Menjalankan Misi
Pagi itu, sebelum lonceng tanda masuk kelas, Boyo mendekati Bimo yang sedang bercanda dan bermain bola di lapangan depan kelas. Sambil ikut bermain, Boyo berbisik pada Bimo, "Bim..., tadi aku ketemu Sumi, dia nanyain kamu lho..."
"Ah! Tenane (benaran) Yok?" Bimo tiba-tiba menghentikan gerakanya mengejar bola.
"Kon ga percoyo ta?" (Kamu ga percaya?), kata Boyo mencoba meyakinkan.
"Emang nanya-nanya apa? tumben..."
"Ya cuma nanya, kamu kok jarang keliatan main atau jajan di lapangan basket belakang. Kelas Sumi kan dekat situ."
"Terus kamu jawab apa?"
"Ya aku jawab sak kencadake (sekenanya) aja, Bimo lagi suka main di lapangan upacara."
"Terus dia nanya apa lagi Yok?"
"Ya ga nanya-nanya lagi, cuma bilang Oh doang..., kangen mungkin sama kamu, cie... cie...," Boyo menggoda dan menunggu reaksi Bimo.
"Ah, yang bener Yok, kamu bohongkan?"
"Gak percoyo yo wis, aku cuma mau ngasih tau aja kok."
"Yok, gimana kalo nanti istirahat kamu tak traktir jajan di warung belakang?"
Dalam hati Boyo bersorak, umpannya sudah kena dimakan Bimo. Sedikit jual mahal, Boyo pun menjawab sambil berlari meninggalkan Bimo, "Ya lihat nanti saja, aku mau main di mana nanti. Aku mau ke toilet dulu sebelum masuk."
"Yok..., nanti kamu tak kasih duit juga..," teriak Bimo pada Boyo yang lari menjauh. Bimo merasa informasi dari Boyo tadi sangat berarti dan menyenangkannya. Sumi ternyata perhatian juga padanya. Dia percaya apa kata Boyo karena rumah Sumi bertetangga dengan Boyo. "Pasti tadi waktu berangkat sekolah mereka sempat bicara," pikir Bimo.
Di depan toilet, Kidang sudah menunggu Boyo. Mereka berdua masuk ke toilet bersama-sama saat Boyo datang. Boyo hanya berbisik singkat pada Kidang, "Beres, suruh Gajah beraksi sebelum bel masuk."
Kidang pun segera berbalik dan berlari ke arah lapangan basket belakang lalu menuju ke kelas Gajah. Gajah sudah menunggu sambil bermain dengan teman-temannya di depan kelas. Kidang mendekati gajah dan berbisik, "Beres, sekarang gilaranmu mendekati Sumi." Kidang langsung berlari lagi menuju kelasnya untuk melaporkan hasil pada Ken Angrok. Mereka berdua memang satu kelas.
Gajah segera mendekati Sumi yang sedang bermain lompat karet di koridor depan kelas. "Sumi... Sumi..., sini sebentar...," panggil Gajah pada Sumi.
"Onok opo to Jah? (ada apa Gajah?)," kata Sumi sambil malas-malasan mendekati Gajah.
"Aku lupa tadi mau bilang, Ken nyuruh aku nanya apa kamu masih punya Mangga?" kata Gajah saat Sumi sudah mendekat.
"Ken?" hati Sumi tiba-tiba berdebar, "Apa katamu? Mangga? Wah sudah abis tak buwaki (aku buang-buang) di jalan! Emang kenapa Kent kok minta Mangga?" Sumi penasaran.
"Oalah..., kenapa kamu buang-buangin? Ibunya Ken itu lagi pingin mangga. Waktu itu, Ken sempat lihat kamu bawa Mangga banyak banget yang dikasih Bimo."
"Ya aku buang, abisnya aku sebel banget kalo lihat Bimo. Lihat mangga itu jadi seperti lihat Bimo. Lha terus gimana? Wong sudah tak buang dan sebagian tak kasih orang..."
