Mohon tunggu...
salahudin tunjung seta
salahudin tunjung seta Mohon Tunggu... Administrasi - Individu Pembelajar

Mohon tinggalkan jejak berupa rating dan komentar. Mari saling menguntungkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Di Balik Polemik Sebuah Peringatan Tragedi

20 Februari 2022   01:32 Diperbarui: 20 Februari 2022   01:58 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Agustus 1987, diadakan kongres Zionis Pertama, di Basel, Swiss, di bawah kepemimpinan Theodor Herzl kongres tersebut menghasilkan tujuan dari Zionisme adalah untuk membangun rumah bagi orang Yahudi di Palestina yang terjamin oleh hukum publik.

Pada tahun 1907/1908 strategi dari Zionisme berubah, tidak mempertimbangkan secara de jure untuk kolonisasi. Strategi bergeser ke cara-cara de facto untuk pada nantinya ketika posisi tawar sudah di miliki para Zionis maka pengakuan secara politik pada nantinya dapat diperjuangkan. Gelombang kedua kolonialisasi Zionis ini lebih militan guna memisahkan diri dari Arab Palestina, namun masih tidak menghasilkan sesuatu yang berarti. 

Perang Dunia Pertama meletus dan Zionisme mendapatkan keuntungan dari perang tersebut. Inggris memiliki kepentingan di timur tengah, mereka mencoba mengamankan wilayah Terusan Suez dan menjaga wilayah yang dapat menjadi rute darat menuju India, bebas dari kekuasaan bangsa Eropa lainnya. Untuk mengamankan itu, pada 1917 lahir sebuah Deklarasi Balfour yang menyatakan bahwa Inggris mendukung penuh pendirian tanah air Yahudi di Palestina. 

Pada selanjutnya Inggris membuka gerbang migrasi besar-besaran Zionis ke Palestina. Selain itu, Inggris juga mengalihkan lahan kepada orang-orang Zionis. Inggris pun mengizinkan pendirian kekuatan militer Zionis (Haganah) serta memeliharanya. Pada akhir Perang Dunia Kedua, melemahnya Inggris dan semakin dekatnya kemerdekaan India, membuat Inggris merasa telah kehilangan minat dengan Palestina dan persekutuannya dengan Zionis. Namun Zionis dengan cepat mendapatkan penyokong baru, yaitu Amerika Serikat, dan pada akhirnya 1948, Israel berhasil lahir sebagai negara di atas tanah Palestina. 

Penjelasan tersebut di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa Zionisme adalah sebuah gerakan untuk menyatukan orang-orang Yahudi dunia dalam satu wilayah, yaitu Palestina. Pernyataan tersebut selaras dengan yang di sampaikan oleh Dr. Fayez. A Sayegh dalam bukunya yang berjudul "Kolonialisme Zionis di Palestina", yang menyatakan bahwa 

Dorongan primordial bagi Kolonialisme Zionis adalah pengupayaan “realisasi-diri nasional” dengan “bangsa Yahudi”, melalui perkumpulan kembali dalam satu wilayah dan kenegaraan yang berdaulat. Pemisahan diri rasial dengan demikian adalah inti dari Zionisme.

Walaupun Zionisme adalah sebuah gerakan yang mengedepankan alasan ras dan agama, bukan berarti dia dapat hidup tanpa adanya sebuah penolakan dari orang-orang Yahudi itu sendiri. Orang-orang Yahudi yang tersebar di seluruh Dunia termasuk yang ada di dalam negara Israel tidak 100% mendukung Zionisme ataupun tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Israel terhadap Arab Palestina. 

Penolakan tersebut tersebar dalam kelompok dan latar ideologi yang beraneka ragam. Salah satunya adalah Neturai Karta, yaitu kelompok Ultra-ortodoks Yahudi yang memiliki motto "Yahudi Bersatu Melawan Zionisme". Dari motto yang mereka tuliskan, tentu kita sudah dapat membayangkan sikap yang diambil dari kelompok Neturai Karta ini. Mereka pro-Palestina dan menentang Zionisme yang memiliki tujuan adalah mendirikan negara Yahudi, karena menurut mereka, orang-orang Yahudi tidak boleh memiliki negara sendiri sebelum Mesias Yahudi turun. Selain Neturai Karta yang memegang prinsip agama dalam organisasinya, terdapat Center for Jewish Non-Violence (CJNV) yang memegang prinsip demokratis-kolaboratif untuk mendorong diaspora Yahudi untuk bersolidaritas dengan rakyat Palestina guna melawan pendudukan Israel. Dengan demokratis-kolaboratif sebagai prinsip yang mereka pegang, CJNV menjunjung tinggi kemanusiaan universal dan kesetaraan penuh antara orang Israel dengan orang Palestina. Selain, CJNV dan Neturai Karta, masih ada PeaceNow atau Jewish Voice for Peace yang merupakan organsasi kiri orang-orang Yahudi di Amerika Serikat serta sederetan organisasi-organisasi lainnya yang dimotori orang-orang Yahudi dengan tujuan menolak Zionisme. Hal ini membuktikan bahwa Israel bukanlah manifestasi 100% dari orang-orang Yahudi. Yahudi tidak bisa secara serta merta disamakan dengan Zionisme. 

Hal ini menandakan bahwa, tidak tepat untuk melihat konflik Israel-Palestina adalah sebagai konflik agama. Melihat konflik Israel-Palestina sebagai konflik agama adalah mempersempit cara pandang dalam melihat konflik itu sendiri, bahkan menyimpan bom waktu berupa anti-semitisme yang dapat muncul tanpa kita sadari ketika cara pandang tersebut dibiasakan di tengah masyarakat. Alih-alih membela Palestina dan melawan Zionisme, kelompok yang menentang Zionisme akan terjebak pada anti-semitisme yang pada dasarnya adalah sebuah paham rasis terhadap orang Yahudi, padahal dengan adanya fenomena CJNV, Neturai Karta, PeaceNow, atau Jewish Voice for Peace menandakan bahwa isu Palestina adalah isu milik publik, isu yang universal dan semua tanpa adanya sekat dapat membelanya dan bersolidaritas dengan rakyat Palestina. Sebagaimana dijelaskan oleh Ahmad Rizky M. Umar dalam tulisan yang berjudul "Perspektif Kiri untuk Solidaritas Palestina" menjelaskan bahwa

Ia bukan hanya sekedar ekspresi umat Islam yang disingkirkan dari tanah suci tempat berdirinya Masjid Al-Aqsha. Ia juga adalah ekspresi orang-orang tak berdaya yang disingkirkan dari rumah yang mereka diami selama bertahun-tahun oleh penjajah yang menggantikan Inggris. Ia juga adalah ekspresi perjuangan orang-orang miskin tak berpunya-punya, para pekerja yang tak sempat menikmati hasil jerih payah mereka sendiri karena tidak punya hak legal untuk menjadi tuan di tanah mereka sendiri.

Peringatan sebuah tragedi Holocaust adalah murni sebagai sebuah peringatan terkait tragedi kemanusiaan. Museum atau apapun itu yang terkait dengan tragedi tersebut adalah sebagai wujud dari 'Peringatan' bagi kita, agar peristiwa serupa tidak boleh terjadi lagi dalam wujud atau motif apapun, baik dilandasi oleh alasan ideologi politik, kebanggaan budaya, ataupun agama, karena dehumanisasi terhadap manusia konkret adalah wujud dari kekerasan terhadap kemanusiaan. Kemanusiaan di dalamnya termasuk juga adalah keunikan manusia itu sendiri, yaitu perbedaan. Sehingga kebencian yang didasari atas identitas suatu kelompok dan mengakibatkan adanya usaha meniadakan kelompok tertentu adalah sebuah kejahatan kemanusiaan. Hal itulah yang perlu dilawan dan diusahakan untuk tidak terjadi lagi sebagaimana dahulu terjadi tragedi Holocaust. Bukan malah memandang secara konspiratif antara Museum Holocaust dengan sikap Indonesia terhadap isu Palestina-Israel  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun