Mohon tunggu...
Saifoel Hakim
Saifoel Hakim Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Orang biasa yang hidup biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ken Angrok - 14

1 Agustus 2023   06:16 Diperbarui: 3 Agustus 2023   07:20 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil olahan pribadi

Rencana Aksi Geng Molimo

Geng 5 bocil yang dulu gagal dalam misi buah mangga masih tetap solid dan berlanjut ke tingkat SMP. Bahkan, geng itu kini bertambah dua orang anggota, yaitu Sumi dan Esha. Dari 7 anggota itu, Gajah dan Singo tidak satu sekolahan. Gajah dan Singo sekolah di SMP Swasta yang tidak jauh dari lokasi sekolah 5 temannya yang lain. Baik berangkat maupun pulang sekolah, mereka sering bersama karena dari desa yang sama. Sejak kelas 2 SMP, mereka tidak lagi berangkat dengan angkutan umum. Ken Angrok, Sumi, Esha, dan Kidang, masing-masing telah diperbolehkan orang tuanya untuk membawa motor. 4 motor itulah yang membuat 7 anak itu semakin solid dan akrab karena setiap hari selalu bersama-sama.

Tujuh anak SMP kelas 3 itu sepakat memberi nama 'MOLIMO' untuk geng mereka. Nama yang diusulkan Kidang agar mereka selalu ingat falsafah Jawa untuk menghindari 5M (madat, main, minum, madon, maling). Namun faktanya, hanya Kidang dan dua perempuan dalam geng itu yang bisa melaksanakan 'MOLIMO' dengan baik. Ken Angrok sendiri, walaupun usianya masih bisa dibilang anak-anak, sulit meninggalkan Madat (obat-obatan terlarang), Main (judi), Minum (alkohol). Hanya Madon (main perempuan) dan Maling (mencuri) yang tidak pernah dilakukan Ken Angrok. Sementara Gajah, Singo, dan Boyo hanya mengikuti saja apa yang dilakukan Ken Angrok.

"Jah.., hari ini jangan sampe kelewat lagi," kata Ken Angrok pada Gajah yang membocengnya pagi ini saat berangkat sekolah.

"Siap...," kata Gajah singkat.

"Kamu itu bilang siap... siap... tapi ndak siap!" kata Ken Angrok agak ketus.

"Iya Ken, kemarin itukan diluar dugaan...,"

"Bukan diluar dugaan itu, itu kamu yang lali (lupa)! Ojo kakean oleng Kon! (jangan kebanyakan mabuk kamu)"

"Iyo iyo, kemarin itu aku ngga menduga kalo aku lupa! hehehe..."

Empat motor itu melaju berbarengan, mereka saling bercanda namun tidak ugal-ugalan. Hari ini Boyo berboncengan dengan Esha, Sumi sendirian, dan Singo membonceng Kidang. Kadang ada hal yang lucu dengan Sumi, Cinta terpendamnya pada Ken Angrok tidak pernah menyurut. Kalau Sumi lagi pengin dekat dengan Ken Angrok, dia membuat berbagai alasan yang intinya tidak bisa membawa sendiri motornya. Dia kasih pinjam motornya pada Gajah atau Singo, lalu dia memboceng Ken Angrok.

Mereka semua berhenti di depan gerbang sekolah SMP Swasta, Gajah dan Singo lalu melompat turun dari boncengan karena di sinilah sekolahan mereka. Ken Angrok berteriak pada Gajah, "Jah, ojok lali maneh! (jangan lupa lagi). Nanti ngumpul istirahat ke dua ya!" Gajah tidak menjawab hanya mengacungkan jempol.

Sekolah mereka sebetulnya berada di jalan yang sama, hanya berjarak kira-kira 1km. Diantara sekolah mereka ada sebuah kafe kecil yang menjual minuman dingin, kopi dan makanan ringan. Kafe itu terletak dihalaman yang cukup luas dari sebuah rumah model belanda jaman dahulu. Di situlah mereka menyimpan motor mereka. Rumah dan Kafe ini adalah milik Bude-nya Kidang. Dari sini mereka berjalan kaki kira-kira 400m ke sekolah. Di Kafe ini juga mereka biasanya berkumpul pada jam istirahat.

***

Ken Angrok, Boyo, dan Kidang sudah ada di kafe, duduk di bagian belakang agar tidak langsung terlihat dari jalan raya. Mereka menunggu Singo dan Gajah sambil ngobrol memastikan lagi rencana mereka sudah sempurna. Mereka juga menunggu laporan Gajah yang kemarin gagal melaksanakan tugas hanya karena Gajah lupa.

Gajah dan Singo baru muncul ketika jam istirahat sekolahan Ken Angrok hampir habis. Gajah langsung duduk dan berkata, "Semua sudah dilakukan dengan sukses sesuai rencana!," sambil mengambil es kelapa muda milik Kidang tanpa permisi.

"Terus apa kata dia?" Tanya Ken Angrok terburu-buru karena sudah harus menuju sekolah lagi.

"Dia setuju, besok pulang sekolah ketemu di alun-alun. Dari sana baru ditentukan tempatnya..." kata Gajah setelah menghabiskan es kelapa muda Kidang.

"Heemmm, pintar juga dia rupanya, tidak mau kita yang tentukan tempatnya. Ya sudah, kalo gitu besok boyo pinjam motor Esha. Sumi dan Esha bisa pulang bareng," kata Ken Angrok. "Ayo aku masuk dulu, nanti sambil pulang kita bahas lagi," sambung Ken Angrok.

"Eeeh..., ntar dulu," kata Singo tiba-tiba, "Ini siapa yang bayar? Main mau pergi aja!" lanjutnya.

Kidang mengeluarkan uang 50 ribuan dari sakunya dan menaruhnya di meja. "Ini, jangan dihabisan yo! Nanti siapa tahu pulang sekolah kita harus ngopi lagi," kata Kidang. Mereka bertiga lalu meninggalkan Gajah dan Boyo.

Dari semua anak itu, Kidanglah yang keluarganya bisa dibilang paling mampu. Ayahnya adalah salah satu manager di Tumapel Inc., perusahaan terbesar di Kabupaten Tumapel yang memiliki ratusan hektar kebun tebu. Ken Angrok memang terlihat seperti anak orang kaya karena apa yang ia gunakan dan kenakan dari barang-barang bermerek pemberian Bulik Ken. Tapi soal uang cash, sebetulnya dia juga tidak berlebih. Ken Endok tidak banyak memberi uang cash, dia lebih sering memberi dalam bentuk barang.

"Singo, apa kamu yakin aksi kali ini bisa sukses?" tanya Gajah pada Singo yang masih menunggu pesanan setelah ketiga temannya pergi.

"Aga ragu juga sih, tapi selama ini rencana Ken itu banyak yang berhasil," jawab Singo.

"Apa yang kira-kira yang buat kamu ragu?"

"Kali ini sasaran kita bukan orang sembarangan..."

"Persis! Aku juga mikir gitu...," kata Gajah sambil menyalakan rokoknya.

Mereka berdua terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Aksi Geng Molimo kali ini punya resiko yang cukup berat. Mereka bisa saja akan berurusan dangan Polisi dan akhirnya bisa putus sekolah yang hanya tinggal hitungan bulan akan lulus SMP. Sosok yang dikhawatirkan mereka berdua adalah Gagak Abang. Adik Gagak Abang bersekolah di tempat Singo dan Gajah, namanya Gagak Ijo. Selama ini Gagak Ijo seringkali berlaku sewenang-wenang pada anak-anak di sekolahnya. Dia seperti itu karena memiliki kakak yang namanya cukup dikenal oleh pelajar SMP dan SMA seantero Kabupaten Tumapel. Gagak Abang dikenal sebagai preman yang tidak punya belas kasihan pada para korban kekerasannya. Gagak Abang sudah sering keluar masuk kantor polisi dan berpindah-pindah sekolah. Usia Gagak Abang yang belum genap 17 tahun, membuatnya lolos dari hukuman berat.

***

Empat motor seperti diparkir melingkar. Terlihat tujuh orang anak di sana, ada yang berdiri dan ada juga yang duduk di atas motor. Mereka seperti sedang serius membahas sesuatu di bawah pohon beringin dekat makam tempat mereka biasa berkumpul sejak SD. Sore ini sepulang sekolah, Geng Molimo dengan anggota lengkap sedang berdiskusi untuk sebuah rencana aksi.

"Ken, apa kamu sendiri yakin akan berhasil dengan rencanamu ini? Resikonya cukup besar buat kita semua." tanya Gajah setelah mendengar detail rencana Ken Angrok.

"Yah, aku tahu persis resikonya," kata Ken Angrok, "Jadi..., aku juga tidak ingin memaksa kalian terlibat." lanjutnya.

"Terus? Maksudmu kalo kita semua nggak ikut, kamu tetep mau jalanin sendiri?" sahut Singo.

"Iyah! Dia harus diberi pelajaran!" jawab Ken Angrok tegas.

"Kalo yang kita hadapi hanya Gagak Ijo, aku yakin pasti mudah. Tapi kita tahukan?, Gagak Abang kakaknya pasti tidak tinggal diam." kata Gajah memberi pertimbangan.

"Yah, betul! Tapi aku yakin Gagak abang hanya akan ikut campur ketika Gagak Ijo kalah!" jawab Ken Angrok. "Bahkan, kesombongan Gagak Ijo itu membuat dia tidak mengatakan pada Kakaknya bahwa dia akan berhadapan dengan aku besok." lanjut Ken Angrok berargumen.

"Belum tentu Ken..," Kidang ikut bicara, "Kamu lupa kalo nama Molimo dan Ken Angrok itu sudah dikenal luas? Aku kira Gagak Ijo pasti memberitahu Gagak Abang."

"Sudahlah Ken...," Sumi mencoba menasehati Ken Angrok, "Anggap kamu berhasil, dapat apa coba? Yang ada kamu akan berurusan dengan Gagak Abang! kita tinggal 6 bulan lagi kelulusan Ken!"

"Aku sudah pikirkan semua, baik itu aku sendirian atau kalian ikut terlibat. Kalian tahukan? Dari dulu aku paling tidak suka ada orang menggangguku, padahal aku tidak pernah sekalipun cari masalah dengan mereka!" Kata Ken Angrok seperti memendam amarah. Matanya menatap tajam ke arah jalanan yang sepi.

Semuanya terdiam mendengar ucapan Ken Angrok yang berat dan penuh tekanan. Semua merasakan kemarahan yang dipendam itu sepertinya sudah tidak bisa ditahan.

BERSAMBUNG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun