Mohon tunggu...
Sandria Rania I
Sandria Rania I Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar SMAN 28

Murid SMAN 28 Kelas XI-MIPA 5

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Bawah Redupnya Lampu Taman

20 November 2020   18:00 Diperbarui: 20 November 2020   18:10 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Unconditional Portofolio of AnggaKaDe - anggakusumawardani.wordpress.com

"Masalah? Yah, ada banyak sih kek." Amira menarik nafas dalam-dalam, lalu perlahan menghembuskannya. Dia pun mulai menjelaskan, "Aku tidak tahu kenapa, kek. Akhir-akhir ini, aku sering merasa sedih. Mungkin karena beberapa hal yang telah terjadi. Mantanku putus tanpa alasan yang jelas, aku kehilangan sahabat baikku, uangku menipis, dan tidak ada keluarga yang bisa kuminta tolong. Namun tidak pernah aku merasa se-putus asa ini, hingga sekarang."

Entah kenapa, tubuh Amira menggigil saat dia menjelaskan. Amira mengangkat kedua tangannya dan memeluk badannya, sambil mencoba untuk menghangatkan diri.

Namun, hal itu tidak berbuah hasil. Seolah-olah dingin itu berasal dari dirinya sendiri.

"Terkadang aku bertanya-tanya, apakah semua ini terjadi karena diriku sendiri? Kalau iya, apa kesalahan yang telah aku lakukan? Kenapa semua ini terjadi padaku?"

Tanpa disadari, air mata mulai mengucur dan membasahi pipinya. Terisak-isak, Amira bertanya dengan suaranya yang lirih dan menyedihkan, "Apakah ini karena aku tidak berguna? Apakah Dimas meninggalkanku karena dia bosan denganku? Apakah Lisa memanfaatkanku karena aku terlalu naif? Apakah keluargaku senang aku tidak ada? Apakah aku dalam kondisi seperti ini karena aku kurang kerja keras? Kenapa? Kenapa?!"

"Nak Amira, sadarkan dirimu!" Amira menoleh ke kirinya. Kakek itu telah melepas topi bowlernya---Amira menyadari bahwa wajahnya sangat pucat, seperti terjangkit penyakit mematikan---dan menatapnya dengan dua mata yang penuh kesedihan.

Dia menghela napas, "Kakek tua ini sangat sedih melihat jiwa muda sepertimu sudah menderita seperti ini, terutama dengan masa lalumu."

"Tapi tolong, untuk kakek tua ini, kamu harus bertahan. Kakek tahu hidup ini tidak adil, tapi kakek juga tahu bahwa hidup itu tidak selalu seperti yang kau kira."

"Hanya karena sekarang kau dalam kegelapan, bukan berarti kau akan terjebak di dalamnya untuk selamanya."

"Kamu harus bergerak. Kamu harus bangkit, Amira. Karena ada sebuah cahaya yang menunggumu di penghujung malam ini."

Kakek itu kembali menatap ke angkasa, dan Amira baru menyadari bahwa langit diatas mereka penuh dengan bintang-bintang yang bersinar terang, dan tak jauh dari mereka adalah---tak lain---sosok bulan purnama. Tidak seperti saat ia datang, lingkungan sekitarnya sekarang terlihat jelas karena bintang-bintang yang menyinarinya. Bahkan mengalahkan cahaya redup lampu taman diatasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun