Lelaki itu memandang langit kelam, mendung menggayut berat menanggung beban
Deretan duka, kesedihan yang tak diuraikan,
Sampai nanti tercurahkan, tertumpahkan dan bermakna ganda
Adakah ini berkah atau musibah, pilihan rasa yang mungkin tak mudah
Dan bagi lelaki itu, dirinyalah mendung selalu
Berputar rasa antara berkah dan musibah
Dan keduanya berhimpit di waktu yang sama
sedikit mesra namun perih terasa
semakin lama, luka perihnya makin menganga
dibisikkannya: satu waktu hujan akan diturunkan
dan mendung akan berakhiran
bilakah dan kapan?
**
Lelaki yang menanggung beban, hidup diantara fakta dan angan
Profesi yang sempurna, mereguk cinta namun kesedihan juga
Kesedihan yang berbaris, dari pagi ke pagi dan mengiris
Tentang cinta dan angannya, untuk menumbuhkan bunga bangsa
Tentang fakta yang diterima, dirinya tak tumbuh pula
Tanah gersang yang tak tersirami, Seperti mendung yang mencipta banjir
Semua berakhir fakir
Lalu lelaki itu bertanya: dimanakah berkah berada
Dimanakah hujan yang menumbuhkan tetumbuhan
Bilakah?.
**
Lelaki mendung itu masih termangu menimang bingung
Gamang hatinya membawa kaki melangkah memilih arah
Jalan kemuliaan bertabur duri-duri
Cita kehidupan menjadi pelita yang menerangi
Jalan mendatar semerbak bunga mewangi
Penuh keindahan tanpa utopia
Jalan yang diinginkan, padanan kebaikan dari kedua jalan
Jalan khayalan!
Lelaki mendung itu meneteskan airmata
Bahwa mendung memang kelam
Dan itu bukan pilihan!
**
Lelaki mendung itu terdiam di pagi hari
Anaknya terhenti mengembangkan diri
Adakah dia tetap mengajar sebagai profesi
Sebab dia merasa memegang belati tajam, namun puteranya yang tertikam
Tuhan..... sempurnakanlah bagi semua lelaki mendung
Break, 04 september 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H