Mohon tunggu...
Saidul Afkar
Saidul Afkar Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA DI UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA

HOBI : FUTSAL

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Skripsi "Hak Asuh Anak Pasca Perceraian menurut Perspektif Hukum Keluarga Islam"

1 Juni 2024   13:03 Diperbarui: 1 Juni 2024   13:24 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Saidul Afkar

NIM : 222121220

Kelas /Prodi : 4F/HKI

Akan mereview skripsi yaitu :

Judul : Hak Asuh Anak Pasca Perceraian Perspektif Hukum Keluarga Islam

Penulis : Henie Apriani

 

PENDAHULUAN

Hukum Perdata Islam di Indonesia adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang pribadi atau badan hukum menurut agama Islam dan berlaku di Indonesia. Hukum ini mencakup berbagai aspek, termasuk hukum keluarga dan bisnis Islam, serta berbagai aspek lain seperti perkawinan, talak, wasiat, waris, infaq, sadaqah, zakat, hibah, kerjasama, akad, jual beli, sewa, ekonomi syariah, dan lain-lain yang mengacu pada hubungan antara dua pihak atau lebih. Hukum Perdata Islam Indonesia juga termasuk dalam kategori hukum privat, yang berfokus pada akibat hukum yang hanya menyentuh persoalan individu, serta berbeda dengan hukum publik yang berkaitan dengan dampak yang ditimbulkannya yang menyentuh masyarakat luas.

Hukum perdata Islam di Indonesia mengatur berbagai aspek, termasuk hukum keluarga dan bisnis Islam, serta berbagai aspek lain seperti perkawinan, talak, wasiat, waris, infaq, sadaqah, zakat, hibah, kerjasama, akad, jual beli, sewa, ekonomi syariah, dan lain-lain yang mengacu pada hubungan antara dua pihak atau lebih. Dalam hukum perdata Islam Indonesia, hak asuh anak disebut dengan istilah "hadhanah" yang berarti merawat, mengasuh, dan memelihara anak. Hak asuh ini dipahami sebagai upaya merawat, mengasuh, dan memelihara anak yang umurnya kurang dari 12 tahun, karena anak dalam rentang usia tersebut belum mampu membedakan dan memilih dengan tepat, mana hal baik dan buruk dalam hidupnya. Dalam hukum Islam, hak asuh atas anak ini diberikan kepada ibu kandung, kecuali jika terbukti bahwa ibu tersebut tak wajar dalam memelihara anaknya. Namun, dalam beberapa kasus, hak asuh anak dibawah umur diberikan kepada bapaknya, seperti dalam Putusan Mahkamah Agung RI No.102 K/Sip/1973 yang menyatakan bahwa perwalian anak akan jatuh ke ibu, kecuali jika terbukti bahwa ibu tersebut tak wajar dalam memelihara anaknya.

ALASAN PEMILIHAN

Alasan pemilihan skripsi ini untuk saya review karena angka perceraian yang cenderung tinggi di indonesia menjadi salah satu alasan saya memilih judul ini karena ingin mengetahui bagaimana pemberian hak asuh anak pasca perceraian yang terkadang jarang diperhatikan bagaimana hak asuh anak yang terjadi pascra perceraian, hal ini lah yang menjadi alasan saya memilih skripsi ini untuk di review untuk ujian akhir mata kuliah Hukum perdata islam di indonesia.

REVIEW

Pada bab Pendahuluan ini penulis memaparkan bahwa latar belakang masalah dari hal ini yaitu setiap pernikahan itu menyatukan dua kepribadian antara laki-laki dan perempuan yang memiliki tujuan yang sama yaitu untuk membentuk keluarga bahagia, sejahtera serta sakinah mawaddah warahmah. Akan tetapi pasti setiap pernikahan memiliki masalah baik itu berdasarkan berbeda pendapat yang tidak jarang mengakibatkan terciptanya percekcokan dan perselisihan.

Hasil studi dari KUA Sambi kabupaten Boyolali memaparkan bahwa sering kali terjadi pertentangan dan perbedaan pendapat pasca pernikahan yang membuat rumah tangga menjadi tidak harmonis hingga terjadi perceraian. Perceraian dapat diajukan baik dari laki-laki atau dari perempuan.

Cerai gugat adalah ikatan perkawinan yang putus sebagai akibat permohonan yang diajukan oleh isteri ke Pengadilan Agama, yang kemudian termohon (suami) menyetujuinya, sehingga Pengadilan Agama mengabulkan permohonan dimaksud. Sedangkan talak adalah suatu jenis perceraian yang inisiatifnya dating dari pihak suami. Cerai talak ialah ikrar yang diucapkan oleh suami yang isinya menyatakan bahwa ia mentalak atau menceraikan isterinya dengan talak satu, atau dua atau tiga.

Adapun alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk mengajukan perceraian adalah sebagaimana diatur dalam Penjelasan dalam Pasal 39 ayat (2) UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan juga dijelaskan pada Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang alasan terjadinya perceraian yaitu:

Salah satu pihak berbuat zinah atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya serta sukar disembuhkan;

Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturutturut, tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal di luar kemampuannya;

Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain;

Selanjutnya yaitu tujuan dari pembuatan skripsi ini yaitu Mendeskripsikan hak asuh anak setelah terjadinya perceraian di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali dan Menganalisis tinjauan hukum keluarga Islam terhadap hak asuh anak setelah terjadinya perceraian di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali.

Pada bab 2 yaitu tinjauan hak asuh anak pasca perceraian memaparkan pengertian dari hak asuh anak yaitu tanggung jawab resmi untuk memelihara dan memutuskan masa depan anak. Lebih jelas lagi, hak asuh adalah istilah hukum untuk melukiskan orang tua mana yang akan tinggal bersama si anak, apakah hal itu telah diputuskan oleh pengadilan atau tidak. Menurut Pasal 1 ayat (5) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwa anak adalah setiap manusia yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.Selanjutnya Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memberikan definisi yaitu anak adalah anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih berada di dalam kandungan."

Sedangkan menurut Sayyid Sabiq Hak asuh anak dalam hukum Islam dikenal dengan istilah hadhanah, yaitu pemeriharaan anak yang masih kecil setelah terjadinya putus perkawinan. Hal ini dibicarakan dalam fiqh karena secara praktis antara suami dan istri telah terjadi perpisahan sedangkan anak-anak memerlukan bantuan dari ayah dan/atau ibunya. Pemeliharaan atau pengasuhan anak itu berlaku antara dua unsur yang menjadi rukun dalam hukumnya, yaitu orang tua yang mengasuh yang disebut hadhin dan anak yang diasuh atau mahdhun. Keduanya harus memenuhi syarat yang ditentukan untuk wajib dan sahnya tugas pengasuhan itu. Dalam masa ikatan perkawinan ibu dan ayah secara bersama berkewajiban untuk memelihara anak hasil dari perkawinan itu.

Bila kedua orang tua si anak masih lengkap dan memenuhi syarat, maka yang paling berhak melakukan hadhanah atas anak adalah ibu. Alasannya adalah ibu lebih memiliki rasa kasih sayang dibandingkan dengan ayah, sedangkan dalam usia yang sangat muda itu dibutuhkan kasih sayang. Bila anak berada dalam asuhan seorang ibu, maka segala biaya yang diperlukan untuk itu tetap berada di bawah tanggung jawab si

ayah. Hal ini sudah merupakan pendapat yang disepakati ulama.

Selanjutnya yaitu pada Pelimpahan Hak asuh anak yang menjelaskan bahwa Putusnya perkawinan akibat perceraian seringkali disertai dengan perebutan hak asuh anak. Pada prinsipnya anak berhak diasuh oleh orang tuanya karena orang tualah yang paling bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Orang tua pula yang memiliki ikatan batin yang khas dan tidak tergantikan oleh apa pun dan/atau siapa pun. Ikatan yang khas inilah yang kemudian akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak hingga anak menjadi dewasa. Jadi ikatan yang khas tersebut menorehkan warna positif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, maka anak akan mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Sebaliknya, jika kekhasan hubungan dengan orang tua ini menorehkan warna yang negatif, maka hal itu akan sangat berpengaruh terhadap masa depan anak secara potensial.

Perselisihan mengenai penguasaan anak Pengadilan memberi keputusannya yaitu bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu. Bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya. Pengadilan bebas memberikan ketetapannya dalam memberikan hak asuh anak setelah mendengar keterangan-keterangan para pihak-pihak lain yang terlibat secara langsung misalnya keluarga sedarah atau keluarga terdekat yang mengetahui permasalahan rumah tangga pihak yang bercerai.

