Mohon tunggu...
Samar Rumuar
Samar Rumuar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa sosiologi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tujuan dan Dampak Korupsi

10 Juli 2023   06:50 Diperbarui: 10 Juli 2023   06:50 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

TUJUAN TINDAKAN DAN DAMPAK KORUPSI 

Tindakan korupsi memiliki tujuan utama untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau keuntungan bagi kelompok tertentu dengan cara melanggar hukum atau menyalahgunakan kekuasaan. Beberapa tujuan umum dari tindakan korupsi antara lain:

1. Pemperkayaan Pribadi: Tindakan korupsi sering dilakukan dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri secara ilegal. Hal ini dapat dilakukan melalui suap, penyuapan, atau pencurian dana publik.

2. Memperoleh Keuntungan Ekonomi: Korupsi juga dapat dilakukan untuk memperoleh keuntungan ekonomi, seperti mendapatkan proyek konstruksi atau usaha bisnis dengan menyuap pejabat yang berwenang dalam proses seleksi.

3. Memperoleh Kekuasaan dan Pengaruh: Korupsi sering digunakan untuk memperoleh kekuasaan dan pengaruh politik. Hal ini dapat terjadi ketika seseorang menyuap pejabat politik untuk mendapatkan dukungan atau posisi tertentu.

Dampak korupsi sangat merugikan bagi masyarakat dan negara secara keseluruhan. Beberapa dampak negatif dari korupsi antara lain:

1. Pengurasan Keuangan Publik: Korupsi menyebabkan pengurasan keuangan publik yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan pelayanan publik. Dana yang seharusnya diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat malah terkuras oleh tindakan korupsi.

2. Ketidakadilan dan Ketidakmerataan: Korupsi menyebabkan ketidakadilan dan ketidakmerataan dalam akses terhadap sumber daya dan pelayanan publik. Dana publik yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan semua lapisan masyarakat justru digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

3. Gangguan Terhadap Pembangunan: Korupsi menghambat pembangunan karena dana yang seharusnya digunakan untuk proyek infrastruktur atau pengembangan ekonomi akhirnya digunakan untuk kepentingan pribadi atau koruptor.

4. Hilangnya Kepercayaan Publik: Korupsi merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga publik. Ketika masyarakat merasa bahwa pejabat negara dan institusi publik korup, kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut menjadi rusak.

5. Menghambat Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi: Korupsi menghalangi investasi baik domestik maupun asing dan merugikan pertumbuhan ekonomi. Investor cenderung enggan berinvestasi dalam lingkungan bisnis yang korup, karena risiko dan ketidakpastian yang tinggi.

Dalam rangka mengurangi dampak korupsi, pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk memerangi korupsi dengan tegas, meningkatkan integritas lembaga publik, memberantas praktik yang melanggar hukum, dan membangun sistem pengawasan yang efektif.

PAHAM KORUPSI DALAM TRADISI ISLAM 

Dalam tradisi Islam, korupsi dianggap sebagai perbuatan yang melanggar prinsip-prinsip agama dan merusak tatanan masyarakat serta negara. Islam secara tegas menyatakan penentangan terhadap segala bentuk tindakan korupsi dan mendorong masyarakat untuk hidup dengan prinsip-prinsip kejujuran, integritas, dan pertanggungjawaban.

Dalam Al-Qur'an, korupsi dianggap sebagai tindakan dosa yang besar dan dilarang keras. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 188, "Dan janganlah kamu mengambil harta-harta mereka dengan jalan yang Bathil (curang) dan yang kamu ketahui (bahwa harta itu sebenarnya milik mereka)."

Selain itu, hadis Nabi Muhammad SAW juga mengecam tindakan korupsi. Beliau bersabda, "Tidak ada seorang hakim pun yang memutuskan antara kedua orang yang bermusuh seolah-olah ia melanggar hakim atau mengucilkan salah satu di antara keduanya, melainkan ia duduk di tempat paling rendah di dalam Neraka." (HR. Abu Dawud).

Dalam Islam, amanah atau kepercayaan merupakan nilai yang sangat penting. Setiap individu yang menjabat sebagai pejabat publik memiliki tanggung jawab untuk menjaga harta negara dan melayani masyarakat dengan baik. Korupsi dianggap sebagai pengkhianatan terhadap amanah yang diberikan dan berdampak buruk pada keberlangsungan negara dan kesejahteraan rakyat.

Islam juga menekankan pentingnya keadilan dalam setiap aspek kehidupan. Praktik korupsi yang merugikan masyarakat dan melanggar keadilan dianggap bertentangan dengan ajaran Islam. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Maida ayat 8, "Hendaklah kamu jadi orang-orang yang qurba (dekat) kepada manusia dengan kebenaran dan keadilan."

Dalam rangka memerangi korupsi, Islam mendorong umatnya untuk memperkuat nilai-nilai kejujuran, menghormati hukum, dan melaksanakan tanggung jawab secara benar dan adil. Selain itu, Islam juga memberikan peran penting kepada institusi pemerintahan untuk menerapkan tindakan preventif dan represif terhadap penyalahgunaan kekuasaan, serta menyediakan sarana pengawasan dan pengadilan yang independen.

Secara keseluruhan, tradisi Islam dengan tegas menolak tindakan korupsi dan menekankan pentingnya kejujuran, integritas, dan responsibilitas terhadap amanah yang diberikan. Masyarakat muslim dihimbau untuk menjalani kehidupan yang jujur, adil, dan bebas dari tindakan korupsi untuk membangun masyarakat yang berkualitas dan memajukan negara.

KELUASAN ARTI KETERBATASAN DEFINISI 

Keluasan arti keterbatasan definisi merujuk pada kompleksitas dan variasi makna dari konsep "keterbatasan definisi". Dalam konteks korupsi, ini bisa mengacu pada beberapa hal berikut:

1. Pengertian Korupsi: Terdapat berbagai definisi korupsi yang dapat berbeda-beda di negara atau budaya yang berbeda. Beberapa definisi berfokus pada penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi, sementara definisi lain mungkin mencakup praktik-praktik suap, nepotisme, atau malapraktik dalam pengelolaan keuangan publik.

2. Skala Tindakan Korupsi: Korupsi juga dapat terjadi dalam berbagai skala, mulai dari kecil hingga besar. Di satu ujung spektrum, ada praktik korupsi yang dilakukan oleh individu dalam interaksi sehari-hari yang mungkin tidak melibatkan jumlah uang yang signifikan. Di ujung spektrum lainnya, ada korupsi sistemik yang melibatkan korupsi dalam skala besar oleh para pejabat pemerintah atau elit politik.

3. Bentuk-bentuk Korupsi: Korupsi juga bisa terjadi dalam berbagai bentuk dan situasi. Selain praktik korupsi yang umum seperti suap atau penyuapan, ada juga korupsi yang terjadi dalam sektor swasta atau korupsi psikologis yang melibatkan manipulasi informasi.

4. Dampak Korupsi: Dampak korupsi juga dapat beragam dan meluas. Selain kerugian finansial yang signifikan bagi negara dan masyarakat, korupsi juga dapat merusak kepercayaan publik terhadap lembaga dan pemerintah, memperburuk ketimpangan sosial, menghambat pembangunan, dan memperpetuasi siklus kemiskinan.

Dalam mengatasi korupsi, penting untuk memahami keluasan arti keterbatasan definisi ini dan mempertimbangkan berbagai aspek yang mungkin terlibat. Hal ini akan membantu dalam merancang strategi yang efektif untuk memerangi korupsi dan membangun masyarakat yang lebih adil dan transparan.

KEKUASAAN PUBLIK SEBAGAI MANDAT WARGA 

Kekuasaan publik sebagai mandat warga adalah konsep yang menyatakan bahwa pemerintah atau lembaga publik mendapatkan kekuasaannya dari rakyat atau warganya. Menurut konsep ini, pemerintah bertugas untuk melayani kepentingan publik dan bertanggung jawab kepada warga negara yang memberikan mandat tersebut.

Dalam demokrasi, kekuasaan publik dipegang oleh pemerintah yang dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum. Pemimpin yang terpilih memiliki tanggung jawab untuk menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan kepentingan dan harapan warga negara yang memberikan mandat tersebut.

Konsep kekuasaan publik sebagai mandat warga menekankan pada akuntabilitas dan transparansi pemerintah terhadap rakyat. Pemerintah diharapkan menjalankan kekuasaannya dengan bertanggung jawab, menjaga integritas, dan berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Dalam konteks korupsi, konsep ini memiliki implikasi penting. Pemerintah yang mendapatkan mandat dari warga negara harus berkomitmen untuk memerangi korupsi, karena tindakan korupsi melanggar kepercayaan masyarakat dan merusak prinsip-prinsip kekuasaan publik sebagai mandat warga. Korupsi dapat mengorbankan kepentingan publik demi keuntungan pribadi, dan hal ini bertentangan dengan tujuan dasar pemerintah yang ada untuk melayani kebutuhan dan kepentingan masyarakat.

Sebagai warga negara, kesadaran dan partisipasi aktif dalam memegang pemerintah bertanggung jawab adalah penting dalam membentuk pemerintahan yang terhindar dari korupsi. Dalam demokrasi, masyarakat memiliki peran penting dalam memantau dan mengawasi kegiatan pemerintah, melaporkan praktik korupsi, dan meminta pertanggungjawaban dari pemerintah.

GLOBALISASI KAMPAYE MELAWAN KORUPSI

Globalisasi telah membawa banyak perubahan dan pergeseran dalam upaya memerangi korupsi di seluruh dunia. Kemajuan teknologi dan komunikasi telah memungkinkan kolaborasi dan pertukaran informasi yang lebih mudah antar negara dan organisasi, memungkinkan upaya bersama dalam memerangi korupsi.

Salah satu cara globalisasi mempengaruhi kampanye anti-korupsi adalah dengan mempromosikan transparansi dan akuntabilitas. Organisasi internasional seperti PBB, Bank Dunia, dan Transparansi Internasional telah mendorong adopsi prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas oleh negara-negara di seluruh dunia. Ini meliputi upaya untuk memerangi korupsi melalui penguatan sistem pengawasan dan regulasi, serta mempromosikan partisipasi publik dalam proses pembuatan kebijakan.

Selain itu, globalisasi juga mempengaruhi penegakan hukum dalam hal korupsi. Kolaborasi antara negara-negara dalam pertukaran informasi, ekstradisi tersangka, dan penindakan terhadap koruptor internasional semakin meningkat. Selain itu, peningkatan globalisasi perdagangan dan investasi juga telah mendorong adopsi aturan dan mekanisme yang lebih ketat dalam mencegah dan memerangi korupsi dalam bisnis internasional.

Selain itu, kampanye anti-korupsi juga telah menjadi bagian penting dari gerakan sipil global. Aktivis dan organisasi masyarakat sipil di berbagai negara telah bekerja sama melalui jaringan dan gerakan internasional untuk melakukan tekanan politik, mengekspos kasus korupsi, dan memperjuangkan reformasi antikorupsi.

Namun, ada juga argumen bahwa globalisasi dapat memperburuk korupsi dengan memberikan kesempatan bagi praktik korupsi yang diinisiasi oleh aktor internasional. Investasi asing yang tidak diatur dan penghindaran pajak internasional dapat menjadi faktor yang memperparah korupsi di beberapa negara.

