Mohon tunggu...
Saeran Samsidi
Saeran Samsidi Mohon Tunggu... Guru - Selamat Datang di Profil Saya

Minat dengan karya tulis seperi Puisi, Cerpen, dan karya fiksi lain

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: WA

8 Januari 2021   17:36 Diperbarui: 8 Januari 2021   17:52 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

WA

Cerpen : Saeran Samsidi

WA? Ya, singkatan nama. Kini lagi ngetren singkatan nama, khususnya nama para pemimpin negeri atau para pejabat atau para pesohor. Jokowi misalnya, singkatan nama yang paling top. Yah, jelaslah pemimpin negeri, presiden. Ada pula  PS kompentitornya. Sebelum Jokowi ada SBY. Ada juga yang  maunya dipangil BTP.  Kemudian ada ADP pengganti BTP yang keluar masuk. Pokoknya ramai, dah. 

Lha, WA? Oooh ... Waluyo Aji, tokoh muda yang lagi ngorbit. Kini tengah menjabat sebagai pimpinan. Jabatan yang banyak diemohi oleh orang-orang, tapi kalau sudah menjabat kepenginnya menjabat terus. Entah apa, kelihatannya jadi bangga dan terhormat.

"Sugeng enjang Pak RT ..." salah seorang ibu yang hendak pergi ke pasar menyapa. Yang disapa nyrunthul terus tetap berjalan. Setelah melewati ibu yang menyapa buru-buru menoleh, "Eh ... nggih ... nggih sugeng enjang!" lalu terus berjalan.

Suatu ketika ada orang berboncengan motor berhenti di gang. Seorang gadis remaja lewat dan dihentikan oleh si pengendara motor. Motor masih hidup yang membonceng seorang ibu-ibu masih ngampel lalu bertanya, "Mbak .. Mbak ... rumahnya Pak RT mana, ya?"

"Oooo Pak RT? Terus saja jalan lalu belok kiri, ada brug, lurus. Rumahnya bercat hijau di perempatan madhep ngidul ada garasi mobil" gadis itu ramah menjelaskan letak rumah Pak RT.

Pengendara motor itu lalu ngegas motor, manthuk terus menuju arah yang dijelaskan. Jadi ketua RT memang seperti orang penting. Selalu disapa orang kalau bertemu dan dicari yang membutuhkan. Ada yang ngurus surat keterangan, menanyakan sesuatu persoalan, ataupun diundang kenduren. Pak RT adalah orang penting di suatu wilayah pemerintahan yang terkecil di negeri ini.

Suatu pagi, Ida tersenyum sendiri ketika ia membuka wa di hp-nya.  Begitu bangun  tidur pagi hari, langsung gragapan mencari HP. Uthak-uthik meneruskan wa-an semalam. Pagi itu rasanya malas sekali sebab ia tinggal sendiri di rumah. Sudah beberapa hari suaminya, sopir boks  ngantar barang  yang memerlukan beberapa hari ke luar kota.

"Da, kesepian, ya? Jan melasi temen,ya" isi wa dibacanya pagi itu. Ia malas masak. Siapa yang mau makan? Anak belum punya, walau sudah lima tahun menjadi istrinya Kang Karno. Lalu ia memencet-mencet hp untuk membalas,"Iya. Kenang apa? Arep mbatiri apa?" HP  dimatikan, ia akan pergi ke warung Mbak Bad untuk beli rames dan gorengan buat sarapan.

Mbak Ida begitu ia dipanggil orang-orang di sekitarnya. Namanya Zubaidah, anak bontot Uwa Lihun, Rama biyunge sudah meninggal dan saudara-saudaranya merantau semua meninggalkan kampung halaman. Ida memang lenjeh sejak kecil suka jowal-jawil, maklum anak bungsu tinggal sendiri merawat ayahnya sampai berpulang.

Bolak-balik punya pacar. Eh, gendhakan, lha mung sedhela-sedhela ganti laki-laki. Ya, akhirnya orang-orang menyebut gendhakan. Entah, mbuh kenang apa ia kecanthol sama Mas Karno sopir boks yang macho. Kayaknya jantan dan perkasa kaya ADP kali ya? Maka Ida mau jadi istrinya.

"Sedherek-sedherek, warga RT 4. Berhubung Pak Nardi yang terpilih menjadi ketua RT beliau tidak mau karena sakit-sakitan, beliau mengundurkan diri" begitu penjelasan Ketua Pemilihan Ketua RT. Warga yang ikut kumpulan RT setiap tanggal 5 pun gemrenggeng.

"Makanya saya mengusulkan Pak WA yang dalam Pil RT menduduki posisi kedua menggantikan Pak Nardi sebagai ketua RT. Kepripun, Sedherek-sedherek ...?"

Warga masih belum ada reaksi. Mereka hanya kasak-kusuk. Ketika warga masih terdiam, tiba-tiba Mbak Ida bangkit dari nglesodnya di lantai," Saya setuju, Pak RT. Eh ... mantan RT" orang-orang tertawa dan mendongak melihat Zubaidah yang kemayu, "Pak WA, walau belum lama tinggal di RT ini, tapi beliau orang muda yang energik penuh vitalitas. Pasti RT kita akan maju!" Mbak Ida berapi-api lalu memandangi warga. Terakhir memberi senyuman pada WA yang tertawa dan  gedhek-gedhek, tanda emoh.

Akhirnya warga pun setuju usulan dari Mbak Ida. Yah, dari pada bertele-tele, harus ada Pil RT ulang. Ribet amat, kaya Pilpres saja. Secara aklamasi WA  dijadikan  ketua RT.  Mumpung ada orang yang mau dipaksa jadi ketua RT. Warga umumnya bebeh jadi ketua RT. Yah, warga RT 4 umumnya sudah tua-tua dan janda.

Begitulah WA menantu Pak Rasiman mantan ketua RW almarhum yang belum lama jadi warga di RT 4 resmilah menjadi ketua RT. Namun jalannya kepengurusan RT masih tersendat-sendat. Pengurus lain, sekretaris, bendahara dan seksi-seksi jarang menghadiri kumpulan RT. Entah sibuk atau bebeh jadi pengurus RT, entahlah. Untung Pak RT WA sregep mau segala fungsi pengurus RT dirangkapnya.

Pak RT tak mengeluh, ia jadi sekretaris, membuka dan menutup rapat RT. Ia juga jadi bendahara, menerima uang iuran RT lalu dihitung setelah dikeluarkan untuk yang memperoleh arisan, uang itu dibawa pulang disimpannya. Pengurus lain tak ada atau tak mau jadi pengurus. Pak RT WA tak protes maupun komplain.

Sore itu Taman Pinggir Ril Sepur  di sepetak tanah di pinggir rel kereta api setiap sore ramai dikunjungi warga untuk momong anak atau cucu. Ada bangku-bangku taman sederhana terbuat dari batang pohon atau pring tempat untuk duduk menunggu kereta lewat.

"Da, ko  jan penjorangan pisan, ya. Nodhong nyong kon dadi ketua RT" suatu sore Pak RT WA berkesempatan duduk berdua di bangku di bawah pohon mangga di Taman Pinggir Ril  Sepur. Berdua dengan pendukungnya, Zubaidah.

" Selamat ya. Siki dadi ketua RT"" sambil mengajak salaman.

"Lha, mbok wis aweh selamat liwat WA" WA menyambut uluran tangan lalu salaman.

"Tapi mbok urung salaman"

Mereka bertemu saat WA momong dua anak. Yang kecil diangkut pakai kereta bayi, kakaknya anak kelompok bermain jalan mengikutinya. Mau melihat kereta  lewat. Kebetulan Zubaidah lewat naik motor, Melihat WA  mandhek. Motor diparkir Zubaidah mendekati WA.

"Mbok angger dadi ketua RT dadi sering ketemu. Kumpulan  RT, rapat RW, rapat kelurahan neng balai desa. Nyong mbok pengurus PKK" Zubaidah memang kini sering bertemu semenjak WA jadi ketua RT. Bila tak berjumpa mereka saling mengirim WA. Apakah ada CLBK? Cinta lama balik kembali? Entahlah.

Dulu WA adalah kakak kelas di SMK. Mereka pernah aktif bersama dalam kepengurusan di Osis maupun Pramuka. Ketika WA lulus mereka  tak pernah bertemu. Namun, tiba-tiba WA muncul jadi tetangga se-RT jadi menantu Pak Rasiman. Mendadak kebersamaan aktif di organisasi berulang kembali. Pelan-pelan, cinta lama Zubaidah muncul kembali.

Ida harus bisa menahan, mengerem perasaan itu. Ya, mereka masing-masing sudah berumah tangga. Zubaidah juga sudah bersuami, tapi sering ditinggal suami yang sopir boks pergi ke luar kota. Zubaidah tak bisa menahan perasaan, lewat WA mereka saling berkomunikasi.

Malam itu di rumahnya Pak RT geger. Pak RT digerudug sejumlah orang. WA diseret keluar rumah dimaki-maki dan tentu saja beberapa jotosan  diterimanya. Mulutnya nyonyor berdarah. Istrinya, ibu mertuanya menjerit-jerit minta tolong.

"Tuluuuung .... tuluuuuung .... mantuku dijotosi! Tuuluuuung ...!" ibu mertua menjerit-jerit.

"Mandheg ... mandhek ... Mas," sambil mewek-mewek nangis, istrinya berusaha melerai.

"Ada perkara apa Mas. Jangan main hakim sendiri. Mandhek ... berhenti!"

Orang-orang, para tetangga se-RT pun berdatangan untuk melihat kejadian. Ada yang melerai menghentikan pengroyokan dan pemukulan. Ketua RT mereka dipukuli orang.Duduk persoalan harus dijelaskan. Jangan main hakim. Rombongan polisi dari Polsek pun datang. Mereka membawa dua orang pengroyok dan Pak RT ke Polsek. Pak RT, berkalung handuk kecil untuk mengelap darah di mulutnya ditemani sang istri dan dua orang tetangga terdekat mengikuti polisi  untuk simintai keterangan.

Kabar peristiwa pemukulan WA tersebar. Dari mulut ke mulut, dari wa ke wa. Kabarnya tidak jelas diwarnai bumbu-bumbu. Perselingkuhan lah, hubungan bisnis lah, simpang siur. Sebab sementara adalah gara-gara selingkuh antara Pak RT dengan warganya istri sopir yang kesepian sering ditinggal suami.

"Waduuuh ... kasian Pak WA ya? Gara-gara wa-an, Pak WA dadi nyonyor degerudug wong" Jeng Murni,  bendahara Pordawis menyesalkan, Apa bener slingkuh, si? Nyong ora percaya" bertanya pada Mas Zulham.

"Mulane kuwe, aja kakehen main hp. Dunia maya akeh berita sing ora genah. Hoax, fitnah, ujaran kebencian. Jangan begitu percaya saja!" Mas Zulham berlalu pulang ke rumah.

"Iya, ya. Main hp kudu ngati-ati" Jeng Murni menimpali lalu masuk ke rumah yang terletak di depan rumah Bu Rasiman, mertuanya WA.

 gambar : metropolitan.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun