Selanjutnya pada bab 4 berisi tentang perjanjian dalam perkawinan, perkawinan wanita hamil, perkawinan poligami.
Perjanjian dalam perkawinan : adalah persetujuan yang dibuat oleh kedua calon mempelai pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, dan masing-masing berjanji akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu, yang disahkan oleh pegawai pencatat nikah.Â
Perjanjian perkawinan diatur UU perkawinan pasal29 UU no.1 tahun 1974 menyatakan bahwa "pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua pihak atas persetujuan bersama dapat engadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan." perjanjian tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan, perjanjian berlaku sejak perkawinan dilangsungkan dan selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah.
Perkawinan wanita hamil : kawin dengan seorang wanita yang hamil diluar nikah baik dikawini oleh laki-laki yang menghamilinya maupun oleh laki-laki yang bukan menghamilinya. Seorang wanita hamil diluar nikah dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya dan dapat dilangsungkan tanpa menunggu kelahiran anaknya dan apabila perkawinan telah dilangsungkan pada saat hamil tidak perlu di ulangi setelah anak itu lahir.
Perkawinan poligami : pada surah an-nisa ayat 3 adalah satu-satunya yang menerangkan poligami. Pada ayat ini tidak dianjurkan untuk poligami tetapi hanya memberikan izin dan itupun harus dengan syarat yang sangat ketat. Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri begitupun sebaliknya dan pengadilan dapat memberikan izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan juga alasan dan syarat nya harus logis dan memenuhi syarat-syarat untuk dapat ber poligami.
Selanjutnya di bab 5 membahas tentang perkawinan beda agama dan perkawinan beda kewarganegaraan.
Perkawinan beda agama : perkawinan beda agama di indonesia telah menjadi sebuah peristiwa kontemporer yang dipandang bagi pendukungnya merupakan hak untuk memilih pasangan hidup terlepas dari agamanya apa karena itu bagi mereka yang melakukan pernikahan beda agama.Â
Dalam UU republik Indonesia no.1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 2 ayat (1) disebutkan : "perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu". dalam rumusan ini diketahui bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agama dan kepercayaan dan di wilayah Indonesia perkawinan harus dilakukan dengan satu jalur agama artinya perkawinan beda agama tidak di perbolehkan untuk melaksanakan dan jika tetap dipaksakan untuk melangsungkan pernikahan beda agama berarti pernikahan itu tidak sah dan melanggar UU.
Perkawinan beda kewarganegaraan : adalah perkawinan antara dua orang di indonesia yang tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan. Dan status anak yang lahir dari perkawinan beda kewarganegaraan adalah warga negara asing dan harus dibuatkan paspor dan dibuatkan kartu izin tinggal sementara (KITAS) yang harus terus diperpanjang dan biaya pengurusan yang tidak murah.
Pada bab 6 memuat tentang putusnya perkawinan, alasan-alasan perceraian berdasarkan UUP dan  KHI, dan  hal-hal yang dapat melepaskan ikatan pernikahan.
Putusnya perkawinan : artinya adalah tali perkawinan telah tidak tersambung atau terhubung lagi, singkatnya hubungan suami istri telah berakhir. Perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan atas keputusan pengadilan.