"Heemmm, kamu mau nolong Ken nggak?"
"Maksudmu? Nolong piye to?"
"Minta lagi sama Bimo...,"
"Wah! Gak sudi aku! Harus minta-minta sama Bimo, Ndak!" potong Sumi sebelum Gajah selesai bicara.
"Bukan gitu Sumi..., gini lho, kamu sebelkan sama Bimo? Sekalian saja kita kerjain sambil nolong Ken."
"Wah..., ga ngerti aku, opok sih karepmu (apa sih maksudmu)?"
"Nanti pas jam istirahat, kamu bilang Bimo minta Mangga yang buanyaaaak sekalian, lima puluh butir gitu. Jangan mau kalo hanya tiga sampe lima butir. Biar dia tau rasa! Bawa berkilo-kilo mangga dari rumah."
"Ah ndak mau aku!, aku ndak mau omong-omongan sama Bimo..."
"Ya udah, kalo gini gimana. Aku yang bilang sama Bimo tapi kamu harus ikut dan kelihatan. Agak jauh gapapa. Nanti pas Bimo nengok ke kamu, kamu cukup ngangguk-ngangguk aja. Kamu ga pengin bantuin Ken?"
"Hemmm, piye ya? Ya udah gitu gapapa. Lha terus ketemu Bimo di mana?"
"Tenang aja, nanti jam istirahat dia pasti jajan ke warung itu," kata Gajah sambil menunjuk Warung dekat lapangan Basket.
"Kok kamu tahu kalo Bimo mau jajan di situ?"
"Taulah, akukan sakti mandra guna... hehehe" kata Gajah sambil tersenyum.
"Halah kamu ini! Ya wis, gitu aja. Nanti kalo Bimo ga ada berarti ga jadi ya! Aku ga mau kalo harus ke depan," kata Sumi sambil pergi meninggalkan Gajah.
Tidak lama kemudian, terdengar suara besi yang dipukul berkali-kali sebagai tanda jam belajar dimulai. Terlihat anak-anak berlarian kesana kemari menuju kelasnya masing-masing lalu berbaris rapi di depan pintu masuk kelas. Di dalam barisan, Gajah masih berpikir keras, dia telah membuat perubahan rencana. Dia harus menggantikan Sumi untuk bicara sama Bimo. Sudah tidak ada waktu lagi, tidak mungkin dia harus lapor dulu pada Ken. Gajah terus berpikir, apa yang harus dia katakan pada Bimo nanti.
***
Ketika bel tanda jam istirahat terdengar, Ken Angrok dan Kidang langsung buru-buru menuju ke lapangan basket belakang. Di jalan mereka bertemu Singo yang membawa bola plastik untuk bermain bola. Tiba dilapangan basket, mereka mulai menendang-nendang bola. Beberapa anak laki-laki mulai bergabung dan ikut meramaikan permainan sederhana itu. Sambil bermain, Ken Angrok berkali-kali mengawasi warung jajan di dekat lapangan.
Tak berapa lama, mata Ken Angrok menemukan Gajah dan Sumi yang baru datang ke warung. Sumi berkumpul dengan anak-anak perempuan di bangku sebelah kiri sementara dia melihat Gajah mulai bercanda dengan kelompok anak laki-laki di bangku sebelah kanan yang berhadap-hadapan dengan bangku kelompok anak perempuan. Jarak antar kedua bangku lumayan lebar sehingga cukup untuk anak-anak sambil jajan dan bercanda ditengah-tengahnya. Sesekali mereka saling bicara dan bercanda antara kelompok laki-laki dan perempuan. Ken Angrok sedikit was-was belum melihat Bimo dan Boyo.