Bab III Undang-undang No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak mengatur tentang tanggungjawab orangtua terhadap kesejahteraan anak. Dimana dikatakan pertama-tama yang bertanggungjawab atas kesejahteraan anak adalah orangtua (Pasal 9). Orangtua yang terbukti melalaikan tanggungjawabnya, yang mengakibatkan timbulnya hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, dapat dicabut kuasa asuhnya sebagai orangtua terhadap anak (Pasal 10 ayat 1). Apabila ini terjadi maka ditunjuk orang atau badan sebagai wali.

Pencabutan kuasa asuh ini tidak menghapuskan kewajiban orangtua tersebut untuk membiayai sesuai kemampuannya terhadap penghidupan, pemeliharaan dan pendidikan anaknya. Pencabutan dan pengembalian kuasa asuh orangtua ini ditetapkan dengan keputusan hakim. Jadi jelasnya pencabutan kuasaasuh itu harus diajukan kepada pengadilan, demikian juga pengembaliannya. Bentuknya adalah permohonan penetapan hakim. Untuk itu harus ada pihak yang mengajukan permohonan misalnya salah seorang dari keluarga.

Selanjutnya yaitu pada Dasar Hukum pelimpahan hak asuh anak yang berikut adalah beberapa dasar hukum nya :

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan secara tegas menyebutkan bahwa tentang penguasaan anak adalah rangkaian dari hokum perkawinan di Indonesia, akan tetapi hukum penguasaan anak tersebut belum diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang penjelasan UU No.1 Tahun 1974 secara luas dan rinci.

Merujuk pada Pasal 41 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dinyatakan bahwa apabila perkawinan putus karena perceraian, maka akibat itu adalah: (1) Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai pengasuhan anak Pengadilan memberikan keputusannya; (2) Bapak yang bertanggungjawab atas semuanya biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. (3) Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagian bekas istri

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) ini, anah (pemeliharaan) anak dipegang oleh ibu yang telah diceraikan oleh suaminya. Akan tetapi, kalau sang istri sudah menikah lagi dengan lakilaki lain maka gugurlah hak pemeliharaan anak dari si ibu tadi.Lebih lanjut dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) khususnya pada pasal 105 (a) diatur mengenai hak asuh anak berbunyi bahwa dalam hal terjadinya perceraian maka: (a) Pemeliharaan anak yang ghairu mumayyiz atau belum berumur 12 tahun, adalah hak ibunya; (b) Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah dan ibunya sebagai hak pemeliharaan anak; (c) Biaya pemilaharaan anak ditanggung ayahnya. Setiap orang yang dituduh melakukan kejahatan berhak dianggap tidak bersalah sampai kesalahannya dibuktikan menurut hukum.

Selanjutnya yaitu pada Tanggung Jawab orang tua kepada anak pasca perceraian yang memaparkan yaitu:

Pengertian Orang Tua : Menurut Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa orangtua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat. Orangtua ialah yang pertama bertanggungjawab atas terwujudnya kesejahteraan anak, baik secara jasmani maupun rohani. Tanggungjawab ini mengandung kewajiban memelihara serta mendidik anak sedemikian rupa sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi orang yang cerdas, sehat, berbudi pekerti luhur, berbakti kepada orang tua, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkemampuan untuk meneruskan cita-cita bangsa berdasarkan Pancasila.

Akibat Hukum dari Perceraian : Putusnya perkawinan yang terjadi antara suami isteri dapat menimbulkan akibat terhadap perkembangan dan penghidupan anak. Akibat putusnya perkawinan karena perceraian diatur dalam Pasal 41 Undang-undang Perkawinan ada tiga akibat putusnya perkawinan karena perceraian, yaitu: 1. Terhadap anak-anak; 2. Terhadap harta bersama (harta yang diperoleh selama dalam perkawinan); 3. Terhadap nafkah (pemberian bekas suami kepada bekas isterinya yang dijatuhi talak berupa benda atau uang dan lainnya). Akibat perceraian menurut Pasal 41 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 bahwa baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak-anak". Bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberikan keputusan. Biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anak menjadi tanggung jawab pihak bapak, kecuali dalam pelaksanaan pihak bapak tidak dapat melakukan kewajiban tersebut, maka pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. Akan tetapi bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu dapat ikut memikul biaya tersebut.

Hubungan Orang tua dan anak pasca perceraian : Perceraian membawa dampak yang tidak baik bukan hanya terhadap hubungan antara mantan suami isteri saja, namun juga terhadap hubungan dengan anak-anaknya. Anak menjadi korban utama akibat perceraian orang tuanya, anak yang seharusnya mendapat perhatian dan kasih sayang orang tuanya menjadi terabaikan, selain itu juga mengganggu perkembangan psikis dari anak-anaknya. Oleh karena itu hubungan orang tua dengan anak tidak boleh putus sehingga diberikan hak asuh atas anak terhadap salah satu orang tua. Putusnya perkawinan akibat perceraian seringkali disertai dengan perebutan hak asuh anak. Pada prinsipnya anak berhak diasuh oleh orang tuanya karena orang tualah yang paling bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Orangtua pula yang memiliki ikatan batin yang khas dan tidak tergantikan oleh apa pun dan/atau siapa pun. Ikatan yang khas inilah yang kemudian akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak hingga anak menjadi dewasa. Jadi ikatan yang khas tersebut menorehkan warna positif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, maka anak akan mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal.

Tanggung Jawab orang tua terhadap anak pasca perceraian : Permasalahan anak setelah perceraian tidak akan terjadi sepanjang orangtuanya sama-sama mempunyai iktikad yang baik untuk menjalankan kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ibu memegang hak pemeliharaan anak-anak sedangkan ayah memberikan nafkah. UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam Pasal 30 menyebutkan bahwa suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. Selanjutnya dalam Pasal 45 disebutkan sebagai berikut: 1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. 2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal 1 berlaku sampai anak itu kawin atau berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara keduanya putus. Kewajiban mendidik dan memelihara anak-anak dilakukan oleh kedua orang tua terhadap anak-anaknya, sampai anak-anaknya menjadi dewasa dan mampu berdiri sendiri walaupun kedua orang taunya telah bercerai. Selanjutnya dalam Pasal 47 dinyatakan sebagai berikut: 1) Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. 2) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan.

Selanjutnya pada bab 3 yang berjudul "HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI DESA KEPOH KECAMATAN SAMBI KABUPATEN BOYOLALI" yang memaparkan atau menjelaskan mengenai :

Gambaran umum Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali : Desa Kepoh adalah salah satu desa yang termasuk wilayah Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali Propinsi Jawa Tengah. Desa Kepohmerupakan desa yang cukup bagus perkembangan ekonominya dalam beberapa tahun terakhir dan memiliki akses jalan yang mudah. Batas-batas Desa Kepoh adalah: sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bendo Kecamatan Nogosari, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Demangan, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Jagoan, dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tegal Giri Kecamatan Nogosari. Kondisi tanah persawahan di Desa Kepoh yang terdiri dari tanah sawah dengan sistem irigasi setengah teknis, dengan sistem irigasi tadah hujan, ratarata dapat dipanen 3 kali dalam setahun untuk sawah dengan sistem irigasi teknis dengan rata-rata sekali dalam setahun untuk sawah dengan sistem irigasi setengah teknis. Tanah pemukiman adalah tanah yang dihuni penduduk, tanah untuk tempat peribadatan, kuburan dan untuk jalan desa serta untuk perkantoran. Desa Kepoh memiliki luas 312.998 Ha yang terdiri dari wilayah pemukiman, pertanian, perkantoran, dan sebagainya. Tanah sawah di Desa Kepoh merupakan jenis tanah sawah tadah hujan dengan luas sekitar 132.672 Ha dan Tanah Kering berupa pekarangan dan tegal dengan luas 145.582 Ha. Sebagian besar luas lahan Desa Kepoh digunakan sebagai lahan pertanian. Selanjutnya gambaran angka perceraian di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali adalah merujuk pada data yang tercatat pada monografi desa dimana pada tahun 2020 tercatat sebanyak 2 kasus perceraian, kemudian pada tahun 2021 sebanyak 3 kasus perceraian, dan pada tahun 2022 mencapai 5 kasus perceraian. Berdasarkan data tersebuttingkatperceraian di Desa Kepoh terlihat meningkat.

Hak Asuh Anak Pasca Perceraian di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali : Perceraian tentunya akan membawa dampak bagi kedua belah pihak dan juga terhadap anak. Anak-anak tersebut harus hidup dalam suatu keluarga dengan orangtua tunggal baik dengan seorang ibu atau dengan seorang ayah saja. Berdasarkan data yang dikumpulkan di lapangan, terdapat 5 kasus perceraian yang terjadi di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali pada tahun 2021/2022. Dari jumlah tersebut, satu keluarga di antaranya belum punya anak, sedangkan empat keluarga lainnya sudah memiliki anak. Informan pertama yaitu keluarga BS Jadi setelah keluarga BS bercerai maka kedua anaknya diikutkan nenek dari pihak laki-laki. Hal ini karena pihak ibu tidak diketahui keberadaannya dan juga tidak berupaya meminta hak asuh terhadap anak, sehingga otomatis hak asuh jatuh kepada bapaknya. Informan kedua yaitu keluarga NO Hak asuh anak setelah perceraian pada keluarga NO adalah ikut ibunya. Pihak mantan suami juga tidak bersikeras meminta hak asuh anak, sehingga keputusan hak asuh terhadap anak tidak menjadikan permasalahan. Informan ketiga yaitu keluarga SR yaitu Hak asuh anak pada keluarga SR adalah anak ikut pada ibunya karena masih kecil. Saat proses perceraian dulu memang terjadi perebutan hak asuh karena mantan suami berusaha untuk membawa anaknya bersamanya. Ibu SR tentunya berusaha mempertahankan agar anaknya tersebut tetap bersamanya. Hasil musyawarah keluarga besar dari kedua belah pihak akhirnya memutuskan hak asuh berada pada ibunya.

Kondisi Anak Pasca Terjadinya Perceraian di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali : Kondisi anak pada keluarga BS yaitu anak-anak yang diikutkan neneknya seperti pada keluarga BS terlihat sering ditinggal kakek dan neneknya pergi ke sawah, mereka berdua sering terlihat bermain di sekitar pekarangan rumah, badan dan pakaiannya terlihat kurang bersih, mereka kurang bergaul dan pemalu, selanjutnya pada keluarga NO kondisi anak terlihat kurang terurus karena ditinggal ibunya bekerja untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga, anak tersebut sering terlambat makan, juga kurang mendapatkan pengawasan. Mereka memang dititipkan kepada keluarga saat sang ibu yang bekerja, namun keluarga yang dititipkan juga sibuk, sehingga kurang memperhatikan anak tersebut. Lalu kondisi anak pada keluarga SR yaitu terlihat cukup terawat meski ditinggal ibunya bekerja. Anak terlihat tumbuh dengan sehat. Namun pembicaraan yang dilontarkan anak tersebut terlihat lebih dewasa dari usianya. Hal ini karena lingkungan yang ditempati anak tersebut banyak remaja yang merupakan teman dari anak saudara-saudara SR yang juga masih menumpang di rumah tersebut. Anak tersebut lebih sering ikut bermain dengan remaja-remaja tersebut, sehingga perbendaharaan kata yang dimiliki anak tersebut juga bahasa remaja.

Selanjutnya pada bab 4 yaitu "ANALISIS HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI DESA KEPOH KECAMATAN SAMBI KABUPATEN BOYOLALI" yang memaparkan yaitu :

Hak Asuh Anak Pasca Perceraian di Desa Kepoh :

- Keluarga BS : Hak asuh anak pasca perceraian pada keluarga BS adalah ikut pada pihak bapak karena ibunya memutuskan untuk pergi keluar kota, sehingga hak asuh tomatis jatuh kepada bapaknya. Pengasuhan anak oleh Bapak seperti pada keluarga BS ini telah diatur dalam KHI khususnya Pasal 156 butir (c) disebutkan bahwa bapak dapat menjadi pengasuh dari anaknya apabila siibu telah meninggal dunia dan perempuan-perempuan dalam garis lurus keatas dari ibu sudah tidak ada lagi. Ketentuan ini merupakan pilihan kedua bagi majlis hakim setelah si Ibu dinilai tidak sanggup atau kurang baik untuk diberikan hak asuh anak karena pertimbangan kemaslahatan tumbuh kembangnya anak yang lebih baik untuk kedepannya. Pelimpahan hak asuh anak kepada bapak juga dijadikan alternative pilihan setelah ibunya dinyatakan telah meninggal dunia. Pasal 156 KHI ini dapat menjadi acuan bahwa seorang bapak juga mempunyai hak dalam pengasuhan dan pemeliharaan anaknya meskipun hak tersebut sangatlah jauh dibanding dengan hak dari seorang ibu.

