Jadi kita sudah mendapat jawaban lengkap bagi pertanyaan di awal tulisan tadi.
Yang perlu ditambahkan adalah bahwa dari seni kita dapat belajar: pertama, mahakarya-mahakarya dari berbagai megaaliran seni itu saja ada penciptanya, ada otak brilyan di belakangnya, apalagi alam semesta dan isinya serta kehidupan di dalamnya; betapa tolol manusia yang berpikir bahwa semua itu terjadi hanya secara kebetulan, sampai tidak mau mengakui adanya Pencipta Agung.
Kedua, untuk pertanyaan: apakah ada yang disebut karya seni yang bermoral, jawabannya: ada! Pencipta tidak dapat menciptakan sesuatu yang sederajat dengan dirinya.
Ia hanya dapat menciptakan sesuatu yang derajatnya lebih rendah. Tuhan tidak dapat menciptakan tuhan yang lain.
Begitu pula manusia, makhluk bermoral, tidak dapat menciptakan makhluk bermoral lainnya. Hanya Tuhan yang dapat menciptakan makhluk bermoral, sekaligus karya seni teragung: manusia!
Yang terakhir dan terpenting: seni mengingatkan, manusia, makhluk yang harusnya bermoral, yang adalah puncak karya seni tertinggi ilahi, yang semula diciptakan sempurna, kini sudah cacat, bejad total, tidak mampu lagi mengenal dan memenuhi standar yang ditetapkan Penciptanya; betapa sesungguhnya manusia sudah tanpa pengharapan; dan itu semua karena dosa.
Agama, budaya, filsafat, ilmu-pengetahuan dan teknologi tidak sanggup memulihkan manusia kembali. Yang dibutuhkan manusia adalah juruselamat. Hanya Sang Mahapencipta sendiri yang mampu dan layak menjadi juruselamat. Dan itu sudah dilakukan-Nya dua milenia yang lalu.
Yang harus manusia lakukan hanyalah menerima tindakan penyelamatan itu, percaya dan mempercayakan dirinya pada Sang Juruselamat, jika tidak ingin binasa kekal pada hari penghakiman kelak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H