Sekolah mereka sebetulnya berada di jalan yang sama, hanya berjarak kira-kira 1km. Diantara sekolah mereka ada sebuah kafe kecil yang menjual minuman dingin, kopi dan makanan ringan. Kafe itu terletak dihalaman yang cukup luas dari sebuah rumah model belanda jaman dahulu. Di situlah mereka menyimpan motor mereka. Rumah dan Kafe ini adalah milik Bude-nya Kidang. Dari sini mereka berjalan kaki kira-kira 400m ke sekolah. Di Kafe ini juga mereka biasanya berkumpul pada jam istirahat.
***
Ken Angrok, Boyo, dan Kidang sudah ada di kafe, duduk di bagian belakang agar tidak langsung terlihat dari jalan raya. Mereka menunggu Singo dan Gajah sambil ngobrol memastikan lagi rencana mereka sudah sempurna. Mereka juga menunggu laporan Gajah yang kemarin gagal melaksanakan tugas hanya karena Gajah lupa.
Gajah dan Singo baru muncul ketika jam istirahat sekolahan Ken Angrok hampir habis. Gajah langsung duduk dan berkata, "Semua sudah dilakukan dengan sukses sesuai rencana!," sambil mengambil es kelapa muda milik Kidang tanpa permisi.
"Terus apa kata dia?" Tanya Ken Angrok terburu-buru karena sudah harus menuju sekolah lagi.
"Dia setuju, besok pulang sekolah ketemu di alun-alun. Dari sana baru ditentukan tempatnya..." kata Gajah setelah menghabiskan es kelapa muda Kidang.
"Heemmm, pintar juga dia rupanya, tidak mau kita yang tentukan tempatnya. Ya sudah, kalo gitu besok boyo pinjam motor Esha. Sumi dan Esha bisa pulang bareng," kata Ken Angrok. "Ayo aku masuk dulu, nanti sambil pulang kita bahas lagi," sambung Ken Angrok.
"Eeeh..., ntar dulu," kata Singo tiba-tiba, "Ini siapa yang bayar? Main mau pergi aja!" lanjutnya.
Kidang mengeluarkan uang 50 ribuan dari sakunya dan menaruhnya di meja. "Ini, jangan dihabisan yo! Nanti siapa tahu pulang sekolah kita harus ngopi lagi," kata Kidang. Mereka bertiga lalu meninggalkan Gajah dan Boyo.
Dari semua anak itu, Kidanglah yang keluarganya bisa dibilang paling mampu. Ayahnya adalah salah satu manager di Tumapel Inc., perusahaan terbesar di Kabupaten Tumapel yang memiliki ratusan hektar kebun tebu. Ken Angrok memang terlihat seperti anak orang kaya karena apa yang ia gunakan dan kenakan dari barang-barang bermerek pemberian Bulik Ken. Tapi soal uang cash, sebetulnya dia juga tidak berlebih. Ken Endok tidak banyak memberi uang cash, dia lebih sering memberi dalam bentuk barang.
"Singo, apa kamu yakin aksi kali ini bisa sukses?" tanya Gajah pada Singo yang masih menunggu pesanan setelah ketiga temannya pergi.