SEMENJAK dipercaya dan dilantik Presiden Joko Widodo (Jokowi), menjadi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Tohir seolah menjelma jadi tukang jagal, di kementrian yang dipimpinnya.
Betapa tidak, telah cukup banyak petinggi-petinggi di perusahaan pelat merah tersebut dipereteli satu per satu, dan diganti dengan muka-muka baru.
Dalihnya tentu saja beragam. Cuma, satu hal yang kerap diutarakan adalah ingin perusahaan-perusahaan pelat merah di kementriannya berjalan lebih baik, sesuai dengan visi misi yang dikehendaki Presiden Jokowi.
Sebagaimana diketahui, pada waktu pelantikan Kabinet Indonesia Maju (KIM), Presiden Jokowi mewanti-wanti terhadap para pembantunya, dalam melaksanakan tugasnya tidak ada namanya visi misi menteri. Yang ada hanya visi misi presiden.
Perombakan para jajaran direksi BUMN yang dilakukan mantan bos Inter Milan ini rupanya tidak selamanya mendapat respon positif. Ada saja pihak-pihak yang kurang senang atas tindakan Erick Tohir.
Ada tuduhan, penggantian jajaran direksi di hampir seluruh perusahaan pelat merah itu bukan semata-mata demi perbaikan kinerja. Akan tetapi, demi mengakomodir titipan-titipan dari pihak yang selama ini turut andil dalam kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019 lalu. Bahkan, ada juga yang menyebut, sebagas strategi politik Erick Tohir sendiri.
Erick Tohir disebut-sebut memiliki keinginan untuk ikut ambil bagian pada kontestasi Pilpres 2024.
Syahwat politik Erick untuk maju pada pesta demokrasi lima tahunan ini sempat disinggung oleh politisi PDI Perjuangan, Adian Napitupulu.
Malahan, anggota DPR RI Komisi I dari Fraksi PDI-P ini tidak hanya menyinggung syahwat politik Erick Tohir.Â
Dalam beberapa kesempatan, Adian secara terang-terangan mengritik tajam kinerja bos mahaka dimaksud.
Dua Surat Terbuka Adian
Jamak sebenarnya, jika Adian mengkritisi Erick, karena kafasitasnya sebagai anggota DPR. Bukankah salah satu haknya anggota parlemen adalah controling atau pengawasan. Maka, kritik yang dilakukan Adian boleh jadi sebagai wujud dari pengawasan terhadap para pembantunya presiden.
Hanya saja yang menjadi rada-rada heran adalah, Adian merupakan kader partai yang justeru sebagai pendukung utama pemerintahan.
Sejatinya, sebagai kader partai pendukung, mantan aktivis'98 ini tidak berlebihan dalam mengkritisi kinerja Erick Tohir. Betapapun, pria kelahiran 30 Mei 1970 ini satu haluan dengan Adian. Sama-sama penyokong pemerintah.
Diketahui, setidaknya dua kali, Adian "menguliti" Erick Tohir dalam bentuk surat terbuka.
Pertama, Adian bertanya soal pernyataan Erick tentang mafia alat kesehatan (Alkes) terkait dengan penanganan Pandemi Covid-19, yang bertajuk, "Jujur Saja Siapa Mafianya Pak Menteri?"
Dalam surat terbuka itu, Adian seolah ingin menegaskan, sebenarnya yang mendominasi impor alat kesehatan (Alkes) itu justru kementrian yang dinahkodai oleh Erick sendiri.
Kedua, dalam surat terbukanya, Adian beri judul "BUMN dan UMKM Dalam Cerita dan Angka, Siapa Pahlawan Sesungguguhnya?".
Dalam hal ini, Adian menyoroti kinerja Erick dalam mengelola BUMN, khususnya tentang penempatan jajaran direksi di beberala perusahaan pelat merah.
Bukan itu saja, pria kelahiran Manado, 9 Januari 1971 itu menyinggung besarnya utang BUMN yang mencapai Rp. 5600 triliun. Utang ini jauh lebih besar dibanding utang luar negeri Malaysia, yang hanya Rp. 3.500 triliun.
Perseteruan antara Adian dengan Erick Tohir ini tak dipungkiri cukup memanaskan konstelasi politik tanah air. Bahkan, sempat ada yang mengompor-ngompori, kedua belah pihak menggelar debat terbuka, agar segalanya bisa clear. Malah, ada juga yang meminta, Presiden Jokowi turun tangan, agar perseteruan keduanya tidak berlarut-larut.
Namun, apa yang terjadi antara Adian dengan Erick Tohir, cukup membuat isi kepala saya penuh dengan segudang pertanyaan.Â
Sebenarnya apa yang terjadi dengan mereka dan apa motif Adian begitu ngototnya mengkritisi Erick Tohir? Seolah, dirinya ini menjadi bagian dari partai oposisi.
Apakah, kritis Adian ini benar-benar dilandasi rasa idealismenya atau malah ada maksud lain, yang belum terungkap?
Erick Tolak Titipan Adian
Rasa penasaran dari semua pertanyaan ini, setidaknya bisa sedikit terjawab dengan adanya satu berita yang diterbitkan oleh media Online, Fajar.co.id.
Dalam Media Online tersebut, diwartakan, Erick Tohir membenarkan, dirinya tidak dapat mengakomodir nama-nama yang diusulkan politisi PDIP, Adian Napitupulu untuk menjabat di kursi komisaris BUMN.
Kendati demikian, masih dikutip dari Fajar.co.id, Erick mengakui, jabatan komisaris BUMN juga dipilih dari orang-orang titipan.Â
Jujur saja, jawaban Erick ini cukup mengagetkan. Nyatanya, perusahaan BUMN tak ubahnya nasi tumpeng, yang jatahnya harus dibagi-bagi pada pemangku hajat.
Pengakuan Erick ini juga, menegaskan bahwa omongannya selama ini tidak benar. Dia pernah bilang, bahwa siapapun yang duduk di perusahaan BUMN adalah orang-orang profesional. Nyatanya Erick tak sedikit pula memasukan orang-orang yang tidak profesional alias titipan. Titipan dari siapa? Entahlah.
Terus masalah Adian. Ternyata, vokal suaranya mengkritisi Erick tak lebih karena titipannya tidak diakomodir oleh Erick Tohir. Jadi jelas, kritiknya ini bukan demi perbaikan BUMN, tapi karena kepentingan pragmatisnya tidak dilirik Erick Tohir.
Jika sudah seperti ini, saya jadi pesimis, kalau BUMN di tangan Erick Tohir bakal mengalami perbaikan, seperti yang dikehendaki masyarakat pada umumnya.Â
Ternyata, dibalik ketegasannya selama ini dengan merombak dan memecat jajaran direksi, bukan semata-mata atas kinerjanya yang jeblok. Tapi, banyak nama-nama titipan yang antri untuk mengisi pos-pos tertentu di BUMN.
Akhir kata, keinginan masyarakat ingin melihat BUMN yang bersih nyatanya hanya mimpi di siang bolong belaka.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H