Ken Angrok mendekati Kidang dan berbisik, "Boyo sama Bimo belum keliahatan, coba kamu cek..." Kidang langsung berlari keluar lapangan tanpa menjawab Ken Angrok. Tepat sebelum belokan di deretan gedung belakang, Kidang bertemu dengan Boyo dan Bimo, tapi Kidang seolah tak peduli dan terus saja berlari walaupun dia mendengar teriakan Boyo, "Wey... Kidang! Meh nang ndi kon? (Wey.. Kidang mau kemana kamu?)". Hal ini membuat Ken Angrok geli sekaligus senang. Kidang memang cerdas, dia tidak langsung berbalik atau menjawab teriakan Boyo. Kidang ingin menutupi persengkongkolan yang mereka buat.
Boyo yang melihat Kidang tidak menjawab dan terus berlari justru was-was. "Ada perubahan rencana apa ini? Kenapa Kidang terburu-buru meninggalkan lokasi?" pikirnya. Boyo terus berjalan di samping Bimo, matanya menyapu ke segala arah mencari Ken Angrok. Perasaannya sedikit lega ketika melihat Ken Angrok dan Singo sedang bermain bola di lapangan. Boyo tidak ingin mengambil keputusan apa pun, dia berketetapan sesuai rencana. Sampai di warung nanti, dia akan cuek pada Gajah seolah tidak peduli. Dia hanya fokus akan mengambil banyak jajanan karena dibayarin Bimo.
Sesampainya di Warung, Bimo dan Boyo langsung menuju meja yang penuh aneka jajanan. Sambil memilih-milih makanan, mata bimo mencari-cari Sumi. Hatinya berdesir bahagia ketika tatapannya beradu pandang dengan Sumi yang sedang duduk di bangku paling ujung dan bersandar pada tiang. Bimo langsung beraksi dan sengaja mengeraskan suaranya untuk mengalahkan riuh rendah suara anak-anak lain disekitarnya, "Mbok Yem, yang diambil Boyo saya semua yang bayar!" Boyo seperti tidak peduli, dia terus saja memilih-milih makanan kesukaannya dan makanan mahal yang belum pernah dia coba.
Gajah mendekati Bimo dan Boyo, menyelinap di tengah mereka, lalu berbisik pada Bimo, "Bim, aku ada pesen dari Sumi..." Sontak Bimo dan Boyo memandang Gajah. Bimo lalu menoleh ke arah Sumi, dari tempatnya Sumi memandang Bimo sebentar sambil manggut-manggut. Gajah lalu menarik tangan Bimo menjauh agak keluar Warung. Boyo semakin heran, dia bertanya-tanya mengapa Gajah yang bicara? Lalu dia melihat ke lapangan basket, terlihat di kejauhan Ken Angrok dan Singo juga sedang memperhatikan dirinya sementara Kidang masih ramai-ramai bremain bola. Boyo mencoba memberi kode dengan lirikan matanya kepada Gajah dan Bimo, namun dia tidak yakin jika Ken Angrok bisa melihat kodenya itu karena terlalu jauh. Boyo penasaran, sambil membawa makanannya dia mendekati Gajah dan Bimo yang diluar area Warung. Namun belum sampai mendekat, Bimo sudah berteriak, "Eh..., ojok mrene sik Yok! (eh..., jangan kesini dulu Yok!), situ ae, pilih makanan dulu yang banyak buat adik-adikmu juga."
"Iya Yok..., ojok cedak-cedak sik (jangan dekat-dekat dulu), rahasia iki!" sambung Gajah sambil memberi kode dengan tangannya agar Boyo menjauh. Boyo langsung balik badan dan kembali ke meja jajanan. lalu dalam hatinya dia berkata, "Mumpung, biar aja Gajah yang bereskan, aku mau mabil jajanan yang banyak buat adik-adik di rumah nanti". Dari kejauhan Ken Angrok melihat sepertinya ada yang diluar rencana, kenapa Sumi belum bicara pada Bimo. Dia mengajak Singo untuk mendekat ke arah Warung.
Sambil berjalan ke arah warung, dia terus memperhatikan Gajah yang masih bercakap-cakap dengan Bimo. Dia juga melihat berkali-kali Bimo menoleh ke arah Sumi yang selalu manggut-manggut kalo dilihat Bimo. Ken Angrok menghentikan langkahnya dan menahan Singo untuk tidak terus menuju warung. "Singo, kamu bilang Kidang, kasi tahu Gajah sama Boyo, nanti seperti kemarin kita kumpul di tempat yang sama," kata Ken Angrok pada Singo. Singo hanya manggut-manggut, lalu katanya, "Kita ndak jadi ke warung ta?"
"Ndak usah, aku lihat Gajah sudah benar. Hanya saja aku tidak tahu jadi seperti apa besok." kata Ken Angrok. Lalu mereka berdua kembali ke lapangan. Ken Angrok memang cerdas, dia bisa membaca perubahan rencana yang dilakukan Gajah. Dia paham mengapa Gajah yang bicara pada Bimo tapi tetap menghadirkan Sumi di dekat sana.
***
Seperti kemarin, kelima bocil itu terlihat sedang duduk melingkar di tanah di bawah pohon beringin yang sama. Semua mata tertuju pada Gajah seolah menuntut penjelasan mengapa misi tidak dilakukan sesuai rencana. Ken Angrok sendiri sebetulnya memahami tindakan yang diambil Gajah, namun dia butuh detail penjelasan untuk antisipasi besok pagi.
Gajah sambil tersenyum seolah telah melakukan tindakan cerdas, mulai membuka penjelasan, "Aku tadi memang menggantikan Sumi bicara sama Bimo. Sumi benar-benar tidak mau bicara sama Bimo. Karena waktunya mepet dan aku ndak mungkin bilang ke kalian semua, jadi aku ambil langkah sendiri. Untungnya, Sumi mau mengikuti rencanaku. Dia aku suruh didekat situ agar bisa manggut-manggut kalo Bimo melihatnya. Biar Bimo percaya."
"Wah, kamu kok jadi pinter Jah!" sahut Singo memuji.
"Ga cuma itu kepinteranku," Gajah tampak semakin senang ketika dipuji. Dia lalu melanjutkan, "Aku bilang Bimo, Sumi mau minta mangga buat ngasih sodara-sodaranya yang mau dateng besok sore. Sumi pengin ngasih oleh-oleh sama mereka. Lalu buat menyenangkan Bimo, aku juga katakan kalo Sumi akan memberi tahu kalo mangga itu semua pemberian spesial dari Bimo, anak Pak Kades. Jadi Bimo akan merasa dikenalkan ke seluruh keluarga Sumi."
"Mantep bener gedabrusmu (ngebohongnya) itu Jah," sela Boyo.
"Iyalah... sisan ae tak bombong (sekalian saja saya puji-puji)," kata Gajah sambil tersenyum bangga.
"Terus... gimana tanggapan Bimo? Mau dia?" kata Ken Angrok yang ingin segera tahu hasil akhirnya apa.
"Ya pasti maulah! Anak sombong seperti dia pasti mau ambil kesempatan ini. Lalu hebatnya aku, kalian tahu ga? Berapa aku minta Mangga sama dia?" denang bangga Gajah menatap satu persatu temannya.
"Berapa?" serentak semua bertanya pada Gajah.
"Seratus butir!"
"Apa?! Seratus butir mangga?!" semua kaget dengan angka yang disebutkan Gajah. Jumlah itu berarti dua kali lipat target mereka.
"Bimo mau kasih itu semua?" tanya Singo pada Gajah seolah tak percaya.
Gajah menjawab mantab, "Mau! Bahkan dia nyuruh saya untuk mencarikan becak yang akan mengangkut. Aku mikir biar Singo saja yang menghubungi Pak Kardi tukang becak yang suka mangkal di kelurahan itu."
"Kamu kayanya agak sembrono (asal melakukan tindakan), Bimo pasti akan tahu mangga sebanyak itu dibawa kemana," kata Ken Angrok berpikir lebih jauh.
"Aku sudah pikirkan itu Ken," jawab Gajah. Lalu lanjutnya, "Biar Bimo nggak tahu mangga itu di bawa kemana, kita suruh Boyo untuk ngajak dia pergi."
"Waduh! Kalo dia ndak mau piye? aku alasan apa biar dia mau pergi sama aku?" sergah Boyo.
"Gampang, kamu bilang aja kalo Sumi nunggu dia di taman dekat kelurahan. Kalian nunggu aja di situ dulu sampai kira-kira becak pak kardi dan isinya sudah kita amanka. Terus kamu pura-pura bingung aja kenapa kok Sumi ga datang-datang." jawab Gajah mempermudah masalah.
"Gak bisa seperti itu Jah..., gampang ketahuan kita sekongkol," kata Ken Angrok tegas.
"Lha terus piye? kayaknya cuma itu yang bisa kita lakukan," Gajah mencoba mempertahankan rencananya.
"Nggak bisa Jah, Bimo pasti curiga. Ini mangganya terlalu banyak. Sepertinya, mau ndak mau, besok Sumi harus terlibat langsung," kata Ken Angrok sambil memutar otak mencari solusi.
"Maksudmu terlibat gimana Ken?" kata Kidang yang dari tadi lebih banyak diam.
"Sumi sendiri yang harus bilang ke Bimo agar mangga itu jangan di antar langsung ke rumahnya. Sumi harus menyuruh agar mangga itu di antar ke tempat yang sudah kita rencanakan." kata Ken Angrok sambil garuk-garuk kepala karena tidak yakin dengan rencananya kali ini. "Masalahnya...," kata Ken melanjutkan, "Sumi tidak mau sama sekali bicara sama Bimo!"
Mereka berlima serempak diam. Mereka seperti tertimpa masalah besar dan jalan buntu. Gajah, Kidang, Singo, dan Boyo seperti menanti ide cemerlang Ken Angrok yang biasanya tiba-tiba muncul dan menjadi solusi.
"Eeemmm, coba kamu Singo, kira-kira disimpan di mana dulu mangga yang sebanyak itu?" Tanya Ken Angrok memecahkan kesunyian.
"Aku juga lagi mikir itu Ken..., kemarin kalo cuma lima puluh butir cukup di Pos Ronda dulu, lha sekarang 100 butir gimana nyimpennya?" jawab Singo sambil garuk-garuk kepala.
Tiba-tiba Singo teringat satu tempat, "Kidang..., lumbung padi yang dekat sawah, deket gang masuk rumahnya Sumi itu lho, punya Pak Lik-mu kan?" Tanya Singo pada Kidang.
"Oh..., iya! Kita simpen di sana aja. Lagian itu deket sama gang masuk ke rumah Sumi sama Boyo," kata Kidang seperti mendapat ide mendadak.
"Ndak perlu bilang Pak Likmu dulu?" Tanya Gajah.
"Ndak..., ndak usah. Aku disuruh Pak Lik ngurusi selama nggak musim panen. Hanya disuruh ngeliatin kalo mulai banyak rumput, tikus atau mungkin ular." jawab Kidang.
"Wooow..., kamu itu kok ndak ngomong dari tadi!," kata Gajah.
"Ya!, kayaknya cocok tampat itu!" kata Ken Angrok. "Sekarang tinggal mikir cari alasan ke Bimo kenapa mangga buat Sumi harus dikirim ke Lumbung itu," lanjut Ken Angrok.
Kelima anak itu kembali terdiam. Ken Angrok terlihat mengetuk-ngetukan jari ketanah sambil menunduk, seperti seorang yang sedang berpikir keras. Empat temannya sepertinya sudah pasrah, hanya diam menunggu apa yang akan dikatakan Ken Angrok. Tak lama kemudian, Ken Angrok meminta teman-temannya mendekat. Dia seperti memberi arahan-arahan, sementara teman-temannya terlihat hanya manggut-manggut. Kelima anak itu kemudian berdiri lalu tampak saling melambai dan berpisah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H