Dalam rangka mengatasi korupsi secara efektif dalam era globalisasi, kerja sama internasional yang lebih luas dan sinergi antara pemerintah, organisasi internasional, dan masyarakat sipil menjadi sangat penting. Dibutuhkan pendekatan yang holistik dan lintas sektoral untuk memerangi korupsi dan memastikan bahwa korupsi tidak memicu ketidakadilan dan ketimpangan sosial.

MEMBENTUK GLOBALISASI PAHAM KORUPSI 

Untuk menciptakan globalisasi yang mengedepankan paham anti-korupsi, diperlukan upaya kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi internasional, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Berikut ini adalah beberapa langkah yang dapat diambil:

1. Transparansi dan akuntabilitas: Negara-negara dan organisasi internasional harus bekerja sama untuk memperkuat sistem pengawasan dan regulasi yang transparan, serta mempromosikan partisipasi publik dalam proses pembuatan kebijakan. Informasi dan data mengenai kebijakan, budget, dan pengelolaan keuangan publik harus tersedia secara terbuka untuk publik.

2. Hukum dan penindakan yang kuat: Negara-negara harus memiliki undang-undang yang kuat dan mekanisme penindakan yang efektif terhadap korupsi. Ini melibatkan kolaborasi dan pertukaran informasi yang lebih baik antara negara-negara dalam mengungkap kasus korupsi internasional dan mengekstradisi para pelaku korupsi. Penegakan hukum yang adil, independen, dan tidak memihak juga sangat penting.

3. Pendidikan dan kesadaran: Pendidikan anti-korupsi harus diperkenalkan sejak dini dalam kurikulum pendidikan dan melibatkan masyarakat secara luas. Ini termasuk meningkatkan kesadaran akan dampak buruk korupsi, memperkuat moralitas dan integritas individu, serta mendorong partisipasi aktif dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.

4. Kebijakan anti-korupsi dalam bisnis internasional: Pemerintah dan organisasi internasional perlu mendorong adopsi kebijakan dan aturan yang ketat dalam mencegah korupsi dalam bisnis internasional. Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) yang bertanggung jawab, praktik bisnis yang etis, dan pengawasan yang efektif dalam perusahaan dapat membantu mencegah praktik korupsi.

5. Kolaborasi dan kerjasama internasional: Pemerintah, organisasi internasional, sektor swasta, dan masyarakat sipil harus bekerja sama melalui jaringan dan gerakan internasional untuk memperkuat kampanye anti-korupsi. Pertukaran informasi, pengalaman, dan sumber daya dapat membantu dalam penegakan hukum, advokasi, dan pelaksanaan kebijakan anti-korupsi yang efektif.

6. Pengawasan dan audit yang kuat: Negara-negara harus memperkuat sistem pengawasan dan audit yang independen. Audit internal dan eksternal yang transparan dan akurat dapat mencegah penyalahgunaan dan korupsi dalam pengelolaan keuangan publik.

Dengan mengambil langkah-langkah ini, kita dapat membentuk globalisasi paham anti-korupsi yang berfokus pada transparansi, akuntabilitas, keadilan, dan keberlanjutan.

MEMAHAMI CIRI MORAL KORUPSI 

Moralitas korupsi melibatkan tindakan-tindakan yang melanggar prinsip-prinsip etika dan integritas. Berikut adalah beberapa ciri moral korupsi yang mungkin dapat dikenali:

1. Penyalahgunaan kekuasaan: Korupsi sering melibatkan penyalahgunaan kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang dalam posisi yang memiliki akses terhadap sumber daya atau pengaruh yang signifikan. Ini dapat termasuk manipulasi keputusan atau proses pengambilan keputusan secara tidak adil untuk mengamankan keuntungan pribadi atau untuk kepentingan kelompok tertentu.

2. Deliberasi untuk memperoleh keuntungan pribadi: Tindakan korupsi sering dilakukan dengan maksud memperoleh keuntungan pribadi, baik berupa uang, jabatan, barang, atau layanan khusus. Orang yang terlibat dalam korupsi biasanya tidak mempedulikan kerugian yang akan dialami oleh orang lain atau oleh masyarakat secara umum.

3. Pelanggaran kepercayaan dan integritas: Korupsi melibatkan pelanggaran terhadap kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat atau organisasi yang diwakilinya. Ini merusak reputasi dan integritas individu atau institusi terkait.

4. Kerugian bagi masyarakat dan pembangunan: Tindakan korupsi dapat menghambat pembangunan, memperbesar kesenjangan sosial, merusak ekonomi, dan merugikan masyarakat secara keseluruhan. Korupsi dapat mengarah pada kualitas pelayanan publik yang buruk, infrastruktur yang rusak, pendidikan yang rendah, kesehatan yang tidak memadai, dan ketidakadilan sosial.

5. Perilaku yang menyebar dan normalisasi: Korupsi sering kali menjadi suatu budaya yang menyebar, terutama ketika praktik-praktik korupsi dipandang sebagai hal yang biasa dan diterima oleh banyak orang. Ini dapat terjadi ketika tindakan korupsi dianggap sebagai cara yang mempermudah proses atau sebagai respon terhadap sistem yang korup.

6. Kehilangan keadilan dan merusak demokrasi: Korupsi mengancam prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan. Ketika sumber daya dan pengaruh dikendalikan oleh segelintir orang yang korup, maka masyarakat kehilangan kontrol atas tindakan-tindakan yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Mengenali ciri-ciri moral korupsi adalah langkah penting dalam melawan korupsi. Dengan memahami apa yang merupakan tindakan tidak etis dan melanggar prinsip-prinsip integritas, kita dapat mengambil langkah konkret untuk mencegah, mengungkap, dan memberantas praktik korupsi.

PERIHAL ARTI DAN DEFINISI

Dalam suatu simposium pengajaran anti-korupsi di perguru- tinggi yang diselenggarakan perserikatan Bangsa Bangsa (United Nations) di Vienna, Austria, 11-13 Agustus 2014, dengan ragu dan terbata-bata saya memberanikan diri bertanya mengenai satu perkara yang selama itu membingungkan. Mengapa dalam dokumen yang dilihat sebagai "satu-satunya instrumen hukum anti-korupsi yang secara universal mengikat" tidak ditemukan definisi korupsi? Nama dokumen itu adalah United Nations Convention Against Corruption (2004). Narasumber dari United Nations Office of Drugs and Crime (UNODC), divisi dalam PBB yang menangani urusan korupsi dan anti-korupsi, menjawab: "Ya, itu kelemahan besar, tetapi hukum me- mang hanya bisa mengurusi perbuatan, sedangkan 'korupsi adalah satu konsep besar yang memayungi (umbrella concept) perbuatan-per- buatan yang disebut korup". Sejak itu, konsep payung ini memburu benak bagaikan teka-teki.

2.1. Keluasan Arti, Keterbatasan Definisi

Apa itu arti? Apa itu 'definisi? Apa kaitan antara arti dan definisi? Pertanyaan-pertanyaan itu menyangkut kekhasan manusia sebagai makhluk yang menafsirkan. Mulailah dari definisi (definition). Kata 'definisi' berakar dari kata Latin definire, artinya membatasi, menetap- kan, mengurung dalam batas-batas tertentu. Tanpa perlu memasuki perdebatan linguistik, 'definisi' menunjuk pada pembatasan arti suatu konsep bagi penyelidikan, tindakan, relasi, dan komunikasi yang mem- buat hidup terpahami. Dalam ungkapan ahli studi retorika Edward Schiappa, definisi membentuk "pemahaman bersama di antara sekum- pulan orang tentang diri mereka, mengenai objek dunia". Salah satu modelnya adalah "definisi kamus". Ringkasnya, definisi merupakan cara manusia menghidupi dan memberi nama pada dunianya.

