Salah satu hal yang akan aku periksa sebelum keluar rumah adalah melihat apakah ada orang gila yang bertengger di pos ronda dekat rumah. Masih jelas terngiang dalam ingatan saat itu pukul 06.00 pagi. Matahari sudah mulai sempurna akan sinarnya. Ibu tengah bersiap keluar rumah untuk membeli nasi uduk.
"Sal, umi keluar duluan ya beli nasi uduk" tukasnya.
"Nanti salma kalau mau ikut nyusul aja" tambahnya.
"Iya, mi" jawabku.Â
Saat aku keluar rumah dan berjalan sekira tiga puluh meter, kudapati seorang wanita paruh baya berbaju merah, berambut putih yang kukenali sebagai teman ngaji ibuku. Perempuan itu mengajakku berjalan bersamanya. Digenggamnya tangan mungil ini, dengan raut wajah polos ku ikuti langkah kakinya tanpa ragu karena ingin segera menemui ibu.
Sepanjang perjalanan, rasa heran menghampiriku sebab banyak pasang mata mengarah pada aku dan orang yang kukira teman ibu.
"Kenapa orang pada ngeliatin aku ya, ada yang bisik-bisik lagi" batinku keheranan.
Sampailah kami pada sebuah warung nasi uduk. Kali pertama aku menginjakkan kaki di warung itu dan tak kudapati ibu disana. Aku masih belum mengerti tentang situasi yang tengah menghampiriku saat itu, hingga teriakan ibu yang memiliki warung tersebut datang.
"Eh Maria!! anak siapa ini yang lu bawa" bentak ibu pemilik warung.
"Anak gue, ini gue minta nasi buat anak gue ya" jawabnya santai.
Barulah aku tersadar ada yang tidak wajar dengan wanita yang ku kira sebagai teman ibuku ini. Beberapa menit setelah itu ku dengar teriakan anak laki-laki dari balik pintu warung nasi.