Melansir dari situs nuonline.id bahwa Founding Fathers (Pendiri Bangsa) sejak dulu sudah mempunyai gagasan tentang rumusan dasar Negara agar berguna sebagai akomodasi demi kepentingan bersama seluruh Indonesia di Nusantara.
Kepentingan bersama ini diharapkan agar dapat menjadi prinsip kedepan demi membangun persatuan sehingga lahirlah Ideologi Pancasila hingga sekarang.
Begitu pula sejarah lahirnya Pancasila tidak semudah yang dikira sejak perumusan dasar Negara oleh pendiri Bangsa ini bukan langsung didapat secara mufakat bersama akan tetapi terlebih dahulu melalui rintangan, hambatan dan beda pendapat.
Sering terjadi perdebatan panjang dari para pendiri Bangsa. Tentu dalam musyawarah terjadi silang pendapat, gagasan, opini dan usulan menjadi kendala utama, terutama kelompok Islam tertentu yang ngotot ingin secara jelas tentang identitasnya didalam Pancasila tersebut.
Dari itu dari sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa sudah dipikirkan dua kali secara khusus oleh The Founding Father KH Wahid Hasyim, karena jelas bahwa sila pertama punya nilai ketauhidan didalam Islam di Indonesia.
Justru yang terjadi pada saat musyawarah perumusan Pancasila adalah bagi kelompok Islam khususnya masih canggung dan ragu terhadap satu kalimat yakni Ketuhanan Yang Maha Esa itu.
Mereka kelompok Islam pada saat itu melalui perdebatan panjang tentang Ketuhan Yang Maha Esa yang dianggapnya masih kurang jelas. Kelompok ini ingin agar diperjelas kembali sesuai prinsip di dalam Islam Indonesia.
Presiden Soekarno pun segera mengambil sebuah tindakan yang mana Soekarno ditemani dengan tim sembilan yang juga berperan dalam merumuskan Pancasila pada 1 Juni 1945 kala itu.
Presiden Soekarno memberi kepada kelompok Islam guna memunculkan gagasan baru dalam rumusan Pancasila lebih dalam mengenai Sila Ketuhanan Yang Maha Esa tersebut.
Baru kemudian setelah melalui beberapa hari dan tepatnya pada tanggal 22 Juni 1945 menghasilkan rumusan sila yang berbunyi seperti berikut ini: