena beliau sudah wafat?"
Ketiga gadis itu terus bertanya-tanya, namun mereka tidak menemukan jawaban untuk pertanyaan mereka.
Pada akhirnya - entah karena lapar atau bosan - Diana mengajak mereka untuk pergi mencari makan. Tentu saja mereka mengajak teman baru mereka, Amira.
Sebelum meninggalkan taman tersebut, Amira kembali untuk melihat ke arah taman. Di ujung matanya, dia bisa melihat sebuah bangku kosong dan tiang lampu yang telah dimatikan, terisolasi di tengah-tengah rerumputan hijau.
Sejenak, Amira mengira bahwa ada sosok kakek tua berpakaian abu-abu tua--- yang warnanya sekarang sangat berbeda dengan lingkungannya yang begitu cerah--- duduk di bangku taman tersebut. Kakek itu tersenyum padanya.
Tanpa disadari, Amira membalas senyumannya. "Terima kasih, kek. Walau aku butuh waktu, aku janji aku akan berusaha pulih."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H