Definisi terlibat dalam semua jenis tindakan dan penyelidikan. Bayangkan Anda masuk ke sebuah warung atau restoran. Lalu Anda bilang kepada pelayan: "Minta satu piring nasi goreng". Anda mengan- daikan sang pelayan tahu konsep 'nasi goreng' dan 'satu piring'. Ketika ia muncul dan menyajikan satu bakul beras, Anda terkejut. Mengapa? Sebab apa yang disajikan itu tidak sesuai dengan konsep satu piring nasi goreng. . Contoh kecil ini dapat dikenakan pada berlaksa-laksa tin- dakan lain, maka hidup akan menjadi rimba kekacauan. Bayangkan lagi, Anda seorang hakim pengadilan tindak pidana korupsi. Di ha- dapan Anda berdiri seorang kiper klub sepak bola liga, yang diajukan atas tuduhan menerima suap yang menyebabkan kekalahan klub yang dibela. Namun, undang-undang anti-korupsi men-definisi-kan suap, misalnya, sebagai "pemberian untuk memengaruhi kinerja pegawai pe- merintah bagi keuntungan pemberi dan kerugian pemerintah". 

2.2. Konsep dan Pengertian Korupsi

Mungkin berguna memahami arti korupsi dengan mulai dari akar eti- mologis. Kata 'korupsi' cukup pasti berasal dari bahasa Latin.26

Corruptio (kata benda): hal merusak, hal membuat busuk, pem- busukan, penyuapan, kerusakan, kebusukan, kemerosotan.

Corrumpere (kata kerja): menghancurkan, merusak, merusak bentuk, memutarbalikkan, membusukkan, memalsukan, me- merosotkan, mencemarkan, menyuap, melanggar, menggodai, memperdayakan.

Corruptor (pelaku): perusak, pembusuk, penyuap, penipu, peng- goda, pemerdaya, pelanggar.

Corruptus-a-um (kata sifat): rusak, busuk, hancur, tidak utuh, tidak murni, merosot, palsu.

2.3. Bias Definisi Korupsi

Sebelum tahun 1977, tidak ada undang-undang di Amerika Serikat yang menetapkan bahwa aneka suap yang dilakukan perusahaan AS kepada pejabat negara-negara lain untuk memenangkan kontrak bisnis di seluruh dunia merupakan perbuatan korupsi. Sampai pertengahan tahun 1977 "terungkap sedikitnya 400 perusahaan AS menyuap para pejabat pemerintah lain dengan jutaan dolar untuk memenangkan kontrak bisnis di luar negeri".47

Rentetan skandal suap yang luas itu kemudian memicu penetap- an undang-undang anti-korupsi yang disebut Foreign Corrupt Practices Act, ditandatangani Presiden Jimmy Carter, 19 Desember 1977. Sejak itu semua bentuk suap yang dilakukan perusahaan AS kepada peja- bat, perantara dan pelaku bisnis di luar negeri untuk tujuan apa pun ditetapkan sebagai korupsi. Begitu pula, sebelum 1999 suap yang luas dilakukan perusahaan-perusahaan Jerman untuk memenangkan kon- trak di negara lain tidak ditetapkan sebagai korupsi dalam hukum Jerman. Suap itu dihitung sebagai biaya bisnis yang bebas pajak, dengan alasan praktik itu dilihat tidak merugikan pembayar pajak Jerman.48 Itu berarti, penetapan hukum telah mengubah arti suatu tindakan dari bukan-korup menjadi korup. Jadi, sebelum 1977 di AS atau sebelum 1999 di Jerman, semua penyuapan itu korupsi atau bukan korupsi?