- Keluarga NO : Hak asuh anak pasca perceraian pada keluarga NO adalah ada pada ibunya. Keputusan ini merupakan hasil kesepakatan secara kekeluargaan. Keputusan ini mempertimbangkan kondisi anak yang masih kecil dan masih membutuhkan seorang ibu. Seorang anak di bawah umur sampai pada umur tertentu memerlukan orang lain untuk membantunya dalam kehidupannya, seperti makan, pakaian, membersihkan diri, bahkan sampai kepada pengaturan bangun dan tidur. Oleh karena itu orang yang menjaganya perlu mempunyai rasa kasih sayang, kesabaran, dan mempunyai keinginan agar anak itu tumbuh menjadi anak baik (shaleh) di kemudian hari. Selain itu, harus mempunyai waktu yang cukup pula untuk melakukan tugas itu. Pihak yang memiliki syarat-syarat tersebut adalah wanita (ibunya).

- Keluarga SR : Hak asuh anak pada keluarga SR adalah anak ikut pada ibunya karena masih kecil. Saat proses perceraian memang terjadi perebutan hak asuh karena mantan suami berusaha untuk membawa anaknya bersamanya. Hasil musyawarah keluarga besar dari kedua belah pihak akhirnya memutuskan hak asuh berada pada ibunya. Pemberian hak asuh pada ibunya ini telah mempertimbangkan banyak faktor di antaranya adalah factor psikologis yaitu kedekakatan antara ibu dan anak sejak kandungan menjadikan mereka tak mungkin mudah untuk dipisahkan. Ibu lebih memiliki kelembutan, sehingga dapat memberikan kasih sayang dan perhatian yang lebih terhadap anaknya khususnya yang masih di bawah umur. Ibu juga merupakan sekolah pertamabagi anak-anaknya. Sosok ibu dinilai mampu memenuhi kebutuhan anak yang di bawah umur tentang dan kasih sayang, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain yang menjadi factor penentu pembentukan kepribadian anak.

Berdasarkan uraian di atas dinyatakan bahwa hak asuh anak yang masih kecil (belum mumayyiz atau umur di bawah 12 tahun) terletak pada ibu kandungnya. Ketentuan ini dapat berubah jika ibunya telah meninggal dunia atau sebab lain yaitu sang ibu dinilai tidak sanggup atau kurang baik untuk diberikan hak asuh anak karena pertimbangan kemaslahatan tumbuh kembangnya anak. Artinya baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak-anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberikan keputusan. Biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anak menjadi tanggungjawab pihak bapak, kecuali dalam pelaksanaan pihak bapak tidak dapat melakukan kewajiban tersebut.

Analisa kemudian dilakukan berdasarkan pada ketentuan-ketentuan terdapat dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Dalam hal ini timbulnya suatu perwalian, penetapan perwalian harus di ikuti dengan pencabutan kekuasaan orangtua. Perwalian adalah pengawasan terhadap kepentingan anak-anak yang berada di bawah umur yang tidak berada di bawah kekuasaan orangtuanya, serta pengurusan terhadap harta kekayaan anak tersebut diatur oleh Undang-undang.

Ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, bahwa seorang anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan berada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya sebagai orang tua. Salah satu atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang. Didasarkan pada Pasal 50 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, ditegaskan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun, atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua berada di bawah kekuasaan wali. Perwalian tersebut meliputi pribadi anak maupun harta bendanya.

Tinjauan Hukum Keluarga Islam Terhadap Hak Asuh Anak Pasca Perceraian di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali : Hak asuh anak pada ketiga kasus yang diteliti menunjukkan bahwa hak asuh anak di bawah umur (seperti pada keluarga NO dan SR) adalah pada ibunya. Sedangkan pada keluarga BS hak asuh anak ada pada bapaknya karena ibunya tidak bersedia mengasuh anak tersebut dan pergi ke luar kota. Berdasarkan ketiga contoh kasus perceraian di atas dapat diketahui bahwa hak asuh anak setelah perceraian tetap berada pada ibu atau bapaknya. Secara umum hak asuh anak yang masih di bawah umur setelah perceraian ada pada ibunya, sedangkan bapaknya bertanggungjawab memberikan nafkah kepada anak tersebut. Alasan hak asuh anak yang masih di bawah umur terletak pada ibunya adalah ibu merupakan orang terdekat yang akrab dengan anak. Ibu lebih memiliki kelembutan, sehingga dapat memberikan kasih sayang dan perhatian lebih terhadap anaknya. Hal ini sejalan dengan Pasal 41 huruf (a) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,dinyatakan "baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak Pengadilan memberi keputusannya". Selanjutnya berdasarkan pasal 41 huruf (b), disebutkan bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut.

Selanjutnya pada bab 5 yaitu Penutup yang memaparkan kesimpulan dan saran dari penelitian ini yaitu:

Hak asuh anak pasca perceraian di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali pada keluarga BS adalah pada bapaknya karena ibunya pergi dan dinilai tidak sanggup atau kurang baik untuk diberikan hak asuh anak, sehingga demi pertimbangan kemaslahatan tumbuh kembangnya anak yang lebih baik untuk kedepannya maka hak asuh diberikan kepada pihak bapak. Hak asuh pasca perceraian pada keluarga NO dan SR adalah ada pada ibunya karena anak masih kecil (belum mumayyiz atau umur di bawah 12 tahun). Ibu memiliki ikatan batin yang lebih kuat kepada anak, mempunyai rasa kasih sayang yang lebih, dan memiliki waktu lebih banyak untuk mengasuh dan merawat anak. Ibu diharapkan mampu mengasuh anak agar tumbuh menjadi anak baik (shaleh) di kemudian hari

Tinjauan hukum keluarga Islam terhadap hak asuh anak setelah perceraian di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali hak asuh anak pada keluarga NO dan SR yang masih berusia di bawah 12 tahun adalah hak ibunya, dan keluarga BS anaknya yang masih dibawah umur ikut ayah dikarenakan ibunya tidak ada kabar sama sekali. Tidak selamanya hak hadhanah itu jatuh kepada ibu, sang bapak pun berhak mempunyai hak yang sama dengan ibu, bila syarat-syarat penentuan ibu tidak memenuhi krieteria untuk memberikan kepentingan anak, seperti murtad, tidak berakhlak mulia, gila, dan sebagainya. Karena dalam hal pengasuhan anak ini yang pertama harus diperhatikan adalah kepentingan anak dan memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk memberikan rasa aman kepada anak yang menjadi korban perceraian .Sedangkan yang bertanggungjawab dan berkewajiban untuk memelihara dan mendidik anak adalah bapak (Pasal 105 KHI). Hak asuh anak dapat diberikan kepada bapaknya apabila si ibu telah meninggal dunia dan perempuan garis keatas dari ibu sudah tidak ada atau si ibu dinilai tidak sanggup ataukurang baik untuk diberikan hak asuh anak untuk kemaslahatan tumbuh kembang anak (Pasal 156 KHI).

Saran bagi masyarakat ataupun orangtua yang ingin bercerai Terutama bagi para pihak yang ingin bercerai hendaknya lebih mempertimbangkan nasib anak. Orangtua harus mengetahui hak dan kewajiban yang harus diemban sebagai orangtua kepada anak karena kewajiban memelihara dan membimbing anak tidaklah terputus setelah terjadinya perceraian.

Saran bagi pemerintah/pengadilan, perlu mengupayakan adanya pengawasan terhadap praktik hak asuh anak setelah perceraian untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak.

Saran bagi penelitian berikutnya, hendaknya mengkaji pelaksanaan hak asuh anak setelah perceraian apakah sudah dijalankan dengan baik oleh para orang.

RENCANA SKRIPSI

Rencana skripsi yang akan saya tuliskan yang berjudul "Pentingnya pendidikan agama islam terhadap pembentukan karakter anak".

Pengambilan judul ini karena saya merasa bahwa ternyata pendidikan agama islam sangatlah penting bagi pembentukan karakter anak sejak kecil karena dengan melibatkan agama terhadap anak dapat membuat karakter si anak selalu berdampingan dengan agama dan pasti dengan begitu menghindarkan kenakalan remaja seperti yang marak terjadi di zaman sekarang dan menurut saya kenakalan tersebut bisa jadi timbul karena sejak kecil kurangnya penerapan agama dan pemberian pendidikan agama kepada anak.

#hukumperdataislamdiindonesia

#uinsurakarta2024

#prodiHKI

#muhammadjulijanto

#fasyauinsaidsurakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun