Mohon tunggu...
Saidul Afkar
Saidul Afkar Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA DI UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA

HOBI : FUTSAL

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Skripsi "Hak Asuh Anak Pasca Perceraian menurut Perspektif Hukum Keluarga Islam"

1 Juni 2024   13:03 Diperbarui: 1 Juni 2024   13:24 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hak Asuh Anak Pasca Perceraian di Desa Kepoh :

- Keluarga BS : Hak asuh anak pasca perceraian pada keluarga BS adalah ikut pada pihak bapak karena ibunya memutuskan untuk pergi keluar kota, sehingga hak asuh tomatis jatuh kepada bapaknya. Pengasuhan anak oleh Bapak seperti pada keluarga BS ini telah diatur dalam KHI khususnya Pasal 156 butir (c) disebutkan bahwa bapak dapat menjadi pengasuh dari anaknya apabila siibu telah meninggal dunia dan perempuan-perempuan dalam garis lurus keatas dari ibu sudah tidak ada lagi. Ketentuan ini merupakan pilihan kedua bagi majlis hakim setelah si Ibu dinilai tidak sanggup atau kurang baik untuk diberikan hak asuh anak karena pertimbangan kemaslahatan tumbuh kembangnya anak yang lebih baik untuk kedepannya. Pelimpahan hak asuh anak kepada bapak juga dijadikan alternative pilihan setelah ibunya dinyatakan telah meninggal dunia. Pasal 156 KHI ini dapat menjadi acuan bahwa seorang bapak juga mempunyai hak dalam pengasuhan dan pemeliharaan anaknya meskipun hak tersebut sangatlah jauh dibanding dengan hak dari seorang ibu.

- Keluarga NO : Hak asuh anak pasca perceraian pada keluarga NO adalah ada pada ibunya. Keputusan ini merupakan hasil kesepakatan secara kekeluargaan. Keputusan ini mempertimbangkan kondisi anak yang masih kecil dan masih membutuhkan seorang ibu. Seorang anak di bawah umur sampai pada umur tertentu memerlukan orang lain untuk membantunya dalam kehidupannya, seperti makan, pakaian, membersihkan diri, bahkan sampai kepada pengaturan bangun dan tidur. Oleh karena itu orang yang menjaganya perlu mempunyai rasa kasih sayang, kesabaran, dan mempunyai keinginan agar anak itu tumbuh menjadi anak baik (shaleh) di kemudian hari. Selain itu, harus mempunyai waktu yang cukup pula untuk melakukan tugas itu. Pihak yang memiliki syarat-syarat tersebut adalah wanita (ibunya).

- Keluarga SR : Hak asuh anak pada keluarga SR adalah anak ikut pada ibunya karena masih kecil. Saat proses perceraian memang terjadi perebutan hak asuh karena mantan suami berusaha untuk membawa anaknya bersamanya. Hasil musyawarah keluarga besar dari kedua belah pihak akhirnya memutuskan hak asuh berada pada ibunya. Pemberian hak asuh pada ibunya ini telah mempertimbangkan banyak faktor di antaranya adalah factor psikologis yaitu kedekakatan antara ibu dan anak sejak kandungan menjadikan mereka tak mungkin mudah untuk dipisahkan. Ibu lebih memiliki kelembutan, sehingga dapat memberikan kasih sayang dan perhatian yang lebih terhadap anaknya khususnya yang masih di bawah umur. Ibu juga merupakan sekolah pertamabagi anak-anaknya. Sosok ibu dinilai mampu memenuhi kebutuhan anak yang di bawah umur tentang dan kasih sayang, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain yang menjadi factor penentu pembentukan kepribadian anak.

Berdasarkan uraian di atas dinyatakan bahwa hak asuh anak yang masih kecil (belum mumayyiz atau umur di bawah 12 tahun) terletak pada ibu kandungnya. Ketentuan ini dapat berubah jika ibunya telah meninggal dunia atau sebab lain yaitu sang ibu dinilai tidak sanggup atau kurang baik untuk diberikan hak asuh anak karena pertimbangan kemaslahatan tumbuh kembangnya anak. Artinya baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak-anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberikan keputusan. Biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anak menjadi tanggungjawab pihak bapak, kecuali dalam pelaksanaan pihak bapak tidak dapat melakukan kewajiban tersebut.

Analisa kemudian dilakukan berdasarkan pada ketentuan-ketentuan terdapat dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Dalam hal ini timbulnya suatu perwalian, penetapan perwalian harus di ikuti dengan pencabutan kekuasaan orangtua. Perwalian adalah pengawasan terhadap kepentingan anak-anak yang berada di bawah umur yang tidak berada di bawah kekuasaan orangtuanya, serta pengurusan terhadap harta kekayaan anak tersebut diatur oleh Undang-undang.

Ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, bahwa seorang anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan berada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya sebagai orang tua. Salah satu atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang. Didasarkan pada Pasal 50 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, ditegaskan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun, atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua berada di bawah kekuasaan wali. Perwalian tersebut meliputi pribadi anak maupun harta bendanya.

Tinjauan Hukum Keluarga Islam Terhadap Hak Asuh Anak Pasca Perceraian di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali : Hak asuh anak pada ketiga kasus yang diteliti menunjukkan bahwa hak asuh anak di bawah umur (seperti pada keluarga NO dan SR) adalah pada ibunya. Sedangkan pada keluarga BS hak asuh anak ada pada bapaknya karena ibunya tidak bersedia mengasuh anak tersebut dan pergi ke luar kota. Berdasarkan ketiga contoh kasus perceraian di atas dapat diketahui bahwa hak asuh anak setelah perceraian tetap berada pada ibu atau bapaknya. Secara umum hak asuh anak yang masih di bawah umur setelah perceraian ada pada ibunya, sedangkan bapaknya bertanggungjawab memberikan nafkah kepada anak tersebut. Alasan hak asuh anak yang masih di bawah umur terletak pada ibunya adalah ibu merupakan orang terdekat yang akrab dengan anak. Ibu lebih memiliki kelembutan, sehingga dapat memberikan kasih sayang dan perhatian lebih terhadap anaknya. Hal ini sejalan dengan Pasal 41 huruf (a) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,dinyatakan "baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak Pengadilan memberi keputusannya". Selanjutnya berdasarkan pasal 41 huruf (b), disebutkan bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut.

Selanjutnya pada bab 5 yaitu Penutup yang memaparkan kesimpulan dan saran dari penelitian ini yaitu:

Hak asuh anak pasca perceraian di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali pada keluarga BS adalah pada bapaknya karena ibunya pergi dan dinilai tidak sanggup atau kurang baik untuk diberikan hak asuh anak, sehingga demi pertimbangan kemaslahatan tumbuh kembangnya anak yang lebih baik untuk kedepannya maka hak asuh diberikan kepada pihak bapak. Hak asuh pasca perceraian pada keluarga NO dan SR adalah ada pada ibunya karena anak masih kecil (belum mumayyiz atau umur di bawah 12 tahun). Ibu memiliki ikatan batin yang lebih kuat kepada anak, mempunyai rasa kasih sayang yang lebih, dan memiliki waktu lebih banyak untuk mengasuh dan merawat anak. Ibu diharapkan mampu mengasuh anak agar tumbuh menjadi anak baik (shaleh) di kemudian hari

Tinjauan hukum keluarga Islam terhadap hak asuh anak setelah perceraian di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali hak asuh anak pada keluarga NO dan SR yang masih berusia di bawah 12 tahun adalah hak ibunya, dan keluarga BS anaknya yang masih dibawah umur ikut ayah dikarenakan ibunya tidak ada kabar sama sekali. Tidak selamanya hak hadhanah itu jatuh kepada ibu, sang bapak pun berhak mempunyai hak yang sama dengan ibu, bila syarat-syarat penentuan ibu tidak memenuhi krieteria untuk memberikan kepentingan anak, seperti murtad, tidak berakhlak mulia, gila, dan sebagainya. Karena dalam hal pengasuhan anak ini yang pertama harus diperhatikan adalah kepentingan anak dan memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk memberikan rasa aman kepada anak yang menjadi korban perceraian .Sedangkan yang bertanggungjawab dan berkewajiban untuk memelihara dan mendidik anak adalah bapak (Pasal 105 KHI). Hak asuh anak dapat diberikan kepada bapaknya apabila si ibu telah meninggal dunia dan perempuan garis keatas dari ibu sudah tidak ada atau si ibu dinilai tidak sanggup ataukurang baik untuk diberikan hak asuh anak untuk kemaslahatan tumbuh kembang anak (Pasal 156 KHI).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun