Dalam menjalin suatu hubungan pada kenyataannya tidak selalu berjalan seperti yang diharapkan. Pada beberapa kasus, terjadi fenomena dimana salah satu pihak merasa tidak nyaman bahkan mengalami kekerasan, yang disebut dengan toxic relationship.Â
Toxic relationship adalah hubungan yang didalam hubungan tersebut terdapat perilaku 'beracun' yang dilakukan oleh salah satu dari pasangan dalam hubungan tersebut yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan psikis seseorang.Â
Sebuah hubungan bisa menjadi magis karena dapat menyatukan dan memberi arti, tetapi juga bisa berbahaya karena dapat menjatuhkan pasangan setiap saat. Hubungan yang tidak sehat dapat menjadi racun bagi pasangan. Berbeda dengan hubungan yang sehat di mana ada cinta, saling perhatian, menghormati, dan bahkan minat yang kuat pada kebahagiaan pasangan, toxic relationship adalah kebalikannya.
Beberapa karakteristik yang menunjukkan seseorang berada dalam toxic relationship adalah :
- Merasa tidak aman dan tidak nyaman,
- Cemburu berlebihan,
- Egois,
- Merendahkan pasangan,
- Kritik berlebihan,
- Tidak hormat akan adanya kasih sayang,
- Terdapat juga kekerasan, baik fisik maupun psikis.
Penyebab Toxic Relationship
Banyak orang menyadari bahwa mereka terjebak dalam hubungan yang beracun, tetapi tidak tahu mengapa ini bisa terjadi. Hubungan Toxic terjadi begitu saja tanpa tahu pemicunya atau bagaimana keadaan toksik dapat dimulai.Â
Adapun beberapa kemungkinan yang dapat menjadi penyebab terjadinya toxic relationship diantaranya lingkungan pergaulan, alasan terlalu cinta sehingga mudah diperbudak oleh cinta, kurangnya rasa percaya diri dan menganggap pasangan adalah segalanya, lamanya menjalin hubungan sehingga lebih memilih mempertahankan hubungan meski sudah tidak sehat.
Dampak Toxic Relationship
Saat ini toxic relationship menjadi kasus yang angkanya lumayan tinggi. Berdasarkan Dikutip dari siaran pers Komnas Perempuan, tercatat 8.234 kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan pada tahun 2020. Jumlah tersebut hanyalah kasus yang tercatat, padahal masih banyak korban yang belum berani menceritakan tentang kekerasan yang dialaminya.
 Ada berbagai alasan mengapa korban enggan untuk membuka kisahnya diantanya ketidaksanggupan mengingat kembali peristiwa menyakitkan dan juga takut disalahkan atas kejadian yang menimpanya.
Ada banyak dampak yang ditimbulkan dari toxic relationship diantaranya yaitu seseorang dapat berada dititik depresi berat, munculnya ide bunuh diri, dan percobaan bunuh diri terutama pada korban perempuan.Â
Selain dampak diatas, ternyata toxic relationship juga membawa dampak jangka panjang yang menghambat produktifitas seseorang dalam melangsungkan hidupnya karena ketika seseorang mengalami depresi akibat toxic relationship, mereka merasa kehilangan harga diri dan harapan yang menurun sehingga tingkat kebahagiaan pun ikut turun.
Cara Keluar Dari Zona Toxic Relationship
Hubungan toxic sangat berbahaya bagi kesehatan mental mereka yang menjadi korban. Oleh karena itu, tidak jarang mereka mengalami stres bahkan depresi. Berikut adalah lima cara  untuk keluar dari hubungan yang beracun:
1. Pahami situasi sebenarnya.Â
Seseorang dalam hubungan Toxic perlu mencari tahu apa penyebab utama atau asal dari toxic relationship yang terjadi. Dengan memahami penyebabnya, mereka akan lebih mudah dalam mencari solusi.
2. Percaya diri
Setelah mengetahui penyebabnya kemudian renungkan. Seseorang harus jujur dengan perasaan dan hatinya. Ketika emosi seperti depresi, kesedihan, kegelisahan, dan kecemasan muncul ketika dalam suatu hubungan, seseorang menyadari bahwa dia berada dalam hubungan yang beracun dan meyakinkan dirinya sendiri untuk tidak merasakan emosi-emosi ini sepanjang waktu.
3. Buat keputusan
Setelah orang percaya bahwa sedang berada di zona toxic relationship, mereka harus membuat keputusan yang tepat. Masih banyak yang merasa sulit untuk keluar dari hubungan yang beracun karena masih mencintai pasangannya atau takut merasa kesepian karena harus melepaskan kebiasaan  lama. korban harus menghadapinya dengan tekad. Memperbaiki atau mengakhiri suatu hubungan adalah keputusan yang harus diambil dengan tegas dan tepat.
4. Pilih lingkungan yang positif.
Jalan yang benar adalah meninggalkan lingkungan  negatif dan memilih  lingkungan positif. Lingkungan yang penuh dengan orang-orang yang positif berdampak besar bagi kehidupan seseorang. Itu dapat meningkatkan kepribadian seseorang dan mengubah hidup mereka lebih baik dari sebelumnya.
Kapan Korban Membutuhkan Psychological First Aid?
Kita harus tetap waspada terhadap tanda-tanda toxic relationship karena dampaknya sangat besar. Â Hubungan yang sehat melibatkan kepedulian, rasa hormat, cinta, dukungan, dan berbagi masalah. Jika dirasa intensitas kekerasan (fisik maupun verbal) yang didapat semakin sering dan sudah berada ditahap mengganggu kesehatan mental, lebih baik mengakhiri karena itu artinya sudah menjadi "habit" dari pasangan kita.Â
Korban yang berada dikondisi krisis harus segera mendapatkan Psychological First Aid (PFA). Banyak orang yang sudah mulai paham pentingnya kesehatan mental namun masih asing dengan Psychological First Aid (PFA). Secara garis besar PFA merupakan serangkaian tindakan yang diberikan guna membantu menguatkan mental seseorang yang mengalami krisis (WHO, 2009).Â
Setiap orang yang sudah memahami konsep serta prinsip-prinsip PFA, terutama yang telah menyelesaikan pelatihan dengan tenaga profesional kesehatan mental boleh memberikan PFA kepada korban. Namun kesehatan mental si penolong harus tetap menjadi prioritas utama. Â
Pelaksanaan Psychological First Aid
Psychological First Aid dapat diberikan dengan menerapkan prinsip 3L (Look, Listen, Link):
Look (Amati) sebagai langkal awal dalam PFA. Pentingnya untuk mengamati kondisi korban dan sejauh mana perubahan perilaku pada korban yang mengalami toxic relationship. Selain itu juga amat penting mengamati lingkungan dimana korban berada untuk menjaga keamanan serta kenyamanan korban.
Listen (Dengarkan) merupakan langkah lanjutan dimana penolong berperan sebagai pendengar. Biasanya korban akan mulai menceritakan apa yang dirasakan ketika korban merasa dirinya sudah merasa aman dan nyaman sehingga pentingnya memastikan prinsip Look terpenuhi terlebih dahulu.Â
Bercerita akan membuat korban merasa lebih tenang dan lega karena dengan bercerita sama saja korban telah membagi bebannya kepada penolong. Dengan mendengarkan, penolong akan menemukan berbagai hal yang menjadi kebutuhan korban.Â
Namun penolong juga harus mengingat pentingnya memberi ruang kepada korban sehingga korban dapat menceritakan apa yang ingin diceritakan dan korban juga berhak tidak menceritakan apa yang tidak ingin diceritakan.
Hal lain yang perlu diperhatikan ketika menolong korban yaitu hindari memberi kritik dan saran ketika tidak diminta. Cukup menjadi pendengar yang baik dan beri dukungan atas keputusan yang diambil agar korban merasa lebih yakin dan percaya diri. Â
Link (Hubungkan) merupakan langkah terakhir yang dapat penolong berikan untuk korban. Apabila korban masih merasa belum dapat keluar dari situasi yang krisis ini maka sebaiknya mengusulkan dan membantu korban menemukan tenaga profesional yang dapat memberi bantuan.Â
Pilihan terakhir ini memang jarang dipilih oleh kebanyakan orang karena adanya stigma kurang baik yang sudah menjadi tradisi dimasyarakat kita. Kebanyakan orang berpikir apabila pergi menemui psikolog atau psikiater merupakan tanda bahwa orang itu gila padahal dengan menemui psikolog atau psikiater akan membantu korban dalam mencari jalan keluar.
Itulah pentingnya memahami psychological first aid khususnya untuk menolong mereka yang menjadi korban kekerasan (toxic relationship) Â mengingat kasus kekerasan semakin meningkat. Namun pada pelaksanaannya tidak semudah yang dibayangkan sehingga sangat penting mengikuti pelatihan khusus dari tenaga yang sudah profesional dibidangnya supaya pertolongan yang kita berikan tepat sesuai sasaran dan membawa manfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H