Cukup pasti suap (bribe) merupakan model paradigmatis korupsi dan dipandang sebagai kejahatan besar. Bukan hanya sejak tahun 1977 atau 1999, tetapi bahkan sejak ribuan tahun lalu." Cuma, bukankah suap yang dilakukan banyak perusahaan AS kepada pejabat, perantara dan pelaku bisnis di luar negeri baru ditetapkan sebagai korupsi sejak 1977? Atau di Jerman baru sejak tahun 1999?

Di situ terletak keterbatasan memahami korupsi sebagai perkara pe- netapan hukum. Seperti disebut di atas, memahami konsep korupsi sebagai apa yang ditulis hukum bukan untuk diabaikan. Namun, cara memahami itu juga mencampuradukkan metode penanganan dan sub- stansi korupsi. Inilah yang disebut bias hukum. Bias hukum ini hanya salah satu dari beberapa bias yang terlibat dalam definisi korupsi.

2.3.a. Bias Hukum

Bias hukum menunjuk pada penentuan suatu perbuatan/praktik seba- gai korupsi atau bukan korupsi sejauh ditetapkan atau tidak ditetapkan undang-undang atau hukum. Maka, misalnya, sejauh undang-undang tidak menetapkan tindakan memberi atau menerima suap sebagai ko- rupsi, perbuatan itu tidak dianggap sebagai korupsi dan tidak dapat dituntut sebagai korupsi. Sebaliknya, memberi atau menerima suap disebut korupsi sejauh ditetapkan demikian dalam undang-undang. Pokok ini berlaku untuk perbuatan lain seperti pencurian anggaran pe- merintah, kolusi, nepotisme, politik uang, gratifikasi, dan sebagainya. Itu juga berarti, bisa saja suatu perbuatan secara substantif jelas-jelas merupakan korupsi tetapi tidak ditetapkan melanggar hukum korupsi, sebab hukum tidak/belum menetapkannya demikian. Penetapan hu- kum itu berada pada otoritas kedaulatan, dan bagaimana hukum anti- korupsi ditetapkan tentulah dipengaruhi banyak faktor.

Barangkali bias hukum ini terdengar ganjil. Bagaimana mungkin suap yang secara substantif jelas-jelas merupakan model paradigmatis korupsi tidak ditetapkan sebagai tindak korupsi? Dalam contoh pene- tapan hukum atas suap perusahaan-perusahaan AS kepada para peja-

2.3.b. Bias Sentrisme-Negara

Bias sentrisme-negara biasanya terungkap dalam penyamaan arti pub- lik (public) dengan tata kelembagaan negara (the state) dan pemerintah (government). Korupsi dipahami sebagai gejala dan perbuatan menyele- wengkan perbedaan ranah publik pemerintahan dan ranah privat. Am- billah contoh definisi korupsi menurut Bank Dunia: "Penyalahgunaan jabatan publik bagi keuntungan pribadi".54 Istilah 'jabatan publik' da- lam definisi ringkas itu memang tidak dengan sendirinya berarti ja- batan negara atau pemerintahan. Dalam kaitannya dengan masalah korupsi, sumber bias terletak dalam arah memahami jabatan publik se- bagai otoritas yang melekat pada kelembagaan negara atau pemerintah dan para pemangkunya, yaitu pejabat dan pegawai negara/pemerintah.

Dengan membuat arti publik sama dan sebangun dengan negara dan pemerintah, dan dengan mendefinisikan korupsi sebagai penyeleweng- an jabatan publik bagi kepentingan privat, korupsi dipahami terutama sebagai penyelewengan otoritas negara oleh para pejabat/pegawai pe- merintah. Apabila didorong ke implikasi terjauh, bias sentrisme-negara ini bermuara pada posisi yang ditulis ekonom mazhab libertarian Gary Becker: "Jika kita hapus negara, kita hapus juga korupsi".55

Di situ segera terlihat keganjilan. Ambillah con

toh. Seorang kiper tim sepak bola liga utama menerima suap dari petaruh untuk membuat kesebelasannya kalah dalam pertandingan kompetisi liga. Baik kiper

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun