Peristiwa itu membuatku lebih waspada lagi ketika ingin keluar rumah, seiring berjalannya waktu rasa berani dalam diriku muncul dan perlahan trauma itu menghilang. Ini tak luput dari nasihat ibuku setiap malam untuk menguatkanku dan bercerita bahwa Maria dulunya sama seperti ibu-ibu pada umumnya. Seorang ibu yang memiliki anak. Namun rasa berat hati ditinggal mati oleh suami dan faktor lainnya membuat ia menjadi tidak waras. Namun, tidak gila sepenuhnya.
Sesekali ia sadar dan nyambung saat diajak bicara. Sebagiannya lagi tidak, bahkan terkadang mengamuk di depan pos ronda. Namun, ia orang gila yang rajin, tak hanya hobi tidur di pos ronda tapi ia juga rajin membersihkan pos ronda dan menyapu halamannya.
Hari terus berganti hingga aku memasuki madrasah tsanawiyah dan duduk dibangku kelas 8. Aku mendengar kabar bahwa Maria telah meninggal. Orang gila yang sempat membuatku trauma sesaat, ia juga orang gila pertama yang membuatku berani saat berhadapan dengannya dan kini sedih saat mendengar kabar duka tentangnya
Maria mengajarkanku tentang sifat kasih sayang seorang ibu yang tidak luntur meski dirinya sedang tidak waras saat itu, dapat terlihat jelas, saat ia mengambilkan nasi untuk aku yang dikira anaknya, ia juga tetap menjadi pribadi yang rajin bahkan lebih rajin dari orang yang waras seperti aku. Terima kasih Maria telah memberikan pembelajaran yang berharga dalam hidupku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H