"Selamat Mbak." Ucap Toro dan yang lainnya secara bersamaan.
Mbak Sisi tersenyum, terlihat rona bahagia tersemat di wajahnya. "Terima kasih."
"Mbak, saya ingin menyampaikan kabar bahagia ini ke keluargamu. Bolehkah saya meminta alamat dan atau nomer telponnya?" Toro meminta ijin.
Mbak Sisi tampak kaget dengan pertanyaan itu. Matanya membelalak dan napasnya tertahan. Ruangan kembali hening. " Aku sudah tidak memiliki keluarga mas." Mbak Sisi tersenyum dan matanya segera berubah memerah." Kalianlah keluargaku sekarang."
"Anda memilih keluarga dengan tepat Mbak. Aku juga sebatang kara dulu, dan merekalah yang selama ini menjadi keluargaku. Aku dulu seorang pecandu narkoba yang hampir mati di dekat lampu merah kota satelit. Aku sakau dan terluka akibat tawuran antar geng. Mereka berdua yang menolongku Mbak. Mereka orang baik mbak. Bukankah begitu mas?" Lirik Randi pada Farhi.
"Bagaimana dengan ayah dari anakmu?" Toro mendekatkan kepalanya ke telinga Mbak Sisi. Dia mengabaikan ocehan Randi.
"Dia orang yang baru saja keluar penjara satu tahun lalu. Melalui temannya, dia menyewaku di Bali untuk menemaninya selama seminggu." Jawabnya lantang.
Toro menarik dirinya ke belakang. Dia menatap Fahri dengan muka yang memerah. "Fahri kamu mengetahuinya?"
"Aku dan Rio yang mengetahuinya." Fahri merunduk.
"Dan Kalian menyembunyikannya dariku?" Toro terduduk sambil mengacak-acak rambutnya. " Harusnya aku mengenalimu sejak pertama kali datang ke Rusunku."
"Untuk apa?" Sisi membalikkan badan, memunggungi yang lain.