Menurut Bhima Yudhistira, seorang ekonom dari Indef, kebijakan ini berisiko meningkatkan kemiskinan dan memperburuk kesenjangan ekonomi yang sudah lebar. "Pajak PPN adalah pajak yang lebih banyak membebani kelompok berpenghasilan rendah. Jika PPN dikenakan pada barang pokok, maka dampaknya akan lebih terasa pada mereka yang pengeluarannya sangat bergantung pada barang-barang tersebut," ujarnya dalam berbagai kesempatan.
Kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok dapat memicu inflasi, yang pada gilirannya akan meningkatkan biaya hidup bagi masyarakat, terutama yang sudah berada dalam kondisi ekonomi yang sulit. Inflasi yang disebabkan oleh PPN ini juga akan mempengaruhi sektor-sektor lain dalam perekonomian. Sektor industri dan perdagangan bisa mengalami kesulitan, terutama bagi usaha kecil dan menengah yang sangat rentan terhadap fluktuasi harga barang. Menurunnya daya beli masyarakat akan mempengaruhi permintaan pasar, yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Salah satu poin kontroversial dalam kebijakan ini adalah perluasan objek pajak untuk mencakup barang-barang kebutuhan pokok yang sebelumnya tidak dikenakan PPN. Langkah ini menambah beban bagi masyarakat berpendapatan rendah dan menengah yang menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk membeli barang-barang tersebut. Bagi kelompok yang lebih mampu, peningkatan tarif PPN mungkin tidak terlalu terasa, tetapi bagi kelompok yang berpenghasilan rendah, kebijakan ini dapat menyebabkan lonjakan biaya hidup yang signifikan.
Dampak Kenaikan PPN 12%
Jika kebijakan kenaikan tarif PPN tetap dilanjutkan, beberapa dampak yang mungkin terjadi dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu dampak utama adalah meningkatnya ketimpangan sosial. Masyarakat berpendapatan rendah akan semakin terbebani, terutama karena pengeluaran mereka sebagian besar dialokasikan untuk kebutuhan dasar. Kondisi ini dapat memperburuk kesenjangan sosial dan menghambat upaya pemerintah dalam mencapai pemerataan pembangunan, yang selama ini menjadi salah satu tujuan utama kebijakan ekonomi.
Selain itu, kebijakan ini berpotensi mengurangi daya beli masyarakat. Harga barang kebutuhan pokok yang naik akibat tarif PPN yang lebih tinggi akan langsung memengaruhi keluarga yang berada di ambang garis kemiskinan atau rentan jatuh miskin. Penurunan daya beli ini tidak hanya berdampak pada konsumsi rumah tangga, tetapi juga pada sektor usaha kecil yang sangat bergantung pada permintaan domestik.
Dampak lain yang tak kalah serius adalah risiko stagnasi ekonomi. Ketika konsumsi masyarakat menurun akibat meningkatnya harga kebutuhan dasar, pemulihan ekonomi Indonesia setelah pandemi dapat melambat. Dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi, stabilitas perekonomian nasional juga menjadi lebih sulit untuk dipertahankan.
Solusi Yang Dapat Dilakukan Untuk Mengatasi PPN 12%
Untuk mengatasi berbagai risiko tersebut, pemerintah perlu mempertimbangkan beberapa solusi. Salah satunya adalah penerapan sistem PPN progresif yang lebih adil. Tarif yang lebih tinggi dapat dikenakan pada barang-barang mewah, sementara barang kebutuhan pokok dibebaskan dari PPN. Langkah ini akan membantu memastikan beban pajak lebih ringan bagi masyarakat menengah ke bawah. Selain itu, program perlindungan sosial perlu diperkuat. Bantuan langsung tunai, subsidi pangan, atau program serupa dapat menjadi jaring pengaman untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah menghadapi kenaikan harga barang.
Pemerintah juga harus mengoptimalkan pengawasan dan pengendalian inflasi. Dengan memantau dan mengendalikan harga kebutuhan pokok di pasar, lonjakan harga yang tidak terkendali akibat penerapan PPN dapat dicegah. Kebijakan ini tidak hanya membantu menjaga stabilitas harga, tetapi juga melindungi daya beli masyarakat secara keseluruhan. Dengan langkah-langkah ini, dampak negatif kebijakan PPN dapat diminimalkan, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Kebijakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025 merupakan langkah pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dan mendukung pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Namun, kebijakan ini menimbulkan tantangan serius, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah yang akan merasakan dampak langsung berupa kenaikan harga barang kebutuhan pokok. Sebagai pajak tidak langsung, PPN bersifat regresif dan cenderung lebih membebani kelompok masyarakat yang lebih rentan.Â